"Siapa yang datang, Mah?" tanya Nadia saat ia mendapati Sarah memasuki kamarnya. Ia yang sedang memeriksa laporan di peraduan beranjak duduk saat Sarah duduk di tepinya.
"Tebak, siapa yang datang?" ucap Sarah memberi teka-teki untuk Nadia. Gadis itu menggeleng dengan dahi yang berkerut.
"Ikram! Ikram yang datang untuk melamar kamu, Nak! Dia mengatakan itu pada Ibu, dan akan datang dua Minggu lagi saat pernikahan kalian nanti," lanjut Sarah memekik kecil.
Nadia memang sempat mendengar percakapan di ruang tamu rumahnya, tapi ia tidak menyangka jika suara itu adalah suara laki-laki yang ia cintai. Tubuhnya membeku seketika.
"A-apa, Mah? Mas Ikram da-datang melamar? Tidak mungkin, Mah!" Ingin menolak, tapi ia terlalu bahagia mendengarnya. Ingin menerima saja, tapi itu terlalu mustahil rasanya. Bingung sendiri bagaimana menyikapi berita yang dibawa Sarah.
"Benar, sayang. Dia sengaja tidak ingin bertemu dengan kamu dulu, katanya nanti saja setelah ijab qobul dilakukan," terang Sarah lagi semakin menambah bunga-bunga dalam hati Nadia. Ia bahkan merasa ada kupu-kupu berterbangan di dalam perutnya menggelitik memberikan sensasi yang luar bisa padanya.
"Aku tidak salah dengar, 'kan, Mah? Mamah bilang mas Ikram datang untuk melamarku? Benar begitu, Mah?" tanya Nadia lagi masih dengan perasaan yang sama tak percaya pada apa yang didengar indera rungunya.
"Benar, sayang. Kamu tidak salah dengar, mau dengar rekamannya? Mamah sengaja merekamnya agar kamu percaya," ucapnya sembari mengeluarkan ponsel dan memutar sebuah rekaman.
Air mata Nadia tanpa terasa menetes jatuh, ia terlalu bahagia mendengarnya. Tidak tahu harus apa, Nadia berhambur memeluk Sarah. Menangis sesenggukan dalam pelukan hangat mamahnya. Ia tak pernah mengira bahwa Ikram akan datang melamarnya.
"Sudah, jangan menangis. Kamu harus benar-benar menjaga kesehatan sampai hari pernikahan kamu tiba. Tidak boleh sakit, mulai hari ini anak Mamah harus bahagia, harus terus tersenyum tidak boleh menangis," ingat Sarah membalas pelukan Nadia. Gadis itu mengangguk patuh.
Maafkan Mamah, Nak. Mamah terpaksa berbohong sama kamu, semua itu Mamah lakukan hanya untuk kebahagiaan kamu. Mamah hanya ingin melihat kamu tersenyum dan bahagia. Maafkan Mamah.
Hati Sarah pun bukannya tak sakit membohongi anak semata wayangnya. Sungguh ia terpaksa melakukan itu demi membuat Nadia bahagia setidaknya, sebelum kematian datang. Dalam hati ia berharap, semoga ada pertolongan Yang Kuasa dengan mendatangkan pendonor untuk ginjalnya. Semoga.
Dua Minggu berlalu dengan cepat, Nadia dilanda gugup yang luar biasa. Ia benar-benar menjalankan anjuran dokter untuk hidup lebih sehat lagi. Ia tidak boleh sakit di saat acara sakralnya berlangsung.
Dan di sana, di depan cermin besar Nadia duduk dipenuhi segala rasa yang berkecamuk. Tak menentu rasanya mengundang gelisah. Duduk sembari menatap pantulan diri bersama boneka kesayangan dalam pelukan. Menunggu panggilan dengan hati yang resah.
Wajah blasteran miliknya dipoles make-up ala pengantin tanah Pasundan, begitu sempurna dan nampak mempesona. Kepala dibalut hijab yang menutupi mahkota miliknya. Dengan siger khas Sunda terpasang di atasnya. Kebaya berwarna putih yang elegan hasil rancangannya, melekat sempurna di tubuhnya yang mulai padat berisi. Senyum bahagia yang merekah penuh pesona. Hari ini ia menjadi pengantin dari seorang pria yang telah beristri dan beranak tiga.
Pria idaman yang selama ini ia impikan. Imam yang sempurna tidak lagi ada bandingan. Penantian selama dua Minggu kini dibayar lunas saat Ikram begitu lantang mengucap kalimat qabul dengan sekali sentakan saja.
Darahnya berdesir saat sederet doa untuk pengantin dibacakan Bapak penghulu dan diaminkan semua orang. Sungguh, ia tak menyangka bahwa hari ini ia telah melepas masa lajangnya dan menjadi istri dari laki-laki yang telah beristri dan beranak tiga.
Nadia tidak pernah tahu takdir apa yang akan dijumpainya di hadapan nanti. Untuk saat ini, ia hanya ingin mengabdikan diri pada laki-laki yang ia cintai sebelum maut datang.
Tok ... tok ... tok!
Suara ketukan pintu mengusik lamunan Nadia. Ia melirik pintu yang perlahan terbuka. Sosok Sarah muncul dengan balutan kebaya yang tak jauh berbeda dari darinya.
"Nad? Kamu sudah siap?" Sarah melangkah semakin masuk sembari tersenyum hangat pada putrinya yang sedang menunggu dengan kepala tertunduk.
