*Bab 4

Restu terdiam. Ia paham apa yang Zia maksudkan. Kalau sudah Zia berkata seperti itu, maka dia tidak mungkin memaksa Zia untuk mengatakan apa yang terjadi sebenarnya. Ia hanya bisa prihatin secara diam-diam dalam hati saja.

"Restu." Zia memanggil Restu karena Restu terdiam setelah ia berkata seperti itu.

"Ya, mbak." Restu menjawab dengan cepat.

"Boleh mbak minta tolong sesuatu padamu? Ini bukan sebagai sekretaris mbak. Tapi, sebagai adik laki-laki mbak."

"Katakan saja apa yang harus aku lakukan untuk mbak. Aku pasti akan melakukannya, mbak," kata Restu sungguh-sungguh.

"Tolong awasi mas Rama. Cari tahu semua tentang mas Rama. Apapun yang mencurigakan, kasi tau mbak."

"Baik, mbak. Percaya sama saya. Apapun yang ingin mbak ketahui, pasti akan mbak dapatkan jika saya yang bergerak."

"He he he ... mbak percaya padamu, Restu. Kamu selalu bisa mbak andalkan."

"Doakan saja saya tidak mengecewakan mbak."

"Pasti," kata Zia sambil berusaha tersenyum manis. Namun, yang ada dalam pandangan Restu, Zia bukan tersenyum manis, malahan, sedang berusaha menutupi luka terdalam.

'Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi padamu, mbak. Tapi, aku akan berusaha membuat kamu kembali merasakan kebahagiaan. Aku janji itu,' kata Restu sambil menatap wajah Zia dengan tatapan prihatin.

Zia dan Restu berpisah di cafe setelah mereka selesai membicarakan apa yang ingin Zia bicarakan. Zia memilih kembali ke apartemen, sedangkan Restu, ia berencana memulai tugas yang Zia berikan padanya.

____

Sinta yang kesal karena Rama mengabaikannya, memilih meninggalkan rumah Rama. Ia berniat mendatangi rumah Laila untuk bicara dengan menantunya.

Setelah melewati jalan raya yang lumayan padat akan kendaraan yang sedang berlalu lalang. Sinta akhirnya sampai ke rumah Laila. Dengan rasa kesal, ia mengetuk pintu rumah sederhana itu dengan cepat.

"Ya, tunggu sebentar," ucap seseorang dari dalam rumah.

Sinta menunggu dengan rasa tidak sabar. Akhirnya, pintu terbuka sambil memunculkan Laila yang sedang tersenyum manis pada Sinta.

"Mama."

"Ya. Kamu lagi apa sih? Kok lama banget mau bukain pintunya."

"Maaf, Ma. Aku lagi nyuci di belakang."

"Apa? Kamu nyuci baju sendiri?" tanya Sinta memasang wajah kaget.

"Iya, Ma. Aku udah biasa nyuci baju sendiri. Jadi .... "

"Cukup. Mulai sekarang, kamu jangan pernah nyuci baju sendirian lagi. Minta Rama menyediakan pembantu untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah."

"Gak perlu, Ma. Aku sudah terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah sendirian," kata Laila sambil tersenyum manis.

"Laila, kamu itu perempuan yang sangat baik. Kamu tahu bagaimana membuat hati suami senang. Kamu dan Ziana sangat jauh berbeda. Ziana tidak pernah mengerjakan satu pekerjaan rumah pun selama ia dan Rama menikah."

"Ma, mungkin mbak Ziana sibuk. Bukankah dia wanita karir," kata Laila.

"Cih, wanita karir doang jadi bangga. Apa bedanya wanita karir dengan wanita biasa? Mama rasa tidak ada bedanya, bukan? Kalau gak bisa ngasih keturunan, baru berbeda," kata Sinta sambil menghempaskan bokongnya ke atas sofa.

Laila hanya terdiam saja. Ia tidak menjawab apa yang mertuanya katakan. Ia melihat Sinta dengan tatapan yang tajam. Entah apa yang ada dalam benak Laila saat ini. Yang jelas, ia sedikit merasa takut pada Sinta.

"Hm ... Ma. Mama mau minum apa?" tanya Laila.

"Tidak perlu bikin mama minuman, Laila. Kamu tidak perlu repot-repot nyambut kedatangan mama. Sini, duduk samping mama. Ada yang mau mama bicarakan padamu," ucap Sinta sambil menepuk sisi sofa dengan pelan.

Laila menuruti apa yang Sinta katakan. Ia duduk tepat di samping Sinta.

