Waktu itu Desa harus mengalami banyak hal, dan malah berkerja sama dengan mahluk astral lain untuk mengagalkan Hujan Teluh.
Tapi mahluk itu sekarang malah menyebabkan sesuatu yang lebih mengerikan dari Hujan Teluh yang terjadi 60 tahun yang lalu.
.
.
.
.
Jacson saat ini sudah berada di kantor kepala polisi unit daerah itu. Di depannya sudah ada berkas-berkas khasus yang terjadi di Desa Air Keruh.
Buku-buku tebal berisi kronologi, kesaksian dan bukti itu membuat Jacson terbelalak kaget.
"Banyak juga, Pak!" kata Jacson.
"Setiap 20 tahun, ada saja khasus aneh di Desa itu.
"Mungkin anda masih ingat Pak Jacson.
"Itu hanyalah khasus pemerkosaan biasa menurut para warga.
"Tapi itu adalah syarat untuk ritual persembahan untuk Nyai Blorong!" kata kepala polisi.
"Maksut bapak?" tanya Jacson.
"Dahulu banyak para normal yang mengunakan cara itu juga!" kata Pak Polisi itu.
"Saya takut, kejadian 60 tanun silam terulang kembali Pak Jacson!" lanjut Pak Polisi bernama Jernih Abraham itu.
Kepala polisi yang sudah lumayan tua itu mengambil sebuah dokumen yang paling tebal.
"Ada 100 lebih korban warga Desa Pipip saat itu. Kematian korban-korban itu, hanya di satu malam yang sama!
"Alasan kematian mereka sama, dan mereka mati di waktu yang hampir bersamaan!
"Anda tau Desa Pilip, Desa yang saat ini tak dihuni oleh warganya lagi?!" tanya Pak Jernih.
"Iya pak saya tau! Lalu bagaimana mereka mati, Pak?" tanya Jacson pada kepala polisi itu.
"Kehabisan darah, mereka semua ditikam di rumah mereka masing-masing!
"Tapi hari itu bebarengan dengan hujan badai yang amat kencang.
"Karena itu masyarakat di situ menamai kejadian itu sebagai Kutukan Hujan Teluh!" kata Jernih.
Wajah tuanya seketika termenung. Jendral bintang dua itu tampak terdiam dan memikirkan banyak hal.
"Seperti alasan kematian Mbah Juminem?" tanya Jacson.
"Benar, sekali!" kata Jernih.
"Apa ini adalah awal dari kutukan Hujan Teluh itu?" tanya Jacson pada Jernih.
"Semoga saja tidak, tapi kita harus mengagalkan pemumbalan.
"Karena ini sudah 20 tahun sejak kegagalan pemumbalan Arinda!" kata Jernih.
"Arinda, ditumbalkan?!" tanya Jacson bingung.
"Banyak para para normal bilang, penumbalan itu harus sepasang.
"Lelaki dan perempuan yang saling mencintai!" jelas Jernih.
"Itukah alasannya, ayah memaksaku pergi ke luar negri?!" tanya Jacson.
Mata tua Jernih dan manik sayu Jacson bertemu. Mereka menerka sebuah kemungkinan yang sama.
"Apa anda, kekasih Arinda yang pergi dari Desa saat itu?" tanya Jernih.
"Benar Pak!" Jacson mengakuinya.
"Saya pergi ke Belanda seminggu sebelum terjadinya pemerkosaan Arinda.
"Lalu saya kembali ke Desa 5 tahun yang lalu.
"Awalnya aku tak mau kembali, karena saya mendengar Arinda menikah dengan Jatmiko.
"Tapi ayah dan ibu saya meninggal saat itu, jadi saya kembali ke Desa itu.
"Tapi saat saya tiba disana, saya bahkan tak bisa melihat wajah Arinda.
"Wanita malang itu dipasung oleh suaminya dengan alasan gila!" jelas Jacson.
"Apa anda mencurigai pasangan muda-mudi yang mungkin sedang menjalin hubungan asmara di Desa anda?" tanya Jernih.
"Muda-mudi di Desa kami tak banyak, tapi saya akan mencoba menyelidiki Pak!" ujar Jacson.
"Trimakasih anda sudah mau berkerja sama dengan kami Pak!" ujar Jernih.
"Saya yang harusnya bertrimakasih pada anda Pak!" kata Jacson.
.
.
.
.
"Apa Om nggak kerja?" tanya Melin pada Adrian.
"Aku biasanya kerja, tapi karena Om harus njagain kamu dan bundamu. Terpaksa Om jadi penganguran!" kata Adrian.
"Alesan macam apa itu, kuno banget Om!" ujar Melin dengan nada ketus.
Gadis belia itu malah duduk di sofa depan Adrian yang sibuk dengan Labtobnya.
"Membosankan," keluh Melin.
"Jika kau bersedia menjalani ritual itu, akan lebih cepat kamu bisa pulang!" kata Adrian.
'Ritual pemerkosaaan??? Kau pikir aku tak tau,' pikir Melin.
Tapi apa benar wanita yang muncul dimimpi Melin menepati janjinya, untuk mengantikan Melin diperkosa.
Tunggu bukankah mereka akan ketahuan dengan cepat. Jelas sekali wanita itu sudah agak tua dan Melin masih sangat muda. Rasanya pasti akan beda--kan.
