"Kita harus tanya, apa iya Hujan Teluh itu emang ada?!" kata Jendral.
"Ahhhh kamu, tadi aja pura-pura nggak tertarik!" kata Sandi.
Jendral memang nggak tertarik, tapi jika kutukan Hujan Teluh memang ada, dan gadis yang sudah membuatnya terpesona benar adalah tumbalnya. Maka Jendral harus tertarik dan mencoba melakukan sesuatu, tak mungkin pria itu hanya duduk diam. Sementara seorang gadis mungkin akan menjadi santapan demit.
Kedua cowok SMU itu segera naik motor Jendral, dengan cepat meinggalkan parkiran berbayar itu. Meski belom bayar kepada sang empunya halaman yaitu Mang Kodel.
"Oyyyyy pilat nian, duo budak tu. Awas be besok bayar dobel Nga!" teriak Mang Kodel.
Jendral tak peduli dengan sumpah serapah Mang Kodel. Lelaki muda itu terus memacu kuda besinya dengan kecepatan yang bikin merinding.
Entah apa yang mendorongnya melakukan itu, tapi Jendral ingin sekali mengetahui rahasia Penumbalan Hujan Teluh itu.
Setelah menyalip ratusan kendaraa lain, Jendral berhasil mendarat selamat di halaman rumah embahnya Sandi yang terletak di Desa Sumber Agung. Desa yang terletak di sebelah kiri Desa Air Keruh.
"Gimana kalau embahku nggak mau cerita?!" tanya Jendral.
"Di paksa--lah!" kata Jendral.
Pria muda itu malah mengacungkan tinjunya, membuat Sandi takut sendiri.
"Cemen, beraninya mukul embah-embah!" ejek Sandi.
"Siapa yang mau mukul embahmu?" tanya Jendral dengan wajah datarnya.
Kedua pemuda belia itu segera masuk ke dalam rumah sedrhana tapi asri dan nyaman milik Mbah Sadino.
"Wahhhh tumben cucu mbah, mampir kemari?!" suara lelaki renta menyambut ke datangan duo begajulan abal-abal itu.
Netra yang sudah lemah tapi masih bisa membedakan mana cucu dan temannya.
"Kamu cucunya Wuji--kan?" tanya Mbah Sadino pada Jendral.
"Mbah tau?" tanya Sandi pada mbah kakungnya.
"Tau lah, dulu kami waktu masih muda juga berteman seperti kalian.
"Ayooo masuk, biar bibimu siapin makan siang!" ujar Mbah Sadino.
Pria tua renta itu memang tak tinggal sendirian dia tinggal dengan anak perempuan terakhirnya yang sudah menikah.
"Mbahhhh, duduk sini!" Sandi memuntun Mbah Kakungnya untuk duduk di kursi kayu ruang tamu rumah itu.
"Mbahhhh kami mau tanya tentang Hujan Teluh di Desa Air Keruh Mbah!" ujar Sandi pada Mbahnya.
"Usiamu berapa Sandi?" tanya Mbah Kakungnya.
"Tahun ini 18 tahun Mbah!" jawab Sandi.
"Lha kamu Nakkk?" Mbah Kakung Sandi bergabtu tanya ke Jendral.
"Saya 17 tahun Mbah!" jawab Sandi.
"Baiklah, dengarkan baik-baik.
"Kalian berhak tau, ini adalah yang embah saksikan dan alami saat masih remaja dulu!" kata Mbah Sadino.
Pria tua renta itu beralih memandang ke arah jendela yang terbuka, dia memandang ke arah itu lekat-lekat.
Mencari memori lama di ingatannya yang mungkin sudah kabur. Tapi tampaknya pria tua itu menyimpan kenangan itu sangat rapat dan tak terlupakan olehnya.
Mbah Sadino mulai bercerita tentang masa mudanya, 60 tahun yang lalu.
.
.
.
.
Adrian dan Melin melanjutkan jalan-jalan sore mereka ke pasar kecil di Desa Air Teluh.
Gadis SMU itu ingin membeli beberapa kebutuhannya. Meski pun sudah keliling pasar mini itu, Melin sama sekali tak mendapatkan apa yang dia cari.
Melin butuh senjata rahasia, tapi di pasar itu hanya ada senjata tajam yang mencolok. Dia harus bersiap, meski dia yakin nggak akan ada gunanya. Tapi apa salahnya sedia payung sebelum hujan.
Meski hujan yang akan datang adalah badai kencang yang panjang. Dan payung saja tak akan bisa membuatnya bertahan dari badai itu.
"Apa yang kamu cari?" tanya Adrian pada Melin.
Gadis manis itu terus saja celingak-celingguk ke sana-kemari. Dia masih mencoba mencari sesuatu yang tak bakal ada di tempat terpencil ini.
