*Bab 20

Ziana mengikuti apa yang Restu katakan. Ia kembali ke apartemennya, dengan langkah pelan. Zia berjalan sambil tertunduk sedih. Ia ingin sekali menjadi wanita kuat. Tidak memikirkan tentang masalah rumah tangga yang hancur berkeping bak kaca pecah.

Sayangnya, ia tidak bisa. Setiap ia berusaha ingin melupakan masalah rumah tangganya, dan fokus pada pekerjaan yang sekarang ia titipkan pada Restu, masalah itu selau muncul dalam benaknya. Seperti bayang-bayang yang selalu mengikuti Zia ke mana pun ia pergi.

'Tuhan, aku ingin keluar dari masalah ini. Aku mohon lepaskan aku. Berikan aku jalan keluar agar aku bisa bangkit dari keterpurukan ini. Aku ingin jadi wanita kuat, yang tetap tegar saat ujian seberat apapun datang,' ucap Ziana dalam hati sambil berjalan tertunduk.

Pukkk ....

Kepala Zia menabrak punggung seseorang yang sedang berada di depannya. Dengan cepat, Zia melihat apa yang sudah menjadi penghalang langkahnya.

Kebetulan sekali, saat Zia mengangkat kepalanya, orang yang Zia tabrak juga memutar tubuh untuk melihat siapa yang sudah berani menabrak dirinya. Mata mereka berdua saling tatap untuk beberapa saat.

"Zia."

"Zein." Zia melihat ke samping untuk menghapus air matanya, agar Zein tidak melihat air mata itu.

"Maafkan aku Zein. Aku gak sengaja. Aku .... "

"Kamu kenapa? Kamu sedang buru-buru lagi? Iya?" tanya Zein lebih mirip mengejek.

"Tidak. Aku .... "

"Udah, gak papa. Tabrak aja aku sesuka kamu, Zia. Aku gak papa kok," kata Zein mencoba menghibur Zia ketika melihat wajah sedih yang Zia tunjukkan.

Ziana tidak menjawab. Ia berusaha menenangkan hati agar tidak menunjukkan kesedihannya pada Zein. Saat itulah, Zein melihat bekas air mata yang masih tersisa di pelupuk mata Zia.

"Zia, kamu kenapa? Apa ada masalah?" tanya Zein prihatin.

"Aku gak papa. Permisi," ucap Ziana sambil beranjak meninggalkan Zein.

Zein ingin mencegah kepergian Zia. Tapi ia sadar, ia tidak bisa melakukan hal itu. Usai pertemuan mereka yang singkat menjadi penyebabnya.

"Duh hati, kenapa kamu seperti ini saat melihat dia? Apa yang ada padanya sehingga kamu benar-benar ingin tahu semua tentang dia? Kamu gak tahu, kita baru pertama bertemu. Baru pertama kali, ingat itu," kata Zein pada dirinya sendiri.

"Ssstt, lo ngomong sama siapa sih Zein?" tanya

Riska yang datang dari belakang.

"Hah, ngo--ngomong? Nggak ngomong sama siapa-siapa. Kamu salah dengar kali," ucap Zein berbohong.

"Lah, barusan aku dengar kamu bicara Zein."

"Nggak kok. Udah, kamu lama banget, kamu bikin aku jamuran nunggu kamu di sini. Apa kamu gak suka aku datang ke tempatmu?" tanya Zein.

"Ih, gak gitu kok Zein. Aku itu senang banget kamu datang. Itu tandanya, kamu masih ingat sama aku, sahabat masa kecil kamu," kata Riska sambil menoel dada Zein.

"Senang, tapi kamu kok bikin aku jamuran nungguin kamu di sini. Udah tahu aku datang, tapi kamu malah pergi ninggalin aku."

"Lah, aku pergi kan cari makan buat kita. Kalo aku gak keluar, aku gak bisa ajak kamu makan di rumah aku dong."

"Emangnya ini jaman apa sih, Ris? Kamu gak punya ponsel apa? Gak bisa pesan makan dari rumah aja."

"Gak bisa, makanya aku keluar. Jika bisa, sudah pasti aku gak perlu susah-susah lagi ke luar rumah. Kamu lupa, ponsel aku itu rusak. Ya kamu yang janjinya mau belikan aku ponsel, eh malah lupa sama janji," kata Riska memasang wajah manyun karena ngambek.

Zein senyum gak enak. Ia merasa bersalah karena telah melupakan janjinya pada Riska. Sebenarnya, dia tidak lupa sama apa yang ia janjikan pada sahabat masa kecilnya ini. Hanya saja, apa yang telah ia janjikan, sudah rusak. Tidak mungkin untuk ia berikan lagi.

"Uh, ya sudah, jangan diingat lagi. Aku tahu kamu gak akan melupakan apa yang kamu janjikan jika tidak ada halangan. Aku maklum, karena aku tahu siapa kamu."

"Kamu yakin? Kamu tahu siapa aku?" tanya Zein memastikan kalau sahabatnya ini memang mengenal dirinya dengan sangat baik.

"Ya jelas yakin. Aku tahu siapa kamu. Aku kenal baik bagaimana sahabat aku. Kita berteman sejak kecil, bukan? Jadi, aku juga tahu kalau sekarang, kamu punya masalah dengan hatimu," kata Riska sambil membuka pintu apartemennya.

"Apa? Kamu bilang aku sedang bermasalah dengan hati? Bagaimana kamu tahu kalau aku sedang bermasalah dengan hatiku?" tanya Zein tak percaya dengan apa yang Riska katakan.

"Seperti yang aku katakan barusan, aku kenal kamu sejak kecil. Aku aku tahu siapa kamu. Ayo masuk!"

"Gila. Kamu bisa aja, Ris. Bisa bohongnya," ucap Zein sambil mengikuti langkah Riska masuk ke dalam.

"Eh, malah bilang aku bohong lagi. Udah, gak perlu menyembunyikan semuanya dari aku. Nanti, kalo ada masalah, baru deh tanya aku. Niatnya mau cari solusi. Telat Bambang," kata Riska sambil bicara keras di kuping Zein.

"Aduh ... kapan waras nya ini sabahat aku. Dari kecil sampai sekarang, sifatnya gak berubah-rubah."

"Jika berubah, itu jelas bukan Riska sahabat kamu, Bambang."

"Huh." Zein tidak punya kata untuk menjawab perkataan Riska. Sudah menjadi takdir Zein yang selalu kalah dari Riska.

Sementara itu, Zia sedang berusaha menenangkan hatinya. Ia tidak ingin jadi wanita lemah yang hanya bisa menangis dan tidak bisa berbuat apa-apa saat ditindas.

"Ayo, Zi! Sekarang kamu harus bangkit dari keterpurukan ini. Tidak usah menangis dan jangan bersedih lagi. Kesedihan dan air mata, bukan solusi untuk menyelesaikan semua masalah yang sedang kamu hadapi," kata Zia pada dirinya sendiri.

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

mantap Zia bangkit dari keterpurukan mu..lawan mereka..

2023-08-17

0

Noni Kartika Wati

Noni Kartika Wati

ayok Zia bangkit jangan lemes,,

2021-12-31

0

Masiah Firman

Masiah Firman

tdk udah pulang ke rumah kamu Zia .....langsung jual saja

2021-11-23

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!