Hati yang tenang dan damai, terusik oleh kedatangan sebuah berita. Cinta yang tumbuh dengan indah, layu sudah tak terelekan. Rencana apa yang sedang dirancang Tuhan?
"Bagaimana, Nak Ikram? Apa Nak Ikram bersedia meminang anak saya? Umur saya sudah tidak lama lagi, dan sebelum meninggal saya ingin melihat anak saya menikah dan menimang cucu. Tolonglah orang tua yang sudah tidak lama lagi hidupnya ini, Nak!"
Bayangan dan suara memohon dari wanita paruh baya tadi siang kembali melintas dalam pikiran Ikram. Laki-laki itu baru saja selesai memberikan tausiyah harian kepada para jamaah seusai shalat isya. Ia termenung masih di dalam masjid, memikirkan tawaran dari wanita itu tentang menikahi anaknya.
Hati Ikram pun tak menampik ia memang mengagumi anak gadisnya sudah sejak lama. Tanpa ditawari pun, ia berencana melamar Nadia suatu saat nanti.
"Bagaimana caraku mengatakan ini pada Ain? Apakah dia mau menerima aku menikah lagi? Tapi aku sudah lama mengagumi sosok Nadia, ia bukan hanya cantik, tapi juga pintar dan cerdas. Dia juga mandiri, aku akan mencoba berbicara dengannya. Bismillahirrahmanirrahim!" gumam Ikram setelah menyiapkan hati untuk mengutarakan niatnya pada Ain istri pertamanya.
Ia beranjak meninggalkan masjid dengan niat yang kuat. Senyum penuh ketegangan tercetak jelas di bibirnya. Ia bahkan segan menjawab sapaan para santri karena hatinya yang tengah gelisah. Berkali-kali ia menarik napas yang dalam dan menghembuskannya perlahan demi mengurangi ketegangan dalam hatinya.
"Kenapa aku gugup sekali?" Sekali lagi, ia menyentak napas saat berdiri di depan pintu rumahnya.
"Assalamu'alaikum!" salamnya mencoba bersikap biasa agar Ain tak curiga sebelum ia mengatakannya.
"Wa'alaikumussalaam!" Ain membukakan pintu untuknya. Senyum hangat dan kecupan menyambutnya dengan mesra setelah wanita itu mengecup lembut punggung tangannya.
"Anak-anak sudah tidur?" tanyanya pada Ain yang menutup pintu.
"Sudah," jawab Ain. Ia tahu apa yang diinginkan Ikram saat ia bertanya begitu. Tanpa menunggu keduanya segera memasuki kamar dan melakukan ritual suami istri.
"Mi, Abi ingin membicarakan sesuatu pada Umi?" ucap Ikram usai menyelesaikan tugasnya memberi nafkah batin pada Ain.
Wanita itu beranjak membenarkan posisinya. "Bicara saja, Bi jangan sungkan!" katanya dengan lembut dan penuh hormat seperti biasanya. Ikram tersenyum getir. Ia beranjak duduk diikuti Ain. Keduanya saling berhadap-hadapan, Ain menunggu dengan tegang.
"Umi, Abi mau minta maaf sebelum mengatakan ini. Tolong jangan membenci Abi setelah Umi mendengarnya," pinta Ikram sembari menggenggam kedua tangan Ain dengan lembut.
Mengernyit dahi wanita itu mendengar kalimat ambigu yang diucapkan Ikram.
"Katakan saja, Bi. Jangan membuat Umi menunggu dengan penasaran," sahut Ain tak sabar ingin segera mendengar apa yang akan dibicarakan Ikram.
"Mi, Abi mencintai seseorang dan Abi berencana untuk menikahinya kalau Umi setuju. Abi juga tidak tahu, kenapa rasa ini tiba-tiba tumbuh begitu saja tanpa Abi sadari. Umi tidak mungkin membiarkan Abi berlarut dalam dosa, bukan?" rayu Ikram pada Ain di tengah malam yang sunyi itu.
Wanita yang dipanggilnya Umi itu terlihat syok, matanya membesar dengan kedua bibir yang berkedut ingin berucap. Matanya sontak memanas beriak dengan warna merah hendak menangis. Kelopaknya berkedut-kedut menahan air yang merangsek hendak turun.
Ia menundukkan wajahnya dalam-dalam menyembunyikan kekecewaan sekaligus kekesalan dalam diri yang datang tiba-tiba. Tiada angin, tiada hujan sekonyong-konyong suaminya meminta izin untuk menikahi wanita lain. Pantas saja Ikram memintanya untuk tidak membenci setelah mendengarnya berbicara.
"Umi jangan cemas, Abi pasti akan bersikap adil pada kalian. Bukankah selama ini kita hidup berkecukupan? Abi hanya ingin membantu seseorang yang hidupnya sudah tidak lama lagi. Kebetulan ibunya juga meminta Abi untuk menikahi anaknya. Beliau ingin melihat anaknya menikah sebelum ajal datang. Umi juga akan mendapat pahala dari membantu orang lain. Jadi, bagaimana Umi?" sambungnya merayu lagi.
Wanita itu mengangkat pandangan dengan perlahan, ditatapnya wajah pria yang sudah hampir sepuluh tahun menjadi imam dalam kehidupannya itu. Mengarungi bahtera rumah tangga dengan penuh cinta tanpa hambatan. Wajah tampan dan menyejukkan miliknya memang selalu menjadi daya tarik tersendiri hingga memikat hati para perempuan.
