*Bab 18

Rama tersenyum saat tangan Laila membelai lembut bahunya. Saat Laila tersenyum padanya, Rama semakin merasa bersalah dengan apa yang telah terjadi.

"Maafkan aku ya La. Aku sangat menyesali apa yang telah terjadi."

"Sssttt. Mas, sudah. Jangan sebut kata maaf lagi. Karena kamu tidak punya salah padaku, jadi tolong, jangan ucapkan kata maaf dan semua kata penyesalan yang hanya akan membuat aku semakin merasa sedih saja," ucap Laila sambil menatap kedua mata Rama.

"Aku janji, tidak akan mengecewakan kamu lagi Laila."

"Aku percaya kamu akan menepati semua janji mu itu, Mas."

"Ya sudah, sekarang, kamu istirahat ya. Kamu harus banyak-banyak istirahat agar kondisi kesehatan kamu cepat pulih seperti semula," kata Rama sambil menyentuh satu bahu Laila.

"Baik, mas. Tapi, aku minta kamu temani aku istirahat ya. Karena ini tempat baru, aku masih belum terbiasa. Aku juga tidak merasa nyaman di sini. Aku butuh waktu untuk menyesuaikan diri."

"Iya. Kamu istirahat, aku akan temani kamu. Aku tahu apa yang kamu rasakan. Untuk itu, aku akan selalu ada buat kamu," kata Rama sambil tersenyum.

Rama menemani Laila hingga Laila terhanyut ke dalam alam mimpi. Kemudian, ia meninggalkan Laila di kamar setelah Laila tertidur. Sementara itu, di apartemen, Zia sedang berbicara dengan Restu lewat udara.

"Ada apa Restu? Tumben kamu menghubungi mbak. Padahal kan, kamu baru aja pulang dari apartemen mbak," kata Zia sambil duduk di atas kasurnya.

"Mbak, aku hubungi mbak Zia karena ada yang ingin aku bicarakan dengan mbak Zia."

"Mau bicara soal apa, Res?"

"Soal mas Rama dan istri sirinya. Bisa mbak turun ke bawah? Aku tunggu mbak di bawah karena gak mungkin untuk aku bicara lewat telepon."

"Ya udah. Tunggu mbak di sana. Mbak akan turun sekarang juga," kata Zia sambil beranjak dari tempatnya.

"Ya, mbak."

Zia berjalan dengan langkah cepat menuju lantai dasar. Ia sangat ingin segera bertemu dengan Restu dan mendengarkan apa yang Restu katakan soal suami dan selingkuhan suaminya itu.

Bruk ....

Suara tabrakan tubuh dua anak manusia terdengar jelas. Untungnya, tabrakan itu tidak menyebabkan salah satu dari mereka terjatuh. Karena, sebuah tangan kekar sangat sigap menahan tubuh Zia agar tidak jatuh ke lantai.

Untuk sesaat, Zia dan laki-laki itu saling tatap. Karena jarak antara Zia dengan laki-laki itu, hanya beberapa senti saja. Hal itu membuat mata Zia sangat leluasa menatap wajah tampan yang bisa dibilang, nyaris sempurna.

"Mbak Zia!" Restu memanggil Zia yang sedang menikmati pemandangan yang sangat menyejukkan mata.

Saat suara Restu menyentuh daun telinga Zia, barulah Zia tersadar dari lamunannya yang indah. Ia segera berdiri dengan cepat untuk menjauhkan dirinya dari laki-laki itu.

"Mbak Zia gak papa kan?" tanya Restu penuh perhatian.

"Gak papa kok Res, mbak baik-baik saja."

"Oh ya, aku minta maaf sudah menabrak kamu. Karena aku sedang buru-buru tadi soalnya," kata Zia pada laki-laki itu.

"Gak papa. Aku juga minta maaf karena jalan sambil lihat ponsel. Ya Tuhan, di mana ponselku?" tanya Laki-laki itu sambil melihat tangannya. Ia baru ingat kalau sebelum ia dan Zia bertabrakan, ia sedang memegang ponsel. Tapi sekarang, ponsel itu tidak ada di tangannya lagi.

Laki-laki itu sedikit panik. Ia melihat ke bawah untuk mencari keberadaan ponselnya. Namun sayang, ponsel itu tidak ada.