"Mau bicara apa, Ma?" tanya Laila dengan sopan.

"La, mama ingin kamu lebih keras lagi sama Rama. Mama ingin kamu benar-benar membuat Rama jatuh cinta padamu. Biar Rama tidak pilih kasih lagi sama kamu."

"Maksud mama?" tanya Laila benar-benar bingung.

"Ya, mama ingin kamu mendapatkan keadilan dari Rama. Antara kamu dan Zia kan sama saja. Kalian berdua sama-sama istrinya Rama, menantu mama. Apalagi saat ini, kamu sedang mengandung. Harusnya, kamu minta perhatian lebih dari Rama, La."

"Oh, Laila pikir soal apa tadi, Ma. Laila gak keberatan soal perlakuan mas Rama sama laila sekarang. Bagi Laila, sikap mas Rama sekarang itu sudah cukup adil kok, Ma."

"Adil dari mananya, La? Buktinya, Rama itu paling jarang nginap di rumah kamu, bukan? Meskipun Ziana gak ada di rumah, tetap saja, dia sangat jarang bersama kamu, apa lagi jika Ziana ada, waktu untuk kamu itu lebih sedikit lagi. Hampir tidak ada malahan."

Laila terdiam. Benaknya membenarkan apa yang mama mertuanya katakan. Sebenarnya, jauh di lubuk hati Laila yang paling dalam, ia merasakan rasa iri pada Zia.

Ziana yang di nomor satukan oleh Rama. Padahal, antara Zia dan dirinya sama-sama istri Rama. Ya walaupun, dia istri sirinya Rama. Tapi, bukankah mereka sama-sama wanita. Sama-sama punya hati dan perasaan.

Melihat Laila terdiam memikirkan apa yang ia katakan, Sinta tersenyum. Ia merasa, kalau saat ini dirinya telah berhasil menanamkan rasa iri ke dalam hati Laila. Dengan begitu, usahanya tidak akan sia-sia. Karena Laila benar-benar berada di pihaknya.

"Laila." Sinta memanggil sambil menyentuh bahu Laila dengan lembut. Laila menoleh ke arah Sinta.

"Mama hanya ingin, Rama anak mama berlaku adil pada istri-istrinya. Apalagi kamu sedang hamil muda. Tidak mungkin kalau mama ikut campur dalam rumah tangga kalian dengan berbicara dengan Rama. Mama hanya bisa membantu dengan berbicara pada kamu. Seterusnya, mama serahkan pada kamu, Nak."

"Apa yang harus Laila lakukan, Ma? Laila bingung sekarang," ucap Laila sambil tertunduk pasrah.

"La, jangan tanya mama, kamu istrinya. Mama yakin kamu tahu apa yang harus kamu lakukan pada suamimu."

"Laila tidak tahu harus apa, Ma."

"Laila, berlakukan sebagai istri yang sangat mencintai suamimu. Dengan begitu, Rama pasti tidak akan merasa, kalau kamu tidak mencintainya."

Laila terdiam. Matanya menatap lurus ke depan. Ia memikirkan setiap kata yang Sinta ucapkan. Benaknya mencoba mencerna setiap perkataan itu dengan sangat hati-hati.

"La, hari sudah mulai sore, mama harus pulang dulu deh kayaknya," kata Sinta sambil bangun dari duduknya.

"Ingat, minta Rama mencarikan pembantu buat bantuin kamu mengerjakan semua pekerjaan rumah. Kamu yang sekarang sudah punya suami, jangan samakan dengan kamu yang dulu, saat masih gadis. Kamu paham kan apa yang mama katakan?"

"Iya, Ma. Laila paham," ucap Laila sambil menganggukkan kepalanya. Ia mengantarkan Sinta sampai ke depan pintu.

"Mama pulang dulu ya. Jaga calon cucu mama dengan baik," ucap Sinta sebelum masuk ke mobil.

"Ya, Ma."

Setelah kepergian Sinta, Laila memikirkan apa yang harus ia lakukan untuk membuat Rama selalu ada di sisinya. Laila resah mencari ide yang tepat untuk mengikat Rama, agar Rama selalu memperhatikannya.

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

jahat sangat bu Sinta

2023-08-17

0

Dien

Dien

beneran deh mama mertua laknat

2022-03-07

0

Masiah Firman

Masiah Firman

entar ibu mertuanya baru tau rasa kalau suaminya jg menikah lg......smg bapaknya rama.msh hidup dan jg nanti berhianat

2021-11-23

1

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!