"Aku bisa berubah menjadi dirimu!" suara itu tiba-tiba merasuki telinga Melin.
Melin bangun dan melihat seluruh ruang tamunya.
"Kamu siapa?" tanya Melin, pada sosok di depannya.
Kursi yang tadinya dipakai duduk oleh Adrian kini berganti penghuni.
Melin seperti melihat dirinya sendiri di dalam cermin. Gadis belia itu segera berteriak, tapi wanita di depannya berubah wujut lagi menjadi Arinda.
"Kau?!" tanya Melin pada wanita paruh baya itu.
"Aku selalu menepati janjiku, kau harus mau menjalani ritual itu!" ujar wanita itu.
Tapi Melin merasa dadanya sesak dan sesuatu menguncang-guncang tubuhnya.
"Mellll, bangun Melllin!" teriak suara lelaki itu.
Melin pun bangun dengan wajah berkeringat dan nafas yang sesak. Guncangan di dadanya membuat gadis belia itu gugup dan takut.
Tanpa sadar Melin mendekap erat tubuh Adrian yang berada di dekatnya. Melin tak peduli siapa yang dia peluk, dia butuh penenang yang hangat.
"Kamu nggak papa?" tanya Adrian.
Pria muda itu juga tampak terkejut dengan dekapan erat keponakannya itu.
"Nggakkkkk, aku ngggakkkk paaappppa," suara Melin bergetar.
Gadis itu takut setengah mati, dia sedang memikirkan siapa sebenarnya wanita itu. Kenapa tiba-tiba dia muncul bahkan di saat Melin hanya melamun.
Melin masih mendekap erat tubuh kekar Adrian, dan pria itu dengan cangungnya mengelus punggung keponakannya itu.
"Ada Om, Mel! Kamu akan baik-baik saja, Om jamin. Kamu akan baik-baik aja!" ujar Adrian.
Melin baru sadar dengan bau baru yang dia kenal, bau hangat seperti hutan yang dia cium dari tubuh Adrian. Meski masih terkejut dan ketakutan gadis muda itu melepaskan tubuh kekar omnya itu.
"Maaf Om!" ujar Melin.
"Kamu mimpi lagi?" tanya Adrian.
"Mungkin, Om. Aku nggak yakin!" kata Melin dengan napas yang mulai teratur.
Adrian yang masih merasa canggung itu segera berdiri dan kembali ke kursinya.
"Kamu mimpi apa?" tanya Adrian.
"Bukan apa-apa Om!" kata Melin.
Gadis belia itu masih tak mau jujur pada omnya.
"Apa ada mahluk aneh yang mendatangi alam mimpimu?" tanya Adrian.
"Bukan mahluk aneh, tapi dia bilang tentang ritual!" akhirnya Melin mau bicara jujur.
Gadis itu harus memastikan apakah benar tentang ritual itu. Dan benarkah dia harus digilir oleh tiga pria yang tak ia kenal agar hamil.
Memikirkannya saja sudah membuat Melin mual dan jijik.
"Apa yang dia katakan?" tanya Adrian.
Wajah tampannya segera berubah antusias.
"Aku harus menjalani ritual itu!" kata Melin.
Tapi Adrian seketika terdiam, lelaki yang awalnya ingin agar Melin cepat menjalani ritual busuk itu. Seperti tak menginginkan ritual itu terjadi.
"Kalau boleh tau, ritual seperti apa yang harus kujalani, Om?" tanya Melin.
"Ritual itu ada tiga tahap, tahap pertama...," Adrian tampak tak bisa mengatakan hal itu.
Lelaki itu malah memandang manik mata berbinar milik keponakannya itu.
"Ritual itu sedikit berat dan menyakitkan, Mell!" sahut bundanya yang baru pulang dari pasar membeli sayuran.
"Tapi ibu akan mendampingimu sampai selesai. Ibu akan ada di dekatmu nak!" ujar Lastri.
Melin tampak masih ragu, dia memandang kedua orang di depannya secara bergantian. Wajah bunda dan omnya sama sekali tak selaras. Bundanya yang amat yakin dan omnya yang merasa tak yakin. Terlukis jelas di wajah mereka masing-masing.
"Bundamu tak bisa mendampingimu, Mel!
"Kamu akan sendirian menanggung semua beban dan rasa sakit itu.
"Jika kau sanggup dan mau, kau bisa menjalani ritual itu. Tapi jika tidak, itu tidak masalah!" kata Adrian
"Driiii, iblis itu harus dipisahkan dari tubuh Melin!
"Jangan merubah rencana begitu, kita harus membujuk Melin!" kata Lastri di depan Melin.
"Jika kalian mengatakan dengan jujur!
"Apa yang akan kualami selama ritual itu, mungkin aku akan setuju menjalani ritual konyol itu!" ujar Melin.
___________BERSAMBUNG_____________
JANGAN LUPA VOTE, KOMEN, DAN LIKE ❤❤❤
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 142 Episodes
Comments
༄ᴳᵃცʳ𝔦εᒪ࿐
Ganti cover lagi
2022-01-06
0
Deri Ap
Karakter Jacson baik bgt yaaa
2021-11-25
0