"Tu Tuan Muda! benarkah ini Tuan Muda Alexi?" Kusuma Jaya ternganga.
"Ayah mengenalnya?" tanya Meilia, ia sangat heran dengan sikap ayahnya. Gadis itu menatap Alexi dan ayahnya secara bergantian.
"Tundukan wajahmu, jangan melihatnya langsung!" bisik Kusuma Jaya kepada anaknya.
"Ta tapi, siapa dia Ayah?!" Meilia semakin heran dan penasaran atas sikap ayahnya kepada Alexi.
"Sstt, diam! kau akan tahu nanti," sahut Kusuma Jaya.
"Kalian semua, beri hormat padanya!" perintah Kusuma Jaya kepada anak dan istrinya.
"Aku tidak mau, Ayah!" bisik Median dengan menahan emosinya.
"Median, lebih baik patuhi Ayah sekarang ini, daripada kita akan lebih celaka nantinya!" bisik Kusuma Jaya.
"Tapi Ayah!"
"Sudahlah Nak, tururti saja Ayahmu," kata ibu Meilia.
"Huh! memangnya siapa dia? berani sekali membuat Tuan Muda keluarga Kusuma Jaya ini menderita dan harus menanggung malu seperti ini!!" geram Median dalam hati.
Median Kusuma merasa sangat tidak suka atas sikap ayahnya yang bagai sengaja merendahkan dirinya sendiri kepada Alexi, ia ingin ayahnya membalaskan sakit hatinya atas perbuatan anak buah Alexi yang telah menghajarnya hingga babak belur, sakit di sekujur tubuhnya harus bisa ia balas. Namun, saat ini ia tak berdaya sama sekali bahkan sang ayah malah bersikap sebaliknya.
"Salam hormat, Tuan Muda!" seru Kusuma Jaya. Kusuma Jaya menyenggol siku Median sebagai isyarat agar Median dan yang lainnya mengikutinya.
"Salam, Tuan Muda!" seru istri Kusuma Jaya, Meilia dan Median secara bersamaan.
"Mhh." Alexi bergumam dengan nada datar.
"Apa kabar Paman?" tanya Alexi. "Paman masih mengenaliku?"
"Tentu saja! tentu Paman masih mengenali anda, Tuan Muda yang dulu pernah jadi momongan Paman ini." Kusuma Jaya merasa sangat bahagia. "Paman selalu dalam keadaan baik, seperti yang Tuan Muda lihat sekarang ini."
"Baguslah dan terima kasih, Paman. Hanya sayangnya, pertemuan kita ini dalam situasi yang sangat tidak menyenangkan sekali," ujar Alexi.
"Ampuni saya Tuan Muda, entah apa yang telah dilakukan oleh anak hamba yang bodoh itu, sehingga dia membuat Tuan Muda menjadi sangat marah dan tersinggung," kata Kusuma Jaya.
"Meilia anak saya, tidak pernah sedikitpun bercerita tentang Tuan Muda, andai saja saya tahu jika Tuan Muda selama ini menginap di penginapan saya yang sangat tak layak untuk Tuan Muda ini, tentu saya akan menyediakan tempat yang lebih baik dari penginapan ini," sambung Kusuma Jaya.
"Oh begitu?" tanya Alexi. "Kalau aku ingin tempat yang lebih bagus dari tempat ini, aku tak perlu bersusah payah mencari tempat seperti ini," ujar Alexi dengan nada dingin dan datar.
Alexi berdiri dan menghampiri Kusuma Jaya, Alexi meminta pria itu berdiri dan menyuruh salah seorang anak buahnya untuk melepaskan ikatan pada tubuh Kusuma Jaya dan keluarganya.
"Suruh mereka semua untuk bubar! aku tidak suka jadi tontonan seperti ini!" perintah Alexi kepada para anak buahnya.
Para pengawal Alexi segera membubarkan kerumunan tersebut.
"Exa, bawa mereka bertiga ke tempat lain, biar aku bicara dengan Paman ini," kata Alexi seraya menunjuk ke arah istri Kusuma Jaya, Meilia dan Median dengan gerakan. Alexa menganggukan kepalanya.
