"Jendral, mau kemana kamu! Makan dulu!!!" teriak emaknya yang sudah mulai makan di meja makan dapur rumahnya.
"Aku pergi dulu, Makkk! Bentar!" ujar Jendral, masih dengan berlari.
"Ooooo bocah semprul, udah capek-capek dimasakin! Malah kabu!" Parti pun melanjutkan acara makannya tanpa anak lelakinya.
Jendral sudah berada di area rumah Adrian, lampu didalam dan luar rumah itu tampak sudah menyala. Pertanda jika sang empunya rumah berada di kediamannya.
Langkah kaki beralaskan sendal jepit itu maju mundur, Jendral jadi bingung sendiri. Dia tak mungkin mengetuk pintu, langsung bertanya keadaan cewek yang dia temui pagi tadi. Bahkan namanya saja tak diketahui oleh Jendral.
Rasa penasaran masih mengerogoti renung kalbu Jendral, dia tak bisa pergi tanpa melihat keadaan Melinda.
"Melin, ayok makan. Bunda udah masak ayam kecap kesukaan kamu!" suara wanita itu sempat didengar oleh Jendral.
"Jadi namanya Melin," gumam Jendral lirih.
Cowok SMU itu jadi semakin yakin untuk menguping. Dia mendekatkan wajah tampannya mendekati jendela depan rumah itu.
Tak ada yang bisa dilihat lelaki itu, hanya kelebatan bayangan yang lalu lalang di ruangan lain yang berhasil ditangkap netrannya.
"Kemana ya Adrian kok belum pulang-pulang?" tanya Lastri.
Melin hanya fokus pada makanan di piringnya, padahal dibelakangnya ada mahluk lain yang tampak mengikutinya.
"Jadi kamu anak itu?" tanya si kunti, pada Melin.
Meski mendengar, Melin pura-pura tak mendengar suara cempreng itu.
"Cantik juga yaaa kamu. Tapi percuma harus mati muda!
"Pertama kau harus mati saat masih kecil.
"Kedua kau mati sebelum dilahirkan.
"Dan kini kau akan mati sebelum dewasa, malang sekali nasibmu!" ujar si Kunti
Pakaian kunti ini sangat lain, jika kalian pikir kunti punya daster putih bersih. Kalian salah.
Bajunya lebih buruk dari daster bekas yang dibuat kain keset di dapur. Bau busuknya busuk, amis dan amat menjijikan. Serta wajahnya yang pucat pasi tanpa rona yang bersemburat.
"Coba kamu telfon Adrian, Mel! Siapa tau dia mau ngangkat panggilan kamu!" suruh Lastri.
Pandangan Lastri tersita dengan raut wajah Melin yang tampak gusar. Perkataan kunti disampingnya pasti sudah mengoyahkan hati dan jiwanya.
Si kunti tampak mendongak dan celingak-celinguk.
"Sialan, dukun kampret itu udah datang. Lain kali kita ngobrol lagi yaaaa!" si Kunti pamit undur diri.
"Mel! Kamu kenapa nak!" Lastri berdiri dan menghampiri tubuh putrinya yang menjadi dingin.
Ketika hantu berada di dekatmu, maka hawa dinginnya akan menyelimutimu juga. Dan jika hantu berada di dekatmu dalam waktu yang lama, tubuhmu akan membeku lalu mati.
"Enggak papa Bun!" ujar Melin.
.
.
Suara deru mobil memasuki halaman rumah yang didiami Melin dan ibunya. Itu adalah mobil Adrian, pria gagah itu turun sendirian. Dengan langkah gontai Adrian menyusuri halaman rumahnya.
Pria muda dengan kemampuan dukun hebat itu tampak berhenti di bibir pintu garasinya. Meski samar Adrian merasakan ada mahluk halus yang datang ke kediamannya.
"Padahal aku sudah memasang pagar gaib! Kenapa kuntilanak itu masih saja bisa masuk!" Adrian tampak kesal.
.
.
Jendral melangkah keluar dari semak belukar di perbatasan rumah Adrian dan kebun karet.
"Syukurlah dia baik-baik saja!" ujar Jendral.
"Kenapa aku khawatir sekali pada gadis kasar itu? Yyaaaaa aku gila. Aku pasti udah gila!" Jendral mengacak-acak rambutnya yang sudah berantakan.
.
.
Adrian mengitari rumahnya, dia harus memeriksa kejangalan yang dia rasakan. Dia menemukan pagar gaib yang ada pasang di sebelah rumahnya rusak karena manusia, dan ada jejak kaki di sana.
"Siapa yang ke sini dan merusak pagar gaibku?" gumam Adrian.
Lelaki itu merapalkan mantra sambil memejamkan matanya. Dalam waktu tak lebih dari semenit, pagar gaib yang roboh itu berhasil di bangun kembali dengan kekuatan mistis Adrian.
