Tik...Tik...Tik...Tik...Tik
Cairan merah kental menetes lambat membasahi tanah pekarangan yang telah memerah.
Cairan itu terus menetes, dentuman lirihnya tak bisa membangunkan siapa pun. Selain hari ini masih gelap, tapi juga hari ini bertepatan dengan hari Jumat Kliwon.
Artinya, di malam ini para warga Desa tak ada yang berani keluar dari rumah mereka.
Cairan kental berwarna merah berbau amis itu menetes dari atas sebuah dipan. Dipan panjang, dipan di teras sebuah rumah. Dipan yang biasanya untuk duduk-duduk santai sang pemilik rumah, telah berubah menjadi meja jagal.
Di atasnya tergeletak lima kepala manusia yang sudah terpisah dari tubuhnya.
Seperti di urutkan atau memang tak di sengaja, kepala-kepala yang terpenggal itu di tata sedemikian rupa.
Dari yang paling kiri sampai paling kanan, di urutkan berdasarkan usia sang pemilik kepala.
.
.
Pagi masih buta, lampu-lampu jalan masih membantu penerangan di sepanjang jalan Desa Air Keruh. Tak akan lama lagi Adzan Subuh akan berkumandang.
Sayup-sayup keriuhan terdengar ke seluk sanubari. Ada kata-kata kutukan, kata-kata kasihan, kata-kata makian dan banyak jenis kata lain. Bersahutan mengitari bangunan rumah sederhana milik sebuah keluarga.
Tak ada yang berani masuk ke dalam rumah itu, para warga hanya berkumpul di sekitar rumah yang kini terlihat begitu suram dan mengenaskan. Karena noda darah mengotori setiap sudutnya.
"Ada apa ini?" tanya seorang lelaki paruh baya yang baru saja sampai.
Dia langsung turun dari kendaraan bermotornya dan tak perlu menerobos kerumunan. Para kerumunan langsung membelah diri, memperlihatkan sebuah pemandangan yang langsung membuat lelaki gagah itu mutah-mutah.
"Pak Kades!" seorang warga berjenis kelamin lelaki mendekati pria gagah itu.
Dia mengelus punggung lelaki yang tengah menunduk dengan suara geruh karena mual diperutnya tak kunjung berhenti.
Meski perut dan kepalanya jadi sakit, pria yang dipanggil Pak Kades itu berbalik ke arah lain. Dia tak mau melihat pemandangan memgerikan di atas dipan depan rumah, yang berisi jajaran kepala manusia yang baru saja dipenggal.
"Hallo, kantor Polisi. Pak saya Kades Desa Air Keruh.
"Sepertinya terjadi sebuah pembunuhan di Desa kami, Pak!
"Saya belum tau berapa korbannya yang pasti lebih dari satu Pak!
"Kami tak berani mendekati TKP, karena ini sangat mengerikan!" jelas Pak Kades.
"..."
"Iya Pak trimakasih!" ujar Pak Kades lagi.
Meski sudah menghubungi polisi, dia tak bisa bernapas lega. Kenapa harus ada pembunuhan sadis di Desa ini. Padahal dia baru menjabat dua tahun di sini.
"Tidakkkkkkkkkk!!!
"Akkkkkkkkkkkk!!!
Tiba-tiba terdengar suara jeritan, dari dalam rumah.
"Ada yang masih hidup?" tanya Pak Kades.
"Sepertinya iya Pak!" jawab salah satu warga di sana.
"Suamiiiiii kuuuuuuuuuu!!!
"Nehaaaaaaaaa!!!
"Lauraaa! Alexx! Daniiiiiiii!" teriakan itu seperti suara wanita dengan tangisan merintih.
"Bagaimana jika kita mencoba masuk?" tanya Pak Kades.
"Jangan Pak, nanti kena sial!" kata salah satu warga di sana.
"Tapi kita tak mungkin membiarkan orang yang masih hidup berada di dalam sana.
"Bagaimana jika pembunuhnya masih di dalam, dan berusaha membunuh wanita itu!" Pak Kades membentak dengan emosi.
Tanpa peduli dengan omongan para warga Kades yang hitungannya masih muda itu, segera menerobos masuk ke dalam pekarangan.
Pak Kades dan terus berjalan masuk tanpa peduli dengan kepala-kepala di atas dipan. Yang seperti memandanginya dengan mata melotot.
Saat berdiri di depan pintu. Pak Kades hanya terdiam dan merasa dirinya berada di danau penuh dengan darah.
Pandangannya lalu tersita oleh sosok wanita kurus dengan rambut digelung berantakan, wajahnya sudah pucat.
Wanita itu duduk bersimpuh di atas ranjangnya, saat mata mereka bertemu pandang. Wanita itu langsung pingsan.
"Arinda!?" gumam Pak Kades.
Mata tegasnya masih menyingsing, memandang tubuh kurus yang sudah tak berdaya di atas ranjang sempit itu.
Alinda 40 tahun usianya hampir sebaya dengan Pak Kades.
Pria itu tak mempedulikan ongokkan mayat dan genangan darah yang membanjiri rumah sederhana itu.