Alexa dan Agni segera membawa para tawanan itu pergi dengan diikuti juga oleh para pengawalnya, tinggalah kini hanya ada Alexi, Kusuma Jaya dan Segara.
"Paman, duduklah bersamaku di sini!" pinta Alexi.
"Apakah ... Apakah itu pantas, Tuan Muda?" tanya Kusuma Jaya ragu.
"Apanya yang tidak pantas Paman? bukankah aku ini juga muridmu?" tanya Alexi.
"Itu ... Itu sudah sangat lama," ujar Kusuma Jaya.
"Jadi, Paman telah melupakan aku?" Alexi sedikit kecewa.
"Tidak, Tidak pernah! sedikitpun Paman tidak pernah melupakan anda, anda masihlah Tuan Muda yang sangat saya hormati." Kusuma Jaya menjawab dengan sedikit kebingungan.
"Kalau begitu, kemarilah Paman!" seru Alexi.
"Baiklah, Tuan Muda." Kusuma Jaya menganggukan kepala, pria itu berjalan dengan sangat perlahan duduk di kursi yang berseberangan dengan tempat duduk Alexi.
"Segara, kau duduklah! Percayalah, dia tidak akan menyakitiku," kata Alexi.
Segara nampak ragu. "Segara, jangan khawatir." Alexi meyakinkan. Akhirnya Segara menuruti perintah Alexi, namun pria muda itu tetap siaga dengan mata yang masih terus mengawasi kedua orang tersebut.
Kusuma Jaya kini bisa melihat dengan jelas wajah anak muda yang sudah lima tahun ini tidak dilihatnya.
...FB on ......
"Alexi, ini adalah murid Kakek yang bernama Kusuma Jaya, panggilah dia Paman!" kata Ki Surya Praja.
"Baiklah, Kek." Alexi yang saat itu baru berusia sepuluh tahun itu menganggukan kepalanya.
"Jaya, mulai saat ini kau kutugaskan untuk mengajari cucu kesayanganku ini berolah senjata, aku terlalu sibuk dengan urusan Sekteku, jadi aku percayakan Alexi kecil kesayangnku ini padamu sementara waktu," ucap Ki Surya Praja.
"Baiklah, Guru!" ujar Kusuma Jaya. "Tuan kecil, mari!"
"Jangan panggil aku Tuan Kecil!" teriak Alexi kecil.
"Kakek, aku tak mau dipanggil Tuan Kecil," rengek Alexi kepada kakeknya yang masih menggandeng tangannya.
"Lalu, cucu kakek yang menggemaskan ini ingin dipanggil apa?" tanya Ki Surya Praja.
"Panggil aku Tuan Muda!" jawab Alexi seraya mengerucutkan mulutnya.
"Baiklah, cucu Kakek yang baik." Ki Surya Praja terkekeh sambil membelai kepala cucunya.
"Baiklah, Tuan Muda," sahut Kusuma Jaya sambil tersenyum.
"Pergilah berlatih memanah atau senjata apa saja yang kau sukai bersama Paman Jaya, satu minggu kemudian, Kakek akan lihat hasilnya," ujar Ki Surya Praja.
"Mmhh, baik Kek!" sahut Alexi.
"Ajari dia dengan baik, Jaya!" perintah Ki Surya Praja.
"Baiklah, Guru!" Kusuma Jaya menghormat. "Mari, Tuan Muda!"
Kusuma Jaya mengulurkan tangannya, Alexi menerima uluran tangan itu. Kusuma Jaya menggandeng tangan kecil Tuan Mudanya dengan hati bangga, karena ia dipercaya mengajari anak yang sangat diistimewakan oleh Sekte Sanca Perak itu.
...FB off ......
"Silahkan Paman, ini adalah teh persembahan dari muridmu." Alexi memberikan secangkir teh hangat dengan kedua tangannya dengan hormat.
"Terima Kasih, Tuan Muda." Kusuma Jaya menerima cangkir teh itu dengan perasaan bahagia sekaligus sedih.
"Tuan Muda sudah terlihat dewasa dan sangat tampan sekarang," ujarnya lirih. "Paman hampir saja tidak mengenali Tuan Muda."
