"Apa kau gila?
"Bagaimana jika iblis itu berhasil menguasai diri Melin?!" bentak Lastri pada Adrian.
Wanita paruh baya itu mendengar semua pembicaraan Melin dan Adrian.
"Melin buka induk, tapi dia adalah anak itu.
"Melin adalah tumbal!" ujar Adrian dengan nada datar yang lemah.
Lastri seketika syok, tubuhnya bergetar dan tak dapat berdiri tegak. Serasa jantungnya tak memompa darah lagi, tubuhnya melemas dan terduduk di lantai.
"Tapi aku akan melindunginya.
"Meski nyawaku taruhannya!" ujar Adrian.
Lelaki gagah itu segera melanjutkan langkah kakinya ke kamarnya. Kamar Adrian terletak di bangunan paling belakang rumah ini.
.
.
Di atas tempat tidurnya Melin sedang asik memandangi layar ponselnya. Dia menunggu pesan dari Jendral, dia berharap cowok itu menghubunginya secepatnya.
Sinar terang dalam ponselnya, menyorot wajah ayunya. Sinyal 3G yang membuat kualitas jaringan di ponsel Melin lemot. Aplikasi chat yang bisa digunakan juga adalah aplikasi-aplikasi chat yang ringan. Begitulah keadaannya, di Desa pelosok Sumatra.
Akses darat atau jaringan data, sarana serta insfratuktur transportasi yang tak mendukung sama sekali. Padahal daerah ini kaya akan berbagai sumber daya, dari pertanian hingga tambang. Komoditi yang beragam, tapi pembangunan yang sepertinya tak merata di setiap daerahnya.
Karena pemerintah tak memperhatikan, atau pemerintah mengabaikan. Memasukkan beberapa hak rakyat ke dalam kantung mereka sendiri. Membuat daerah dengan kekayaan yang melimpah ini, tampak gersang tanpa disentuh dengan kasih sayang dan peradaban.
"Anjimmmm, kenapa cowok tadi nggak chat-chat gue!" Melin sudah merasa kesal dengan ponselnya.
Glungggggggg
Suara khas dari aplikasi tertentu mengetarkan ponsel Melin.
_Ini nomerku Jendral_
Itu isi pesan yang dikirim oleh Jendral. Setelah membacanya, Melin segera mengerahkan kedua jempolnya untuk membalas pesan chat dari Jendral tersebut.
_Besok hari minggu, apa elu sekolah?_
Melin memang suka memanfaatkan orang lain, tapi jika mengganggu kegiatan keseharian orang itu. Dia juga merasa sungkan.
_Enggak, ada apa ya_
Balasan chat dari Jendral itu membuat hati dan otak Melin merasakan. Angin segar yang melewati dua organ v.ital tubunhya itu.
_Bisa kita ke tempat orang gila yang menyerangku di pasar?_
Melin sudah tak sabar dengan niat dan tujuannya. Tentu saja gadis kota itu, tak memberikan nomornya dengan alasan receh. Seperti suka, apa lagi jatuh cinta.
Sementara di lain tempat, duduklah dua sahabat karip di ruang tamu rumah Sandi. Jendral dan sahabatnya itu sedang memandangi ponsel Jendral.
"Ternyata dia cuma mau nemuin Bulek Arinda !" ujar Sandi.
Rumah Sandi dan Arinda tak jauh. Bulek adalah sebutan untuk orang yang jauh lebih tua dari kita, tapi lebih muda sedikit dari orang tua kita.
"Emang kamu mikirin apa dari tadi?!" tanya Jendral.
"Kupikir, cewek cantik itu jatuh cinta sama kamu!" ujar Sandi.
"Ngawur!" Jendral menempeleng kepala sahabatnya di sebelahnya.
_Oy ini penting. Tolong antar gue ke rumah orang gila itu_
Melin mengirim pesan lagi, karena harus ada obrolan dari dua cowok SMU itu. Balasan chat pada Melin jadi tersendat sebentar, tapi gadis manis itu sepertinya sudah tak sabar untuk mendengar kesediaan Jendral. Bantuan lelaki muda itu sangat penting untuk kelangsungan hidup Melin, setidaknya Melin percaya akan hal itu.
_Baiklah, besok akan kuantar kau ke sana_
Balas Jendral.
_Subuh, elu datang ke depan rumah gue ya. Gue nggak punya banyak waktu!_
Balasan Melin membuat Jendral sedikit berpikir, apa gadis ini tau jika dia adalah gadis yang akan ditumbalkan.
_Baiklah_
Itu yang diketik Jendral.
"Kenapa aku langsung setuju!" gerutu Jendral.
"Somplak, dia sendiri yang ngetik," sahut Sandi.
Kini tempelengan ringan bergantian mendarat di kepala Jendral. Tak dihiraukannya, Jendral malah sibuk pada ponselnya. Ingin dia hapus pesan yang baru saja ia ketik untuk Melin itu.
