*Bab 2

"Kita mau ke mana, mbak?" tanya sopir taksi tersebut, menyadarkan Ziana dari lamunan tentang semua kehidupan yang telah ia lalui bersama Rama suaminya.

Zia menghapus air mata yang jatuh di pipinya sebelum iya menjawab pertanyaan sopir taksi tersebut. Ia berusaha mengumpulkan kesadarannya yang hampir hilang akibat rasa sakit yang menyerang hatinya saat ini.

"Kita ke jalan nanas sekarang, pak!"

"Baik, mbak."

Zia membatalkan niatnya untuk pulang ke rumah. Ia memilih pulang ke apartemennya sekarang. Rencana kejutan yang ia siapkan untuk Rama, ia batalkan begitu saja.

Zia juga tidak akan menuduh Rama secara langsung meskipun dia sudah tahu apa yang telah Rama lakukan di belakangnya. Ia akan membuat Rama mengakui sendiri apa yang telah Rama lakukan. Zia ingin Rama merasa bersalah, juga menyesali semua perbuatannya yang telah mengkhianati janji suci pernikahan mereka.

Ini bukan karena ia lemah dan tunduk pada Rama atas nama cinta. Tapi ia ingin memberikan efek jera yang sangat membekas buat Rama. Biar Rama mengerti, seperti apa dirinya yang sesungguhnya.

Taksi yang ia tumpangi berhenti tepat di depan apartemen. Kebetulan, apartemen itu letaknya di depan jalan nanas. Apartemen ini adalah apartemen milik keluarga Ziana. Dulu, ketika ia sekolah, ia tinggal di sini. Alasannya karena dia ingin jadi anak yang mandiri. Makanya, ia sudah memisahkan diri saat masih remaja.

"Terima kasih, pak," ucap Ziana sambil membuka pintu mobil tersebut.

Setelah mengeluarkan barang-barang yang ia bawa. Zia berjalan menuju apartemennya. Baru saja ia ingin membuka pintu apartemen itu, ponselnya berdering, menandakan ada sebuah panggilan masuk yang harus ia jawab.

Zia mengeluarkan ponsel tersebut dari tasnya. Di sana tertera nama suamiku yang sedang memanggil. Zia terdiam menatap layar ponsel tersebut. Rasa sakit itu terlalu besar, sehingga ia tidak sanggup untuk berbicara dengan Rama untuk saat ini.

Setelah panggilan pertama tidak mendapat jawaban, Rama melakukan panggilan kedua. Ia mencoba menghubungi Zia sampai beberapa kali. Namun Zia tetap tidak mengangkatnya.

Merasa tidak dapat jawaban. Rama segera mengirim pesan singkat pada Ziana.

*Sayang, kamu di mana? Lagi sibuk ya sekarang? Nanti, kalo udah gak sibuk, hubungi aku ya. Aku tunggu. I love you, sayang.*

Begitulah isi pesan singkat yang Rama kirimkan pada Zia. Ia bersikap semanis mungkin sehingga Zia merasa semakin sakit saat pesan singkat itu datang. Entah apa yang ada dalam benak Zia saat ini, ia tiba-tiba saja memilih menghubungi Rama.

"Halo sayang," ucap Rama di seberang sana.

"Ha--halo, mas. Kamu lagi apa?" tanya Zia sambil menahan rasa sakit yang ada dalam hatinya.

"Aku lagi duduk-duduk aja, sayang. Kalo kamu, sayang?"

"Sama." Zia menjawab singkat.

"Sayang, kamu baik-baik aja, kan?" Rama bertanya dengan nada cemas. Soalnya, Zia tidak pernah bicara dengan nada cuek dan singkat seperti itu.

"Aku, baik-baik saja." Zia mengigit bibirnya agar isak tangisan tidak terdengar oleh Rama.

"Mas, tadi kamu ke mana? Kok gak jawab panggilan aku?"

"Oh, itu, aku lagi ke rumah mama, sayang. Mama sedang tidak enak badan. Jadinya, aku bawa mama ke rumah sakit. Aku lupa bawa ponsel ku tadi. Maaf ya."

'Apa kamu bilang, kamu ke rumah mamamu? Heh, yang benar saja, mas Rama. Jadi, selama ini, seperti inilah kamu membohongi aku, mas?' tanya Zia dalam hati. Kini, hatinya semakin hancur saja rasanya.

