"Dia hanya wanita gila!" ujar Adrian.
Anehnya lelaki itu malah berdiri dari ranjang rawat Melin. Bagaikan tak peduli lagi, pada keponakannya itu. Adrian malah meninggalkan Melin sendirian di kamar rawatnya.
"Apa gue salah ngomong!" ujar Melin bingung.
Adrian meremas ujung kusen jendela dilorong depan kamar rawat keponakannya itu. Mata tajamnya memerah dan berair, wajahnya mengeras, menunduk tak berdaya. Otot-otot ditangannya menyembul keras, dia menahan emosi di dalam cengkeramannya itu.
Adrian adalah putra terakhir Bagio, dia adalah cucu dukun sakti Mbah Sodik.
Lelaki 25 tahun itu mewarisi kemampuan Mbah Buyutnya yang saat ini masih hidup. Dengan kekuatan gaib yang dipunyai oleh Adrian, lelaki itu bisa melihat isi mimpi Melin.
"Adrian, gimana keadaan Melin?" tanya Lastri, yang baru saja sampai di lorong itu.
"Saya tinggal sebentar, Mbak!" ujar Adrian.
Lelaki itu langsung pergi begitu saja, sepertinya ada hal yang lebih penting dari sekedar pamit pada Melin keponakannya.
Sangat tergesa-gesa, Adrian langsung masuk ke dalam mobil SUV--nya. Namun getaran ponselnya mengganggu kosentrasinya saat ini.
Eyang, itu nama yang muncul di layar datar, yang menyala di genggaman tangannya.
"Hallo! Eyang," Adrian, akhirnya mengangkat panggilan itu.
"Gimana keadaan Melinda?" tanya Mbah Sodik.
"Melinda adalah anak itu, Eyang! Dan Arinda, adalah ibunya!" kata Adrian.
Mata merahnya seketika berkaca-kaca, wajah tegasnya tak bisa menyimpan kesedihan di dalam hatinya.
"Kalau begitu kita harus segera menumbalkan Melinda!" ujar Mbah Sodik.
"Apa Eyang udah gila! Melinda itu cicit eyang sendiri!" bentak Adrian.
Emosi sudah menguasai diri Adrian, hingga lelaki muda itu lupa akan sopan santun dan yang lainnya.
"Sadarlah Adrian, jika kita tak segera menumbalkan anak itu! Semua warga Desa Air Keruh akan meninggal semua!" jelas Mbah Sodik.
Adrian kini terdiam, dengan ponsel yang masih melekat di telinganya. Tak ada yang bisa dia lalukan, benar-benar tak ada. Karena perjanjian dengan iblis adalah ikatan yang tak bisa di musnahkan sampai kapan pun.
Benang merah itu sudah terikat di jemari Melinda, gadis belia itu tak dapat menolak. Jiwanya harus di tumbalkan untuk ketiga kalinya.
Bagaimana tumbal bisa berengkarnasi tanpa pelantara dan ritual, apa Yanuar kakaknya Adrian meminta pelantara dan menjalani ritual diam-diam. Kemungkinan besar tidak, Yanuar juga tau perjanjian eyangnya dengan Nyi Blorong. Tak mungkin Yanuar dengan bodohnya mencari pelantara itu.
"Aghhhhhhh!" teriak Adrian, dia tampak sangat tak berdaya dengan keadaan ini.
Ketika hatinya jatuh kepada seorang gadis, selain gadis itu adalah keponakannya sendiri. Ternyata gadis yang sudah mencuri hatinya itu adalah tumbal yang harus mereka berikan pada iblis.
Adrian melempar ponselnya ke sembarang arah, dan pergi ke Desa. Mobilnya berhenti di depan rumah Arinda, wanita itu tak ditangkap polisi meski telah melukai Melinda di tempat umum. Alasannya wanita itu gila, hanya itu alasannya.
Adrian turun dari mobilnya dengan tergesa, langkah kaki jenjangnya yang lebar itu mengikis jarak rumah Arinda dan jalan koral di depannya.
"Arinda!" teriak Adrian.
Tokkk...Tokkk..Tokkk
Ketukan dilayangkan tangan kanan Adrian, dengan membabi-buta. Tapi satu napas pun tak bisa dia dengar dari dalam rumah itu.
Blammm...gubrakkkkkk
Adrian menendang pintu rumah Arinda dengan frustasi.
"Perempuan bangsat, kemana perginya dia!" gerutu Adrian.
Sepertinya sudah tak ada kesabaran yang tersisi di diri Adrian. Dia segera berbalik, tak ada gunanya menunggu wanita gila itu di sini.
Langkah Adrian berhenti karena mobil lain berhenti di belakang mobilnya. Mobil yang berwarna hitam juga itu adalah mobil milik Jacson, Kades Desa Air Keruh.
Lelaki paruh baya itu tampak menurunkan membukakan pintu di jok sebelah kemudinya, setelah keluar dari mobilnya. Netra Adrian menangkap sosok Arinda di sana.