"Tentu saja, itu sudah lima tahun sejak Paman pergi dari perguruan," sahut Alexi. "Paman bahkan tak pernah lagi datang ke Sanca Perak sejak saat itu.
"Tuan Muda, saya hanyalah orang yang cacat sekarang ini." Kusuma Jaya berucap dengan suara lirih, ada kesedihan yang terlukis di nada bicaranya.
"Ayah memang sangat ketelaluan sekali! Ayah telah menghancurkan semua ilmu dan kultivasi Paman!" geram Alexi. Alexi nampaknya cukup menghormati pria ini, pria yang pernah mengajarinya bermain berbagai macam olah senjata.
"Tuan Muda. Saya sangat berterima kasih atas perlindungan Tuan Muda hari itu," kata Kusuma Jaya. "Jika tidak ada Tuan Muda, mungkin saya sudah menjadi tanah sekarang ini."
"Jangan ungkit lagi hal itu Paman. Aku minta maaf atas apa yang telah Ayahku lakukan pada Paman." Alexi mendesah.
Kusuma Jaya dan Alexi terdiam kenangan demi kenangan kembali muncul dalam ingatannya.
"Sudahlah Tuan Muda, Paman telah melupakannya," ucap Kusuma Jaya.
"Oh begitukah? pantas saja, Paman bahkan tak menanyakan bagaimana keadaan Kakek." Alexi memainkan cangkir teh yang ada digenggamannya.
"Sejujurnya, Paman juga ingin menanyakan tentang beliau. Tuan Muda ... apakah Guru baik-baik saja?"
"Saat aku pergi, Kakek dalam keadaan sehat. Kalau sekarang, jujur aku tidak tahu tentang keadaannya, Paman." Alexi berkata dengan nada sedih. Bagaimanapun ada kerinduan di hatinya kepada orang yang sangat menyayanginya itu.
"Oh, begitu." Kusuma Jaya tertunduk.
"Tidak menyangka, kita akhirnya bertemu lagi di sini dengan sebuah masalah yang membuat kita berhadapan seperti musuh," ujar Alexi.
"Maafkan atas kesalahan Meilia anak saya, Tuan Muda!"
"Aku cukup terkejut, gadis yang mengejarku sepanjang waktu ternyata adalah puterimu, Paman," kata Alexi.
"Maafkan atas kelancangan anak saya, Tuan Muda." Kusuma Jaya berucap sambil menunduk. "Anak saya memang keterlaluan sekali, dia sungguh tak layak untuk Anda!"
"Bukan masalah layak dan tidak layak bagiku, andai saja aku menyukainya, apakah Paman akan menyetujuinya?" tanya Alexi.
Kusuma Jaya terdiam, ia sungguh tak berani menjawab. "Andai saja kau menyukai anakku, tapi itu hanyalah kata andai saja," gumam Kusuma Jaya dalam hati.
"Paman tak menjawab, itu artinya akulah yang tak layak untuk anakmu," ujar Alexi sambil menyeruput teh hangatnya secara perlahan.
"Tuan Muda jangan salah paham!" seru Kusuma Jaya.
"Sudahlah, Paman! kita bahas hal yang lain saja." Alexi ingin mengalihkan pembicaraan.
"Paman, aku suka sekali dengan tempat ini, makanya aku akan membeli penginapan ini berserta semua cabangnya, bagaimana Paman ... Apakah Paman bersedia menjualnya kepadaku?" tanya Alexi serius.
Kusuma Jaya terkejut atas keinginan Alexi, ia tahu jika Akexi menginginkan sesuatu dia akan menggunakan berbagai cara untuk mendapatkannya.
"Tuan Muda, bukan saya keberatan dengan keinginan Tuan Muda, akan tetapi mengapa harus semuanya anda beli? jika Tuan Muda menginginkannya maka Penginapan ini akan saya berikan sebagai hadiah kepada Tuan Muda,"
"Tuan Muda, kesalahan apakah yang telah saya perbuat? sehingga kami harus menanggung hukuman yang sangat berat seperti ini?" tanya Kusuma Jaya dengan nada lirih.