Melihat laki-laki itu kehilangan ponselnya, Zia ikut melihat sekeliling. Tak jauh dari tempat Zia berdiri, tergeletak sebuah ponsel keluaran terbaru dengan layar ponsel yang sudah retak berantakan. Zia merunduk untuk mengambil ponsel itu. Ia melihat ponsel tersebut, lalu mengangkatnya.

"Apakah ini ponsel kamu?" tanya Zia sambil memperlihatkan ponsel itu pada laki-laki tersebut.

"Ya, itu ponselku. Tapi, ya ampun, layarnya sudah hancur berantakan. Sudah pasti tidak bisa aku gunakan lagi," kata laki-laki itu agak kecewa.

"Aku minta maaf untuk kesalahan yang telah membuat ponselmu rusak. Mmm, bagaimana jika aku membelikan kamu ponsel baru? Sebagai tanda maaf karena aku telah membuat kamu kehilangan ponselmu ini," kata Zia dengan sangat hati-hati karena takut melukai hati laki-laki tersebut.

Laki-laki itu menatap Zia dari ujung kaki sampai kepala. Membuat Zia merasa risih dan grogi sekaligus.

'Dia pikir, aku gak bisa beli ponsel yang baru apa?' tanya laki-laki itu dalam hati.

'Tapi, mungkin niatnya bagus untuk menebus kesalahan dengan menggantikan ponsel ini dengan yang baru. Kalau begitu, sebaiknya dia tidak tahu siapa aku. Lebih sedikit yang mengenali aku, itu akan lebih baik.'

"Hmm, aku tidak bermaksud untuk merendahkan kamu. Tapi, aku hanya ingin mencoba menebus kesalahan yang aku buat. Aku mau gantikan ponsel kamu dengan yang baru karena aku merasa, ponsel ini rusak karena kesalahan aku," kata Zia menjelaskan.

"Ya Tuhan, mati aku. Ponsel ini sebenarnya bukan milik aku. Ini ponsel bos ku yang minta aku mengambilnya dari dalam mobil. Aduh, aku bisa di pecat kalo gini," kata laki-laki itu pura-pura ketakutan dan sedih.

"Ya Tuhan, ya Tuhan. Maafkan aku. Aku akan tanggung jawab. Ajak aku ketemu bos kamu. Biar aku yang menjelaskan kesalahan ini pada bos kamu itu."

"Tapi mbak .... " Restu yang sedari tadi diam melihat Zia dan laki-laki itu bicara, kini ikut bicara juga.

Ia tak suka melihat Zia merasa bersalah seperti itu pada laki-laki tersebut. Menurut Restu, belum tentu juga Zia yang salah. Jadi, mengapa Zia harus menanggung rasa bersalah seperti itu.

"Res, biar mbak yang selesaikan sendiri soal ini. Kamu gak perlu ikut campur ya. Mbak bisa kok menyelesaikan semuanya," kata Zia bicara sedikit berbisik pada Restu. Tapi, suaranya masih bisa di dengar oleh laki-laki yang berada di depan mereka saat ini.

"Kamu tidak perlu menemui bos ku. Biar aku sendiri yang selesaikan semua ini dengan bos aku. Karena, aku gak mau kamu sakit hati jika bertemu dengan bos aku. Bos ku itu orangnya galak, gak punya hati, juga keras kepala."

"Lalu, apa yang harus aku lakukan agar aku bisa menolong kamu terhindar dari amukan bos mu itu?" tanya Zia benar-benar merasa bersalah.

"Gini saja, berikan aku nomor ponselmu. Jika ada sesuatu hal yang buruk padaku karena amukan bos ku itu, aku bisa minta tolong padamu. Bagaimana?"

"Baiklah. Aku akan memberikan nomor ponselku. Catat sekarang!"

"Mbak." Restu kembali merasa takut dengan apa yang Zia lakukan. Ia takut kalau laki-laki itu akan memanfaatkan Zia dengan alasan pertanggung jawaban atas kecelakaan ini.

"Sssttt. Jangan khawatir," kata Zia bicara sambil berbisik.

Terpopuler

Comments

Ibelmizzel

Ibelmizzel

Zia CEO tpi bodoh ya,masa rumahny dikuasai sama bahlol.geram aku

2022-08-19

0

Naura Mutia

Naura Mutia

satukan mereka.. hahaha

2021-12-02

0

Masiah Firman

Masiah Firman

smg Zia dapat jodoh yg lebih segala-galanya dr rama

2021-11-23

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!