"Sayang." Rama memanggil Zia karena setelah jawaban itu, ia tidak mendengarkan suara Ziana lagi.

"Sayang, kamu baik-baik aja bukan? Ada apa sih sayang? Jangan buat aku cemas, dong?"

"Aku baik-baik saja, mas. Oh ya, sudah dulu. Aku banyak urusan yang harus aku selesaikan."

"Ya sudah. Jangan lupa makan dan juga jangan lupa istirahat, ya sayang. Satu lagi, jangan lupakan, mas di sini. Mas kangen banget sama kamu. Cepat pulang ya," kata Rama bicara dengan nada semanis mungkin. Seolah-olah, ia memang suami terbaik yang sangat merindukan istrinya.

"Ya." Zia menjawab singkat, lalu mematikan sambungan ponselnya.

"Sayang, kamu lupa .... "

"Yah, kamu lupa kiss nya, sayang," kata Rama sambil melihat layar ponselnya.

Rama merasa ada yang aneh dengan Ziana hari ini. Selama ia mengenali Zia, Zia istrinya tidak pernah seperti ini. Walau sesibuk apapun Zia, ia tidak pernah mengabaikan Rama. Ia selalu punya waktu dan cara untuk membuat Rama bahagia.

Sementara itu, Zia menangis di sudut apartemennya. Dengan memeluk kedua lutut, Ziana menyalurkan semua kesedihan melalui air mata yang mengalir deras.

"Kamu jahat mas Rama. Kamu sangat jahat!" ucap Ziana sambil memeluk erat lututnya.

Hampir tiga puluh menit lamanya, Zia berdiam diri dengan menyembunyikan wajah pada kedua lututnya. Sebuah panggilan masuk, menyadarkan Zia akan apa yang ia lakukan.

Ziana dengan sangat malas bangun, lalu mengambil ponselnya yang ia lempar di atas kasur tadi. Di sana tertera nama Restu, sekretaris sekaligus tangan kanan yang sangat Zia percayai. Ia tangan kanan yang bisa Zia andalkan selama ini. Tugas yang Zia berikan, selalu bisa ia selesaikan dengan baik.

Ziana mengangkat panggilan itu dengan cepat. Terdengarlah suara seorang laki-laki yang sedang berada di seberang sana.

"Halo, mbak Zia. Mbak di mana sekarang?" tanya Restu di seberang sana.

"Aku .... "

"Mbak, ada apa? Mbak Zia kenapa?" tanya Restu cemas.

"Aku baik-baik saja, kok Restu." Zia menarik napas panjang.

"Bisa kamu datang ke sini? Ke apartemenku di jalan Nanas. Aku di apartemen sekarang."

"Ba--baiklah, mbak. Aku akan ke sana sekarang."

Meskipun merasa penasaran dengan apa yang telah terjadi pada Ziana, tapi Restu memilih tidak mengulangi pertanyaannya pada Zia. Setelah sambungan telepon terputus, ia bergegas meninggalkan rumahnya menuju alamat yang Zia katakan.

Sementara itu, Rama masih terduduk bingung memikirkan apa yang baru saja terjadi. Perubahan Zia barusan, membuat hatinya merasa tidak tenang. Ia merasa, ada sesuatu yang tidak beres terjadi pada Zia saat ini. Zia sepertinya sedang menyembunyikan sesuatu darinya.

Dalam kebingungan itu, Sinta datang. Sinta adalah mama Rama. Saat ia melihat anaknya tidak menyambut kedatangannya, ia merasa ada heran. Ia menghampiri Rama yang sedang duduk di atas sofa ruang keluarga.

"Ram." Sinta memanggil Rama sambil menyentuh pundaknya.

"Eh, mama. Kapan mama datang?" tanya Rama agak kaget dengan kehadiran sang mama.

"Baru aja. Mama panggil-panggil kamu, tapi kamu nya gak muncul-muncul juga. Untung ada bik Imah yang bukain pintu, kalo nggak, mungkin mama bisa jamuran nungguin kamu di luar," kata Sinta sambil duduk di samping Rama.

"Maaf, Ma. Aku gak dengar."

"Ya iyalah kamu gak dengar Ram, orang kamu melamun di sini. Mana mungkin mendengarkan panggilan mama."

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

jahat kau Rama 😠😠

2023-08-17

0

Sulati Cus

Sulati Cus

sayang 2 palamu peyang

2022-07-11

0

SOO🍒

SOO🍒

nyimak

2022-04-28

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!