Rama mencoba menghubungi Ziana berulang kali. Namun, nomor ponsel Ziana masih tidak aktif dari tadi sore hingga malam menjelang.
"Zia, apa yang terjadi sayang? Di mana kamu sekarang? Jangan bikin aku khawatir seperti ini," kata Rama bicara pada dirinya sendiri.
Rama resah sambil terus mengutak-atik ponselnya. Ia coba hubungi nomor Zia berulang kali, tapi tetap saja, nomor itu masih tidak aktif sampai detik ini.
"Ya Tuhan ya Tuhan ya Tuhan. Apa yang terjadi pada Zia sebenarnya? Kenapa nomornya masih tidak aktif juga. Ini untuk yang pertama kalinya Ziana berlaku seperti ini," kata Rama sambil menyapu kasar wajahnya.
"Semoga tidak ada hal buruk yang terjadi pada istri ya Tuhan. Aku mohon. Aku sangat mencemaskan nya."
Dalam kepanikan itu, tiba-tiba ia teringat sama seseorang yang mungkin tahu apa yang terjadi pada Zia. Ia langsung menghubungi orang tersebut dengan cepat. Sambil berharap, kalau orang yang ia hubungi akan memberi kabar baik buat durinya.
Beberapa kali ia coba menghubungi, barulah orang itu mengangkat panggilan darinya. Rama sedikit lega saat orang yang ia hubungi menjawab panggilan darinya.
"Halo."
"Halo Restu."
"Ya. Ada apa, mas Rama?" tanya Restu di seberang sana.
"Restu, apa kamu tahu kenapa nomor Zia gak aktif dari tadi siang sampai malam ini? Apa dia ada kerjaan mendadak yang harus ia selesaikan, sampai-sampai ia mematikan nomornya karena tidak ingin ada yang menganggu?" tanya Rama panjang lebar.
"Maaf mas Rama. Saya tidak tahu."
"Lho, kok tumben banget kamu gak tahu soal Zia. Bukankah semua jadwal Zia kamu yang atur? Meskipun Zia berada di luar negeri. Semuanya kamu yang urus bukan?" Rama mendadak kesal.
"Maaf mas Rama. Saya memang yang mengatur semua jadwal kerjanya mbak Ziana. Tapi, saya tidak mengatur hal pribadinya mbak Zia. Sekali lagi maaf. Saya harus tutup dulu karena ada banyak pekerjaan yang harus saja selesaikan. Assalamualaikum," ucap Restu langsung memutuskan panggilan setelah ia memberi salam, tanpa menunggu Rama menjawab terlebih dahulu salamnya.
"A ... waalaikumsalam." Rama melihat layar ponselnya dengan rasa kesal.
"Tumben banget Restu bicara dengan nada kesal seperti ini padaku. Ada apa ini sebenarnya?" tanya Rama pada dirinya sendiri.
Dua puluh menit kemudian. Panggilan masuk dari Zia mengubah rasa cemas Rama menjadi rasa bahagia. Ia yang sedari tadi resah dan tidak bisa berhenti mencemaskan Ziana, kini merasa lega ketika nama Zia terpajang jelas di layar ponselnya. Dengan cepat, Rama menjawab panggilan itu.
"Halo sayang. Kamu ke mana sih? Aku sangat mencemaskan keadaan kamu, Yank. Apa yang terjadi? Apa kamu baik-baik saja?" tanya Rama bertubi-tubi setelah ia menjawab panggilan Ziana.
"Aku baik-baik saja, mas. Gak perlu mencemaskan aku, karena aku akan selalu baik-baik saja," ucap Ziana dengan nada kesal walau sebenarnya, dia berusaha keras bersikap lembut saat menghubungi Rama.
"Sayang."
"Hm ... ada apa?"
"Kamu yakin kalo kamu sedang baik-baik saja sekarang?" tanya Rama curiga.
"Ya, aku yakin sekali, mas."
"Zi. Ada yang tidak baik dari nada suara kamu ini sayang. Jangan menyembunyikan sesuatu dari mas Ziana. Mas merasa, ada yang tidak beres dari nada bicara kamu ini. Mas juga merasa, ada yang kamu sembunyikan dari mas Ziana."
Belum sempat Ziana menjawab apa yang Rama katakan, Laila mengirim pesan melalui WA. Pesan singkat yang ia kirimkan adalah bentuk protesnya pada Rama setelah ia menghubungi Rama berkali-kali, namun Rama tidak menjawab panggilan darinya.
