"Uhuk, uhuk, uhuk."
Laila terbatuk mendengarkan ucapan Rama barusan. Ia tidak percaya akan menjadi penonton pertunjukan romantis yang diperankan oleh suami juga madunya. Pertunjukan romantis yang menyayat hati.
"Mas, kasihan pembantu itu, dari tadi terdiam di sana hanya melihat kita berdua bermesraan. Apa tidak sebaiknya, kita ajak dia masuk ke dalam, Mas?" tanya Zia sambil tersenyum melihat Rama.
"Tidak perlu sayang. Aku akan antar kan dia ke rumah mama sekarang juga."
"Kamu yakin mau antar kan pembantu itu sekarang, mas? Gak biarkan dia masuk, minum dan ngobrol dulu di dalam?"
"Gak usah sayang. Aku sebenarnya mau mengantarkan dia langsung ke rumah mama. Tapi tadi, mama bilang dia sedang gak ada di rumah. Makanya aku bawa dia ke sini dulu."
"Oh, emangnya mama ke mana?"
"Mungkin belanja, sayang. Tapi sekarang, pasti mama udah pulang. Jadi, aku mau antar kan dia sekarang juga ke rumah mama. Apa kamu gak keberatan jika aku tinggal sebentar saja, sayang?"
"Gak kok, mas. Aku gak keberatan. Kamu antar kan dia dulu, terus cepat pulang, ya. Ada yang mau aku bicarakan sama kamu," kata Zia sambil tersenyum manis sambil melihat Laila.
"Ya sudah, aku tinggal dulu ya, Zi. Aku gak akan lama," kata Rama sambil tersenyum dan membelai rambut Zia dengan lembut.
"Ya, mas. Hati-hati."
Rama beranjak dari tempatnya. Sebelum ia meninggalkan Zia, ia tersenyum lagi sambil melambaikan tangan pada Ziana. Lalu, ia menatap tajam ke arah Laila yang sedari tadi diam mematung tak jauh dari pintu masuk.
"Ayo!" Rama mengajak Laila pergi. Namun, Laila masih tidak beranjak dari tempatnya.
"Hei, mbak. Kok masih diam mematung di sini? Ada apa?" tanya Zia sambil menyentuh bahu Laila.
"Ti--tidak, tidak ada apa-apa. Saya permisi," kata Laila sambil beranjak mengejar Rama.
Rama sudah menunggu Laila di dalam mobil. Laila yang sangat amat kesal, menyeret kakinya agar bisa berjalan dengan cepat menuju mobil.
Sampai di mobil, Laila membuka pintu mobil, lalu membanting pintu mobil dengan sangat keras. Sehingga menciptakan bunyi yang sangat keras membuat Rama terkaget. Rama yang tahu kalau Laila sedang sangat marah, segera menjalankan mobil agar bisa meninggalkan rumah mereka dengan sangat cepat.
Sampai di persimpangan rumah mereka, Laila berteriak keras meminta Rama menghentikan mobil. Rama melakukan apa yang Laila katakan. Ia memberhentikan mobil di tepi jalan.
"Kamu kurang ajar banget, mas Rama! Tega-teganya kamu katakan pada istri pertama kamu itu kalau aku ini adalah pembantu yang kamu carikan untuk mamamu. Benar-benar bia*dab kamu mas!" kata Laila dengan suara tinggi.
Plakk ....
Sebuah tamparan mendarat di pipi Laila. Tamparan keras dari tangan seorang Rama yang terkesan sangat lembut sebelumnya.
"Ma--mas, kamu tampar aku?" tanya Laila sambil memegang pipinya. Air mata juga ikut mengalir.
"Aku, aku minta maaf. Tapi kamu sudah sangat kurang ajar Laila. Berani-beraninya kamu bicara dengan nada tinggi seperti itu padaku. Apa kamu lupa, aku ini suami kamu."
"Kamu yang lupa siapa aku, mas Rama. Saat istri kamu sudah kembali, kamu tidak ingat lagi sama aku juga anak yang ada dalam kandungan aku ini. Kamu pikir, aku gak punya hati, mas?" tanya Laila sambil terus menangis.
Mendengarkan penuturan itu, Rama merasa sangat bersalah. Ia menarik Laila ke dalam pelukannya.
"Maaf Laila, maafkan aku. Aku tidak bermaksud untuk menyakiti hatimu. Tapi, keadaan yang memaksakan aku melakukan semua ini."
"Keadaan tidak memaksa kamu, mas. Tapi kamu sendiri yang melakukan semua ini. Harusnya, aku tidak hamil sekarang, biar aku bisa pergi meninggalkan kamu, mas Rama."
"Jangan bicara seperti itu, Laila. Aku tahu kamu sakit hati. Tapi Zia, dia juga pasti sakit hati jika tahu kalau aku membawa istri siri ku kembali ke rumahnya. Aku telah mengkhianati dirinya hanya karena aku ingin mengikuti apa yang mama katakan."
"Sebenarnya, kalian berdua tidak salah. Tapi. akulah yang salah di sini. Aku yang menyebabkan kehidupan kalian berdua menjadi rumit," kata Rama dengan nada menyesal.
"Semua sudah terjadi, mas Rama. Yang harus kamu lakukan sekarang adalah, kamu bersikap adil pada aku dan istri pertama kamu itu. Jika kamu bisa adil, maka hidup keluarga kamu akan baik-baik saja."
"Aku ingin, tapi aku tidak tahu caranya," ucap Rama pasrah.
"Jujur sama mbak Zia kalau kamu punya istri dua, mas. Aku yakin, dia pasti mengerti," kata Laila.
"Tidak! Aku tidak sanggup untuk jujur pada Zia. Apalagi saat sekarang ini, aku masih belum sanggup melihat dia terluka."
"Oh, jadi kamu gak sanggup melihat dia terluka, tapi kamu sanggup melihat aku dan anak kamu ini tersiksa, begitu mas?" tanya Laila kembali kesal.
"Tidak. Bukan begitu, La."
"Terus, bagaimana mas? Jelaskan padaku agar aku mengerti!"
"Aku .... "
"Sudahlah, aku tidak ingin berdebat karena aku tahu satu hal, kamu tidak akan bersamaku jika aku tidak sedang hamil anak kamu," kata Laila sambil menatap Rama dengan tatapan tajam.
Setelah bicara seperti itu, Laila membuka pintu mobil. Dengan cepat, Rama menahan tangan Laila yang ingin ke luar dari mobil tersebut.
"Lepaskan, mas! Jangan tahan aku," kata Laila tanpa menoleh.
"Kamu mau ke mana, La?"
"Keluar."
"Keluar?"
"Ya. Aku ingin keluar dan pulang dengan jalan kaki saja. Aku cukup tahu diri untuk duduk di samping kamu dalam mobil ini," kata Laila berusaha melepaskan genggaman tangan Rama.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Dien
kalo dari awal udah mau jadi istri kedua ya harusnya sadar diri jangan ngelunjak namanya kedua ya nomer dualah gak yg pertama
2022-03-07
2
Sheng
pengen gw gampar ne bini muda,sok iyeh bett
2021-11-29
1
Masiah Firman
rata 2 yg perebut itu banyak menuntut
2021-11-23
1