"Enggak kok,Om! Aku hanya lihat-lihat saja!" kata Melin.
Dia tak mungkin membocorkan rahasia pada musuhnya. Bagi Melin, Adrian adalah musuh dalam selimut.
Sebejat-bejatnya manusia, mana mungkin mau disuruh menyetubuhi keponakannya sendiri. Meski dengan alasan apa pun, itu tak bisa dibenarkan.
Melin akan pura-pura menyerah dan akan percaya pada wanita paruh baya yang muncul di dalam mimpinya.
Meski iblis harus dia percaya, Melin tak keberatan. Karena manusia bahkan bisa lebih jahat dari iblis, jadi tak papa musrik sekali-kali. Melin juga tak punya pilihan lain.
Meski dia bisa kabur, gadis belia itu juga akan kabur kemana. Satu-satunya cara adalah menyerah, dan menghindar di saat-saat yang tepat.
"Mas Adrian lama nggak jumpa," seorang gadis berjilba tapi pakaiannya seksi tengah menyapa Adrian.
Sapaan gadis modis tapi norak itu membuat pria itu berhenti sejenak.
Hal itu dimanfaatkan Melin untuk masuk ke dalam sebuah toko perkakas dapur.
Dia berkeliling di dalam toko itu dan mencoba mencari benda tajam yang berbahaya tapi dapat berkamuflase.
Akhirnya Melin membeli sebuah pisau lipat kecil, dan sebuah mug. Dia harus punya alasan agar Adrian tak curiga pada Melin.
Setelah membayar dua benda tersebut Melin melihat sekitar dan tak menemukan Adrian. Melin sih santai saja, dia benar-benar merasa tak nyaman di dekat Omnya itu.
Melin memutuskan berjalan-jalan sendirian, siapa tau dia menemukan barang yang lebih bahaya lagi.
Di tengah kerumunan pasar itu. Manik mata Melin tak sengaja menangkap sosok wanita yang masuk ke dalam mimpinya.
Melin pun segera mengejar wanita berbaju hijau tersebut. Melin yakin sekali bahwa wanita paruh baya itu adalah wanita yang menemuinya di mimpinya.
Melin terus berjalan di belakang wanita itu, dan Melin semakin yakin jika wanita yang diikutinya adalah sosok yang pernah masuk ke dalam mimpinya.
Dengan cepat Melin menghalangi langkah santai Arinda.
"Tante kenal saya?" tanya Melin ke arah Arinda yang pandangannya kosong.
Karena dihadang oleh Melin, Arinda menghentikan langkahnya. Dan manik mata kosong itu mengarah ke wajah Arinda yang sedang berharap banyak pada Arinda.
Wajah wanita paruh baya itu masih saja datar. Tapi dia memeluk Melin, dan membisikkan sesuatu.
Kata-kata yang disebutkan Arinda aneh, Melin sama sekali tak mengerti apa yang dikatakan wanita yang tengah memeluknya kini.
Apakah sebuah mantra.
Arinda sudah memegang pisau lipat yang dibeli Melin tadi. Dengan tanpa berpikir Arinda membuka lipatan pisau itu dan....
Jlebbbbbbbbbbbb
Pisau lipat itu tertancap di bahu kiri Melin.
Gadis manis itu hanya bisa diam, meski dia merasakan sakit yang amat sangat.
Tak hanya di tancapkan, Arinda menarik pisau itu ke bawah dan membuat sayatan yang cukup lebar di bahu kiri Melin.
Gubrakkkkkkkkk
Tubuh Arinda terpental cukup jauh, padahal hanya sebuah tinjuan yang melayang ke arah perut wanita paruh baya itu.
Untung Adrian cepat datang dan segera menghentikan Arinda melukai Melin lagi.
Rasa sakit masih menjalar di bahu Melin, gadis itu terduduk dan mendekap lukanya dengan tangan kanannya.
Darah segar sudah membasahi telapak tangan gadis belia itu. Tak hanya bahunya yang sakit, kini Melin merasakan sakit di kepalanya juga. Serasa mau pecah, sakitnya bahkan lebih menyakitkan dari luka sayatan dalam di bahu kiri gadis manis itu.
"Akkkkkkkk! Sakittttt!!!" teriak Melin.
Kedua telapak tangannya yang sudah penuh darah itu segera mencengkeram kepalanya. Sakitnya semakin bertambah sampai pandangan Melin menjadi gelap dan telinganya menjadi sunyi.
Rasa sakit itu seketika hilang, tapi bayangan lain. Sedang berputar di otak Melin saat ini.
___________BERSAMBUNG_____________
JANGAN LUPA VOTE, KOMEN, DAN LIKE ❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Deri Ap
Arinda nihhh maksutnya apa kok main serang aja🤔
2021-11-25
0