"Aku takut, Mas. Aku takut jika mbak Zia akan menyakiti aku lagi, jika aku tinggal satu rumah sama kalian," ucap Laila terus memasang wajah takut.
"Laila-Laila, tenang! Sekarang lihat aku baik-baik. Aku akan jaga kamu dengan sebaik mungkin. Aku gak akan biarkan Zia menyakiti kamu lagi untuk yang kedua kalinya. Kamu gak usah takut sama Zia. Ada aku," kata Rama sambil memegang wajah Laila dengan lembut.
"Tidak, Mas. Aku tidak yakin kamu mampu jaga aku. Karena aku tahu, kamu sangat mencintai mbak Zia selama ini. Buktinya saja, kamu gak berani bawa dia ke jalur hukum karena dia telah membunuh anak kita."
"La, tidak semudah itu mau bawa seseorang ke
jalur hukum. Setiap masalah yang ingin dibawa ke jalur hukum itu harus ada buktinya. Aku janji sama kamu, aku akan jaga kamu sebisa aku. Gak akan aku biarkan Zia atau siapapun menyakiti kamu lagi. Lagipula, aku sudah menggantung Zia tak bertali kan?"
"Laila, Rama benar. Dia pasti mampu menjaga kamu dari istri pertamanya itu. Kamu gak usah cemas ya, Nak. Mulai sekarang, Rama akan selalu ada di sisi kamu," ucap Sinta seolah-olah membantu Rama. Padahal sebenarnya, ia sedang membantu Laila.
"Tapi, Ma .... "
"Ssttt. Sudah. Jika kamu tinggal sama Rama, kemungkinan untuk kamu disakiti oleh Zia lebih kecil dari pada saat kamu tinggal sendirian. Kamu pikirkan baik-baik, apa yang mama katakan barusan. Pertimbangkan semua kemungkinan. Zia gak akan bisa nyakitin kamu selama Rama ada di sisi kamu. Malahan, jika kamu tinggal sendirian, peluang Zia menyakiti kamu lebih besar karena Rama jarang ada bersama kamu."
Laila terdiam. Ia seolah memikirkan apa yang Sinta ucapkan barusan. Padahal, sebenarnya, ia sangat bahagia saat mendengar Rama mengajaknya untuk tinggal satu rumah dengan Rama. Ia sudah membayangkan sebelumnya, betapa bahagia menjadi seorang nyonya di rumah mewah seperti rumah Rama.
Laila tidak peduli rumah itu dibeli atas nama Zia atau Rama. Yang jelas, ia ingin tinggal di rumah itu sebagai nyonya rumah. Jika perlu, ia akan singkirkan si pemilik rumah secara perlahan agar rumah itu menjadi milik dia seutuhnya.
"Bagaimana Laila? Kamu setuju kan dengan saran yang aku berikan. Kamu sudah pikirkan bukan, apa yang mama katakan barusan?" tanya Rama penuh harap.
"Baik, Mas Rama. Aku setuju untuk tinggal satu rumah dengan kamu dan mbak Zia. Tapi aku minta, kamu harus dengarkan dan ikuti apa yang aku katakan. Kamu juga harus jaga aku dengan sangat baik. Aku gak mau kalau sampai istri pertama kamu malahan semakin leluasa menyakiti aku jika kita tinggal satu rumah. Karena aku sangat takut sama istri pertama kamu itu, Mas."
"Baiklah, aku akan ikuti apa yang kamu minta. Kamu tenang saja, aku gak akan biarkan Zia macam-macam sama kamu. Aku janji."
"Ya sudah, aku akan temui dokter yang merawat kamu dulu. Aku mau menanyakan kapan kamu boleh pulang ke rumah."
"Ya, Mas. Jangan lama-lama ya."
"Gak akan lama. Kamu tenang saja," ucap Rama sambil membelai rambut Laila.
"Ma, titip Laila sebentar. Aku gak akan lama."
"Ya. Kamu tenang saja. Mama akan jaga Laila dengan baik. Sebagai sesama perempuan, mama tahu betul bagaimana rasanya sakit dan kehilangan. Jadi, kamu tidak perlu cemas."
"Terima kasih banyak, Ma."
Sinta tersenyum sambil mengangguk, sedangkan Rama, ia beranjak meninggalkan kamar rawat inap tersebut. Rasa bersalah yang ada dalam hati Rama menutupi rasa cintanya pada Zia. Meskipun ia sangat mencintai Zia, tapi jika ingat apa yang Zia lakukan, dia merasa benci pada Zia.
Setelah punggung Rama tidak terlihat lagi. Sinta dan Laila saling pandang, kemudian sama-sama tertawa bahagia. Mereka juga melakukan tos ria sangking bahagianya.
"Ya Tuhan, ya Tuhan. Aku gak nyangka banget lho, Ma. Mas Rama malah menawarkan aku untuk tinggal di rumah mewah dengan dia," kata Laila sangat bahagia.
"Iya, mama juga gak nyangka kalau Rama malah menawarkan kamu tinggal dengan dia. Mama juga gak nyangka lho tadi, kamu menolak ajakan Rama. Tapi kenyataanya, kamu menolak cuma sekedar cari muka lagi aja."
"Realita dong, Ma. Mana mungkin aku mau nolak ajakan mas Rama untuk tinggal satu rumah dengan dia. Nolak diajak tinggal satu rumah dengan mas Rama, sama aja aku nolak gunung emas yang ada di depan mata."
"Ya kali aja kamu gak waras gitu. Nolak diajak tinggal satu rumah, karena kamu mau dibelikan rumah mewah yang lainnya dari Rama. Yang dibeli atas nama kamu, bukan nama istri pertamanya itu."
"Gak ah, dari pada aku minta dibelikan rumah baru sama mas Rama, mending aku minta dibelikan perhiasan yang banyak, atau minta uang yang banyak dari mas Rama. Meskipun rumah itu dibeli atas nama mbak Zia, emangnya aku peduli dengan siapa pemilik rumah itu? Ya jelas, aku bisa tinggal di dalam rumah itu sebagai nyonya rumah."
'Benar-benar gak waras ini perempuan. Beraninya dia ngomong gitu di depan aku. Apa dia lupa aku ini mamanya Rama?' tanya Sinta dalam hati sambil tersenyum tidak enak.
______
Dua hari kemudian, Laila sudah diizinkan pulang ke rumah. Rama benar-benar membawa Laila pulang ke rumah mereka. Saat bik Imah melihat Rama membawa Laila, bik Imah kaget. Ia tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga majikannya ini.
"Bik, di mana Zia?" tanya Rama saat melihat bik Imah terdiam mematung.
"Nyonya gak ada di rumah tuan Rama. Dia belum pulang sejak kemarin."
"Oh Gitu. Oh ya, kenalin, ini Laila, nyonya baru rumah ini. Mulai sekarang, dia akan tinggal di sini bersama kita."
"Nyo--nyonya baru?" tanya bik Imah tak mengerti.
"Sudah, jangan banyak tanya. Lakukan saja pekerjaan kamu dengan baik. Kamu di sini bekerja untuk mencari uang bukan?x tanya Sinta yang baru saja masuk ke dalam rumah.
"Nyonya besar." Bik Imah tertunduk saat melihat Sinta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
Erlinda
ternyata dugaan ku benar sinetron kumenangiiis lagi .sorry Thor aq stop sampai disini
2023-01-05
0
ilis Nurjanah10
mertua sama mantu sama" ga waras,,
2022-09-12
0
Ibelmizzel
kok bisa katany itu rumah zia.panas hatiku.
2022-08-19
0