Setelah dirasa semua aman, Adrian berniat masuk ke dalam rumahnya. Melin telah menunggu lelaki itu di depan pintu. Pandangan netra yang sama kuatnya itu bertemu dan sebuah gelombang menekan dada Adrian.
Gelombang yang baru sekali ini dia rasakan, gelombang aneh yang menjalar dari dadanya ke seluruh tubuhnya. Saat dipeluk oleh Melin, Adrian merasakan gelombang yang sama. Hanya frekuensinya saja yang semakin besar.
Melin melangkahkan kakinya dari depan pintu itu, dan mendekat ke arah Adrian yang masih berdiri tegak di halaman depan rumahnya.
Dengan berkecak pinggang, bak preman mau nagih utang. Wajah yang dibuat galak, meski masih manis saja di mata Adrian. Melin mendekati sosok omnya itu.
"Om kenal--kan, sama orang yang udah nusuk gue?!" kata Melin tanpa sopan santun lagi.
Kali ini Melin tak ingin ada pengalihan pembicaraan, atau kalimat ngeles dalam bentuk apa pun. Gadis itu merasa, dia harus menemui wanita yang dibilang semua orang gila itu.
"Kamu nggak perlu menemuinya lagi! Kita akan kembali ke Jakarta besok!" ujar Adrian.
Lelaki itu tak mau berbicara lebih lanjut pada Melin. Dia melewati tempat berdiri Melin tanpa bergeming sama sekali.
"Kita, Om akan ikut kami?!" tanya Melin tak percaya.
"Iya, aku harus selalu bersamamu. Jika kau ingin hidup cukup lama!" kata Adrian.
Kalimat itu lebih terdengar seperti sebuah ancaman bagi Melin. Gadis manis itu jadi bingung, antara senang dan kesal.
Melin senang bisa kembali pulang, tapi kesal karena Adrian harus ikut ke Jakarta. Padahal Melin masih ingin menemui wanita yang menyerangnya di pasar. Mencari tau tentang perkataan kuntilanak yang mengikutinya, sejak gadis itu sampai di tempat ini.
"Kenapa orang dewasa suka seenak jidat sendiri. Padahal gue juga punya urusan," gumam Melin kesal.
Krusakkkkkkkkk
Melin melompat hampir tersungkur, suara gesekan aneh itu mengagetkan Melin yang masih melamun.
"Anjing, ngagetin aja!" bentak Melin.
Krusakkkkkkkkkk
Suara itu kembali timbul lagi.
Glodakkkkkkkkk
Kini suara batu mengelinding menerpa jalanan kerikil di halaman berundak depan rumah Adrian.
Melin segera berlari ke arah jalan dan menemukan dua orang pria muda. Yang satu jatuh tersungkur di atas jalanan kerikil itu dan yang satu berdiri tegak dengan gestur akan melarikan diri.
"Siapa kalian?" tanya Melin pada kedua pria muda itu.
Salah satu wajah dari kedua cowok itu tampak tak asing.
"Kudengar kau diserang Bulek Arinda, kau baik-baik saja!" tanya pria yang berdiri di hadapannya. Jendral.
"Kamu kenal wanita yang dibilang semua orang gila itu?" tanya Melin pada Jendral.
"Tau!" jawab Jendral.
"Kamu bawa punya ponsel?!" tanya Melin pada Jendral.
Jendral mengeluarkan ponselnya dari saku celananya.
"Buka kata sandinya!" perintah Melin.
Ajaibnya Jendral melakukan semua perintah Melin tanpa dipaksa. Melin merebut ponsel Jendral dan dia menulis nomor ponselnya di layar ponsel Jendral.
"Melin masuk, Nak!" teriak Lastri, wanita itu sudah berdiri di depan pintu.
"Chat aku! Harus!" ujar Melin lirih.
Gadis manis itu segera berlari ke arah rumah Adrian lagi.
"Ada apa Mel?" tanya Lastri.
"Kucing liar, Bun!" Melin berbohong pada Bundanya.
Melin tak mau dia ketahuan punya hubungan dengan warga di sini. Apa lagi dengan cowok, bundanya pasti marah besar jika tau anak gadisnya dekat dengan cowok.
"Ohhhh! Ayo masuk," ajak Bunda Melin.
Kedua ibu dan anak itu masuk dan membenamkan tubuhnya di balik pintu dengan dua daun itu.
"Apa iya kita akan pulang ke Jakarta besok Bun?" tanya Melin.
"Apa kau suka, kita akan pulang?" tanya Lastri dengan senyuman yang bahagia.
___________BERSAMBUNG_____________
JANGAN LUPA VOTE, KOMEN, DAN LIKE ❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Deri Ap
pembagian plot antar tokohnya adil bgt, semua tokoh di sorot dengan apik, menurutku...pertahankan gaya ini Thor👍👍👍
2021-11-25
0
Dea Semilikiti Dea Semilikiti
bisa jelasin terjadinya awal perjanjian thor
2021-11-18
1