Nadia mengangkat pandangan. Lantas mengukir senyum saat wanita paruh baya itu semakin mendekat ke arahnya.
"Mamah, aku gugup sekali. Apa ijab kabul sudah selesai?" tanyanya seraya menerima uluran tangan Sarah dengan hangat.
"Sudah, Nak? Bagaimana perasaan kamu? Bahagia ataukah sedih? Di sana ada kakak madumu ikut menyaksikan bagaimana Ikram mengucapkan kalimat kabul dengan lantang dan tegas. Ingat! Ini pernikahan yang kamu mau. Kamu harus bisa menghargai kakak madumu karena ia telah mengikhlaskan Ikram untuk menikahi kamu, ya, sayang? Apa kamu mengerti?" ungkap Sarah seraya melipat bibir usai mengatakannya. Menahan sebak di dada yang kian merebak.
"Nadia faham, Mah. Nadia bukannya ingin merebut Mas Ikram dari Kak Ain, tapi Nadia hanya ingin hidup bersama Mas Ikram sebelum Nadia pergi. Terima kasih, Mamah!" Nadia merengkuh tubuh Sarah dengan lembut.
"Hei, pengantin tidak boleh menangis! Hapus tangisanmu, sekarang kita turun karena semua tamu ingin segera melihat mempelai wanita," ajaknya seraya beranjak bersama Nadia keluar dari kamar.
"Mah, Mamah tidak mengatakan apa pun tentang penyakitku ini pada mas Ikram, bukan? Aku tidak mau mas Ikram sampai tahu kalau aku sakit-sakitan," ucap Nadia menghentikan langkah sejenak.
Sarah menepuk punggung tangannya sembari mengulas senyum penuh arti.
"Tidak, Nak. Mamah tidak mengatakan apa pun tentang penyakit kamu. Kamu tenang saja, ya," sahut Sarah. Nadia mengangguk dan menghela napas panjang sebelum melanjutkan langkah yang sempat terhenti.
Suara riuh dari orang-orang yang hadir di tempat acara tersebut menyambut kedatangan Nadia. Mata Ikram tak lepas dari memandang istri kedua yang baru saja dinikahinya. Cantik luar biasa, sempurna dan mempesona.
Nadia yang malu segera menundukkan kepala dalam-dalam membuang pandangan dari tatapan Ikram. Acara pernikahan hanya dihadiri sanak saudara dan handai taulan.
Nadia duduk di samping suaminya, pandangannya tetap menunduk tidak berani mengangkatnya. Mereka saling berhadapan Nadia meraih tangan Ikram dan menciumnya. Ikram meletakkan tangan kirinya di ubun-ubun istri keduanya.
Berdoa meminta keberkahan dari Allah atas wanita yang ia nikahi. Ia pun tak segan memberi kecupan di dahi. Ain yang tak kuasa melihatnya berpaling muka dengan hati yang perih. Siapa yang tak sakit saat menyaksikan suami menikah lagi?
"Mah, Nadia saya boyong ke pondok saja. Saya sudah menyiapkan rumah untuknya di sana karena saya tidak bisa meninggalkan anak asuh saya juga jamaah yang sesekali datang ke rumah. Tidak apa-apa, bukan? Mamah bisa datang kapan pun untuk menengok Nadia," pinta Ikram usai acara sakral tersebut selesai.
Sarah memandang Nadia yang sudah berganti riasan, gamis berwarna peach dibalut hijab dengan warna serupa membuat Nadia semakin bertambah cantik.
"Ya sudah tidak apa-apa. Mamah cuma mau pesan, kepada Nak Ain untuk membimbing Nadia sebagai Adik madu dan kepada Nak Ikram untuk berbuat adil pada mereka berdua. Mamah kira kalian berdua lebih faham soal ini tidak perlu penjelasan lagi-"
"Nadia, tidak ada wanita yang rela berbagi cinta dan suami. Kamu harus tahu posisi kamu di rumah mereka. Jangan berselisih dengan Kakak madumu, hiduplah dengan rukun agar ridho dan berkah Allah senantiasa melimpah dalam hidup kalian," ucap Sarah memandangi ketiga orang yang duduk berjejer di depannya.
"Insya Allah, Mah. Nadia tahu batasan-batasan Nadia," ucap Nadia bergetar lirih.
"Insya Allah, saya akan berusaha bersikap adil terhadap mereka berdua," sahut Ikram lagi dengan tegas.
"Insya Allah saya juga telah menerima Nadia sebagai Adik madu saya. Hanya doakan kami semoga tidak terjadi masalah yang tidak diinginkan," timpal Ain pula dengan lembut.
Dengan segala kelegaan hati, Ikram dan Ain membawa Nadia ke pondok mereka. Di sana sudah disediakan satu rumah untuk ditempati Nadia. Agak jauh dari rumah yang ditempati Ain, tapi masih di kawasan yang sama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 231 Episodes
Comments
me...
untung gw baca lompat2.. hehehe..
2022-05-08
2
perempuan mana yg sudi berbagi suami? cuma perempuan rendah yg dengan sengaja masuk kedalam rumah perempuan lain buat ditidurin suaminya 🤮... dan cuma lelaki serakah yg ingin celap celup dengan lebih dari 1 wanita 😏
2022-01-30
3
wahyunifebriani
wkwwkw ya kaau mati klau nggk mati kan jadi benalu ..dh merusak rumh tangga orng 😕
2022-01-28
1