*Mas, tolong. Aku sakit banget. Tolong datang ke sini segera. Aku sudah gak kuat lagi.*
Begitulah bunyi pesan singkat yang Laila kirimkan pada Rama. Pesan yang membuat Rama beralih mencemaskan keadaan Laila seketika.
"Zi, nanti kita bicara lagi. Mas harus ke luar sebentar karena ada hal mendesak yang harus mas selesaikan," ucap Rama dengan nada panik.
Rama langsung memutuskan sambungan ponsel tanpa menunggu jawaban dari Ziana. Hal itu membuat hati Zia semakin terluka parah saja. Sambil menatap ponsel yang sudah tidak ada suara Rama lagi di sana, Zia menangis mengingat apa yang telah Rama lakukan padanya barusan.
"He, kamu bilang ada urusan mendesak, mas? Aku nyesal telah menghubungi kamu barusan. Harusnya, aku gak melakukan hal bodoh ini," kata Zia sambil menyeka air mata yang terus saja mengalir.
'Sejak kapan aku jadi wanita lemah seperti ini? Sejak kapan aku jadi wanita yang suka mengalah dan hidup dalam penindasan? Tidak. Aku Ziana. Aku bukan wanita lemah,' ucap Ziana dalam hati.
Ia menghapus kembali air mata yang tumpah. Dengan cepat, ia menghubungi Restu.
"Halo, mbak. Ada apa?" tanya Restu cepat.
"Res, mbak butuh bantuan kamu."
"Bantuan apa, mbak? Katakan saja!"
"Ikuti mas Rama!"
"Baik, mbak."
Tanpa banyak bertanya, Restu melakukan apa yang Zia katakan. Setelah panggilan terputus, ia langsung melacak keberadaan Rama menggunakan nomor ponsel Rama.
Tidak butuh waktu lama bagi Restu untuk menemukan keberadaan Rama. Restu yang memang lihai dalam melacak keberadaan seseorang, dengan menggunakan sosial media dan nomor ponsel, dengan mudah menemukan keberadaan Rama.
Restu mengikuti mobil Rama yang melaju dengan kecepatan sedang. Sepertinya, mobil itu Rama kendarai dengan perasaan cemas. Sehingga, Rama membawa mobil dengan kecepatan sedang, padahal, jalan yang ia lalui sedikit berbahaya.
"Mau ke mana mas Rama?" tanya Restu pada dirinya sendiri.
Sementara itu, Rama memang sedang dalam keadaan cemas. Saat pesan itu ia dapatkan, dalam hatinya hanya ada kekhawatiran akan keadaan Laila dan calon bayi yang ada dalam kandungan Laila. Ia takut kalau sesuatu yang buruk terjadi pada anaknya yang ada dalam kandungan Laila.
"Ya Tuhan, semoga Laila dan calon anakku baik-baik saja," ucap Rama dengan sangat cemas.
Ketika sampai di depan rumah, Rama dengan cepat keluar dari mobil. Lalu, dengan langkah besar lebih mirip berlari, ia menghampiri pintu rumah sambil memanggil nama Laila.
"Laila!"
"Apakah kamu ada di dalam Laila? Buka pintunya, Laila!" ucap Rama sambil memukul-mukul pintu rumah dengan keras juga panik.
Pintu terbuka sambil memunculkan Laila dengan wajah sedih. Saat melihat Rama yang ada di hadapannya, Laila segera menghambur ke dalam pelukan Laila.
"Mas Rama."
"Laila, ada apa? Apa kamu baik-baik saja?" tanya Rama sambil membalas pelukan Laila.
"Aku takut, mas. Takut banget," ucap Laila sambil menangis juga mempererat pelukannya.
"Takut kenapa? Apa yang terjadi sebenarnya?"
"Mas, aku takut sendirian. Tadi, saat lampu mati, aku tiba-tiba melihat bayangan hitam di sekitar belakang jendela. Aku takut mas Rama."
"Apa! Bayangan hitam?"
"Iya, mas. Bayangan hitam yang menyeramkan. Aku takut."
"Ya sudah, biar aku lihat ada apa sebenarnya," kata Rama sambil berusaha melepaskan pelukan Laila.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
Laila penipu
2023-08-17
0
Ibelmizzel
modus.
2022-08-19
0
Sulati Cus
km yg bikin zia g baik2 saja
2022-07-11
0