Dia hanya peduli dengan tubuh kurus, pucat yang tergeletak di atas ranjang sempit. Pojokan ruangan di bawah jendela kecil, tubuh lemas Arinda tergeletak di sana.
Pak Kades tambah sedih saat melihat rantai yang membelengu salah satu kaki wanita yang amat dia kenal itu.
"Arinda, bangun!
"Aku mohon Arinda!" kata Pak Kades.
Belum juga Pak Kades berhasil mendekat ke arah tubuh Arinda yang lemah. Suara sirine Polisi terdengar lantang dan menyadarkan otak Pak Kades.
Arinda yang berada di hadapannya bukanlah Arinda yang dia kenal dulu.
Karena kejadian saat remaja itu membuat Arinda kehilangan akal dan menjadi sedikit gila.
"Mari Pak, sebaiknya anda keluar!" kata seorang petugas polisi yang sudah merangkul bahu Pak Kades.
Mau tak mau Pak Kades segera keluar dari dalam rumah yang sudah penuh dengan darah segar, yang menggenang bagaikan laut berwarna merah.
~¤~¤~¤~¤~¤~
6 BULAN KEMUDIAN
~¤ ~¤~¤~¤~¤~
Kepala pertama adalah milik suamimya, Jatmiko 45 tahun. Putri pertamanya Neha 18 tahun, Laura putri ke duanya 15 tahun dan Alex putra ke tiganya 10 tahun. Lalu Dani putra ke empat mereka yang masih berusia 7 tahun.
Arinda dinyatakan tak bersalah atas semua khasus pembunuhan keluarganya. Karena alasan gila dan tubuhnya terbelenggu pada saat evakuasi berlangsung.
Tapi semua orang di Desa menuduhnya, telah membunuh semua angota keluarganya sendiri. Sejak kecil Arinda dihina karena dibilang sebagai pembawa sial.
Orang tuanya meninggal saat Arinda masih kecil dalam sebuah kecelakaan. Dan setelah itu dia dirawat oleh neneknya, neneknya akhirnya meninggal dunia saat Arinda masih duduk di bangku kelas dua SMU.
Meski sebatang kara, Arinda adalah sosok gadis cantik di masa mudanya. Dia adalah kembang Desa di Desa Air Keruh ini.
Saking cantiknya Arinda sampai menjadi korban pemerkosaan oleh beberapa pemuda saat itu. Hingga dia berakhir dinikahi oleh Jatmiko.
Jatmiko adalah salah satu pemuda yang memerkosanya. Karena dari tiga tersangka lainnya, hanya Jatmiko yang masih lajang. Mau tak mau Jatmiko harus menikahi Arinda yang jadi gila dan tengah hamil.
Gadis cantik itu hamil setelah di perkosa oleh tiga lelaki selama seminggu berturut-turut.
22 tahun sudah kejadian naas itu berlalu. Arinda sempat membaik setelah anak hasil perkosaannya tak bisa dipertahankan di dalam kandungannya.
Arinda membaik dan kembali waras, dia hidup dan merawat keluarganya seperti wanita pada umumya. Dia bahkan jarang cekcok dengan suaminya Jatmiko, yang terkenal buas dan kasar itu.
Tapi Arinda kembali gila setelah melahirkan Dani. Jatmiko dan keluarga memutuskan untuk merantai Arinda di rumah.
Karena Arinda sering memgamuk di tempat tetangga dan membuat keributan jika dia keluar rumah.
Sampai hari Jumat berdarah itu terjadi untuk pertama kalinya.
Tak ada petunjuk apa pun dengan khasus pembunuhan yang menimpa keluarga Arinda.
Wanita itu sekarang sudah pulang dalam kondisi masih agak gila tapi dengan tubuh yang lebih sehat. Kelihatannya selama di rumah sakit jiwa, dia mendapat pertolongan yang memadahi.
Meski sedikit gila, Arinda dapat menghidupi dirinya sendiri. Dia bertani di kebun keluarganya dan menjualnya ke pasar.
Hanya saja Arinda mudah termenung dan kadang berbicara sendiri. Kadang wanita paruh baya itu ngamuk-ngamuk sendiri. Dan mengungkit kejadian pembunuhan itu.
"Saya tidak tau Pakkk!!!
"Saya tidur!
"Saya tak tauuuuu!" teriak Arinda tiba-tiba.
Wanita paruh baya itu sedang di pasar. Dia berniat menyetor hasil panen kacang panjangnya hari ini ke tempat pedagang.
Tapi dia langsung menurunkan karung putih yang beisi hasil penenya hari ini di tengah jalan. Untung ada orang baik yang mengamankan hasil jerih payah Arinda hari itu.
___________BERSAMBUNG_____________
JANGAN LUPA VOTE, KOMEN, DAN LIKE ❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Arra
ngeri kali 😱
2023-04-29
0
ARSY ALFAZZA
mantap 👍🏻
2021-12-08
1
Deri Ap
Kok ngilu ya bacanya😱😱😱
2021-11-24
0