"Abi yakin hanya ingin membantunya? Bukankah Abi mengatakan mencintainya? Lalu, bagaimana dengan cinta Abi untuk Umi?" tanyanya dengan nada getir yang kentara.
Manik coklat miliknya menatap sendu pria di hadapan yang selama ini tak terlihat banyak tingkah. Ia selalu berendah hati meskipun para wanita datang silih berganti dengan alasan meminta berkah. Sungguh, hatinya tak menyangka bahwa malam ini ia akan mendengar suaminya sendiri meminta izinnya untuk menikah lagi.
"Katakan, apakah Umi sudah tidak cantik lagi? Apa Umi sudah tidak menarik lagi di mata Abi sehingga Abi ingin menikahi wanita lain yang mungkin saja lebih cantik dan lebih muda dari Umi?" tuturnya lagi sembari menempelkan telapak tangannya di pipi sang suami.
Pria itu menggenggam tangan hangat milik istrinya. Mendekatkan pada bibir dan mengecupnya dengan penuh cinta. Kemesraan yang tak pernah usai ditumpahkannya tanpa rasa bosan. Kini, ia bisa apa jika hati sang suami kembali terpikat oleh sesosok perempuan.
"Cinta Abi pada Umi masih sama dan akan tetap sama. Apa lagi, Umi sudah memberikan Abi tiga orang penerus yang sholeh dan sholehah. Bagaimana mungkin cinta Abi berkurang? Yang ada justru semakin bertambah dan bertambah terus," rayunya lagi sungguh membuat hatinya terhanyut.
Mata sendu itu memindai dengan penuh kecewa. Sayu bagai tak tidur sepanjang malamnya. Gemetar menahan air yang akan turun dari takhtanya.
"Bagaimana kalau semua itu berubah? Abi lebih peduli padanya, dan melupakan Umi? Bagaimana nasib Umi dan anak-anak nantinya? Apakah dia mau membantu Umi merawat anak-anak mengingat terkadang Umi disibukkan dengan urusan jamaah. Jika dia mau berjuang bersama-sama, maka Umi akan mencoba untuk ikhlas dan menerima. Namun, Abi harus ingat hati Umi bukan terbuat dari batu. Hati Umi bisa juga merasakan sakit sama seperti hati-hati wanita yang lainya," sahut sang istri dengan pandangan tegas menusuk manik yang sama dengan miliknya.
"Insya Allah dia akan bersedia membantu Umi merawat anak-anak. Dia wanita sholehah sama seperti Umi, dia bersedia membantu kita memenuhi kebutuhan ekonomi santri di pondok kita. Jadi, Umi bisa lebih ringan dan tidak perlu memikirkan masalah dapur santri lagi, bagaimana?" ucapnya menerbitkan harapan dalam hati istrinya.
Bagaimana tidak? Selama ini meski ia tidak begitu dipusingkan dengan urusan perut para santri yang harus selalu dipenuhi. Santri yatim piatu anak-anak yang ditinggalkan orang tua seorang diri. Diasuh mereka dengan sabar tanpa memungut biaya dari masing-masing orang. Semua sudah terpenuhi dari hasil usaha mereka yang maju walau terkadang ada uluran tangan dari jamaah yang ikhlas memberi pertolongan berupa bahan pokok atau pun uang.
"Siapa sebenarnya wanita yang ingin Abi nikahi itu?" tanyanya ingin tahu. Matanya menelisik netra pria di hadapan dengan serius.
"Umi juga mengenalnya, dia Nadia pemilik konveksi besar di kota kita ini. Ibunya datang kepada Abi dan melamar Abi secara tidak langsung untuk putrinya itu. Dia mengatakan bahwa Nadia sudah lama mengagumi Abi, tapi Umi harus tahu bukan hanya dia, Abi juga mengagumi dia. Abi tidak mau rasa kagum Abi ini menjadi dosa. Bagaimana Umi?" ungkapnya.
Hilang sudah kepercayaan dirinya, Ain membayangkan wajah Nadia yang campuran antara Indonesia dan Arab. Mata besar yang indah, alis tebal bukan lukisan, bulu mata lebat alami, tubuh indah semampai, bibir yang seksi menggoda, kulitnya putih dan bersih. Jangan lupakan biji maniknya yang membuat iri semua orang. Sangat jauh dengannya keturunan asli tanah Pasundan.
"Baiklah, tapi Abi berjanji harus memenuhi satu syarat yang Umi berikan. Umi akan setuju Abi menikah dengannya," jawabnya tegas.
"Baik, Abi sanggup melakukannya!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 231 Episodes
Comments
wahyunifebriani
hiii ya Allah mak ana baru baca 2 udh emosi 😁😁
2022-01-28
1
wahyunifebriani
pokoknya yg salah disini adalah pihak ketiga dan laki laki nya .klau laki laki bisa menundukan pandag tak kan terjadi hal seperti ini ....
2022-01-28
2
wahyunifebriani
itu laki kurang bersyukur jadi manusia..dan untuk nadia harus nya kamu tau diri ..jangan nggk tau malu .atas nama cinta kamu merusak kebahagian orang lain mikir pakai otak jngan pkai hati paham kamu ...ini kayak yg salah akhirnya istri pertama dh ..dimna dimna istri pertam nggk salah yg salah yg menjadi orng ktiga ...harusnya kamu tau diri nadiaaaaa kamu itu pwrempuan cantik pula masihbanyak kali laki laki luar sono yg mau sama you .. iiii dh gedek banget dh baca nya ...
2022-01-28
2