Senyum licik tersunging di bibir seksi Adrian.
"Kenapa kau di sini?" tanya Jacson pada Adrian.
"Aku akan membawa Arinda malam ini!" ujar Adrian.
"Arinda memang melukai keponakanmu, tapi kau tak berhak...,"
"Ini bukan tentang hal itu!" ujar Adrian.
Pemuda itu tanpa peduli telah memotong perkataan petinggi Desanya, malah menarik lengan lemah Arinda.
"Adrian, aku bisa membuatmu dipenjara!" ancam Jacson.
"Lakukan!" tantang Adrian dengan tatapan dinginnya.
"Adrian, ada apa? Kita bisa membicarakan ini baik-baik!" ujar Jacson.
Orang paling terpandang di Desa Air Keruh itu pun, tak mau melepas tangan lain Arinda.
"Ini sesuatu yang tak bisa dibicarakan dengan baik-baik, Pak! Kumohon biarkan saya membawa Arinda!" ujar Adrian.
Lelaki itu tau dia tak bisa menghadapi Jacson, dengan cara yang kasar.
"Apa ini berhubungan dengan Hujan Teluh?" tanya Jacson.
"Iya, dan Arinda akan baik-baik saja jika anda tak menghalangi kami!" kata Adrian.
"Biarkan aku ikut!" ujar Jacson.
"Silahkan!" ujar Adrian.
.
.
.
.
Jendral tampak termenung di atas motornya, seragam SMU--nya masih ia kenakan. Garasi rumahnya masih tampak kosong, motor ibunya belum terlihat.
Otak lelaki muda belia itu masih saja memikirkan tentang cerita Mbah Sadino. Kenapa cerita itu terdengar begitu nyata, bagaimana mungkin ada orang sekejam itu. Membunuh anak kecil dan membakar ibu dan akan hidup-hidup, kenapa mereka tak dipenjara.
Jendral melihat ke luar garasi rumahnya, setelah turun dari motornya. Hari sudah makin gelap, dan Jendral segera menutup pintu garasi rumahnya.
Tanda di lengan Melin sama persis dengan tanda yang dimiliki oleh Yosi dalam cerita Mbah Sadino.
Karena itu setelah hari itu Mbah Sadino melihat tanda lahir itu lagi dilengan gadis kecil bernama Arinda.
Menurut cerita Mbah Sadino, Arinda harusnya ditumbalkan saat gadis itu masih berusia 16 tahun. Tapi gadis itu malah diculik oleh beberapa pria dan diperkosa secara bergantian sampai hamil.
Pria-pria itu adalah Bagio, si bocil somplak teman Mbah Sadino. Aruna ayah Pak Kades saat ini dan Mbah Wiji, kakek Jendral sendiri serta Jatmiko mendiang suami Arinda.
Mbah Sadino juga mengatakan, jika gadis dengan tanda lahir itu muncul. Maka warga Desa Air Keruh pasti akan berusaha menumbalkan gadis itu. Tanpa peduli, dia anak siapa atau bagaimana derajatnya. Karena taruhannya adalah seluruh nyawa warga Desa Air Keruh.
Semua warga, yang masih tinggal di Desa itu. Atau yang sudah pindah jauh, akan mati di malam Hujan Teluh itu. Darah akan mengenang di setiap sudut di Desa Air Keruh, jika penumbalan itu tak dilakukan.
Itulah kenapa tak ada muda-mudi yang lahir di Desa itu boleh menikah. Karena anak mereka bisa jadi adalah anak yang punya tanda lahir itu. Anak yang akan memicu terjadinya kutukan Hujan Teluh.
.
.
Rambut dan tubuh Jendral masih basah kuyup, dia baru saja selesai mandi. Ibunya juga sudah pulang dan sibuk di dapur untuk menyiapkan makan malam mereka.
"Tadi dipasar heboh banget, Ndral!" ujar Parti, Ibunda Jendral.
"Emang ada apa Mak?" tanya Jendral.
Begitulah Jendral menanggil perempuan yang telah melahirkannya.
"Mas Adrian bawa ponakan ceweknya ke pasar, ehhh malah ditusuk sama Arinda yang gila itu!" ujar Parti dengan nada yang amat serius.
Jendral melihat fokus ke arah ibunya yang sedang menuangkan nasi di piringnya. Ingin rasanya dia berlari kerumah Adrian sekarang juga, tapi keadaan tubuhnya yang masih telanjang bulat. Membuat Jendral memutuskan untuk segera berlari ke kamarnya. Dia harus ganti baju dulu, sebelum memastikan keadaan Melinda.
Kaus hitam berlengan pendek dan celana jins pensil hitam. Tanpa sisiran, cowok SMU itu pergi dari rumahnya dengan tergesa.
___________BERSAMBUNG_____________
JANGAN LUPA VOTE, KOMEN, DAN LIKE ❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
Deri Ap
Adrian udah mulai baper, gimana pun Melin adalah keponakannya. Pasti sulit bagi Adrian untuk menyakiti Melin.
2021-11-25
0