Percuma meski bisa, Melin sudah membaca pesan itu. Karena jawaban baru saja dikirim oleh bocah cantik itu.
_Trimakasih banyak, akan gue bales kebaikan loe nanti❤❤❤_
Emoticon hati, yang diketik oleh Melin di akhir kalimat chatnya. Sontak membuat jantung Jendral berdegup cepat. Tanda hati dengan warna merah cerah itu, sukses membuat Jendral baper tingkat kabupaten.
Penyesalan akan kesediaannya untuk mendampingi sang pujaan hati, pergi ke kediaman Arinda pun sirna sepenuhnya. Modal dusta yang belum pernah dia pelajari sebelumnya, jadi senjata ampuhnya.
'Mari OTW kemana pun, akan kujabani. Asal itu sama kamu' hanya kalimat ini yang mengisi otak Jendral saat ini.
.
.
.
.
Tak bisa tidur, kedua insan itu berkedip melihati arah berjalannya jarum jam di dinding. Tentu di ruang yang berbeda, Melin di kamarnya sementara Jendral juga di kamarnya sendiri.
Sampai telinga keduanya juga mendengar lafalan panggilan Sholat yang menggema keras. Suara merdu dan syahdu, yang biasa disambut oleh Melin dengan tarikkan selimut untuk tidur lebih nyenyak. Kini dia berdiri bangun dan bergegas ke kamar mandi.
Entah malaikat mana yang merasukinya, tanpa diomeli dulu oleh bundanya. Gadis itu mengambil air Wudhunya dan melanjutkan ibadah Sholat Subuh di kamarnya sendiri.
"Yaaaa, Allah tolong selamatkan aku!" hanya kata-kata itu yang dilafalkan Melin sebagai permintaa, semoga Sang Maha Kuasa mau mengabulkannya.
Detik berikutnya Melin keluar dari jendela kamarnya, kedua kaki Melin mendarat dengan mulus di atas tanah samping rumah Adrian. Melin mengendap-endap pelan, menyusuri dinding samping rumah papan itu.
Rencananya dengan Jendral adalah rahasia. Dia tak ingin bundanya, apa lagi omnya tau akan hal yang ingin dia lakukan pagi-pagi buta begini.
Melin berhasil, keluar dari area rumah itu tanpa ketahuan siapa pun. Melin segera pergi berjalan ke arah kanan dan Jendral sudah menunggu dia di pertigaan depan. Tempat Melin menghentikan sepeda motor Jendral pagi kemarin.
"Kenapa kamu ingin ke rumah Bulek Arinda?" tanya Jendral pada Melin.
"Hanya mau lihat aja!" ujar Melin.
Jendral menaikkan topi hoodie yang dikenakan oleh Melin, dia lalu berjalan di samping cewek tomboy itu.
"Apa kamu nggak dengar tentang Hujan Teluh, yang sedang terjadi di Desa ini?" tanya Jendral pada Melin.
Tak ingin dikuasai rasa penasaran yang menyakitkan lebih lama lagi. Jendral memberanikan diri menanyakan hal krisan itu pada Melin.
"Apa benar kutukan bodoh itu ada?" Melin malah balik tanya.
"Akhir-akhir ini, banyak orang meninggal dengan cara keji di Desa ini!
"Mau percaya atau tidak, tapi susah untuk tak percaya!" ujar Jendral.
"Kamu tau tentang ritual Hujan Teluh itu?" tanya Melin.
"Nggak terlalu tau, tapi aku pernah mendengar. Tumbalnya hanya satu orang, bukan dua!" ujar Jendral.
"Maksutmu?" Melin masih tak faham.
"Banyak rumor beredar, yang ditumbalkan harus sepasang kekasih yang saling mencintai.
"Tapi ada juga yang bilang. Tumbalnya hanya satu orang gadis!" ujar Jendral.
"Lalu yang benar yang mana?" tanya Melin.
Mereka masih berjalan santai menuju rumah Arinda, yang berada di RT yang berbeda. Jadi jarak berjalan mereka akan cukup jauh kali ini.
"Aku tak tau, tapi dulu sekali. Ada gadis kecil dan ibunya yang hilang dari Desa ini.
"Kejadian itu bertepatan saat Hujan Teluh pertama terjadi!
"Keduanya tak pernah kembali pulang sampai sekarang," jelas Jendral.
Entah itu kenyataan atau karangan Mbah Sadino saja, tapi sulit untuk tak dipercaya oleh Jendral.
"Apa di hutan ada sebuah gubuk reot?" tanya Melin.
Jendral jadi mengingat cerita Mbah Sadino tentang gubuk mistis itu.
___________BERSAMBUNG_____________
JANGAN LUPA VOTE, KOMEN, DAN LIKE ❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Deri Ap
emang susah klo udah urusan sama yang namanya cewek cantik...
nurut salah, kagak nurut juga salah....lanjutkan Jendral, aku mendukungmu🦾🦾🦾
2021-11-25
0