"Kau tidak salah Paman, tapi anakmu itu telah berani mengatakan jika dia menyukaiku. Bahkan dia telah mengusir seseorang yang sangat aku sukai, itu membuatku tidak suka dan sangat marah!" kata Alexi.
"Tuan Muda, penginapan ini adalah usaha paman satu-satunya, Paman merintisnya sedari awal." Kusuma Jaya nampak keberatan.
"Paman, aku hanya ingin membelinya bukan merampasnya dan Paman bisa membuka usaha lainnya. Aku masih menghormatimu sebagai orang yang penting dalam hatiku, maka sedari awal aku melihat Paman, aku tak jadi mengusir Paman seperti yang telah dilakukan anakmu kepada wanitaku," sahut Alexi.
"Tuan Muda, mohon beri waktu pada Paman untuk berpikir." Kusuma Jaya memohon.
"Sudahlah Paman, jangan ribut lagi di depanku. Aku tetap dengan keinginanku, sekarang Paman kembalilah! satu minggu kemudian orangku akan datang untuk melakukan transaksi denganmu," ujar Alexi.
"Aku lelah Paman, aku ingin istirahat!" Alexi bangkit dari duduknya. "Paman bisa pulang ke rumahmu sekarang juga, bawa serta mereka!"
"Tapi, Tuan Muda!" seru Kusuma Jaya.
"Segara!" panggil Alexi kepada Segara. Alexi tak memedulikan lagi teriakan Kusuma Jaya, ia bergegas berjalan diikuti oleh Segara.
Kusuma Jaya menemui keluarganya yang ditempatkan di ruangan lain dengan wajah lesu, pria setengah tua itu sangat menyesalkan atas tindakan Meilia yang bertindak tanpa sepengetahuannya.
"Bagaimana, apa yang terjadi?" tanya ibu Meilia.
Kusuma Jaya menggelengkan kepalanya, ia duduk di sebuah kursi yang ada di ruang tamunya.
"Maafkan aku, aku terpaksa menjual semua tempat usaha kita kepada Tuan Muda," jawabnya lirih.
"Ayah!" seru Median dengan sangat terkejut. Kusuma Jaya mengangkat tangannya kepada Median sebagai isyarat.
Median tertunduk dengan wajah memerah menahan kegeraman yang teramat sangat, Meilia pun tak kalah terkejutnya.
"Beruntung Tuan Muda masih memberikan keringanan kepada kita semua, kita masih diperbolehkan untuk tetap tinggal di rumah kita." Kusuma Jaya mendesah.
"Apa yang membuat Ayah bersikap begitu kepada Alexi? siapa dia sebenarnya?" tanya Meilia dalam hati.
"Tuan Muda menarik perkataan tentang pengusiran keluarga kita, karena Tuan Muda masih menghargai Ayah," ujar Kusuma Jaya.
"Kalian dengarlah, kita harus bersyukur dan sangat berterima kasih kepada Tuan Muda," kata ibu Meilia.
"Meilia, apa yang telah kamu lakukan padanya?" tanya Kusuma Jaya pada anak gadisnya.
Meila tertunduk tak berani menatap pada ayahnya. "Ayah, aku menyukai Tuan Muda dan juga telah mengusir gadis yang disukainya."
"Jadi ... Meiliaa!!" seru Kusuma Jaya. "Kau benar-benar melakukannya?!"
"A Ayah, Ayah ... maafkan aku!" Meilia ketakutan melihat kemarahan di wajah ayahnya.
"Mengapa kau tidak pernah mengatakan kepada Ayahmu ini kalau Tuan Muda ada di sini?!" bentak Kusuma Jaya.
"Ayah, aku tidak tahu siapa dia," bisik Meilia.
"Meski kau tidak tahu siapa dia, tapi seharusnya kau tidak bertindak semaumu dengan mengusir gadis yang disukai oleh Tuan Muda!" bentak Kusuma Jaya.
"Tapi aku sangat mencintainya Ayaaah!" pekik Meilia.
"Itulah kelancanganmu, berani mencintai seorang Tuan Muda pewaris satu-satunya dari Sekte Sanca Perak!!" Kusuma Jaya kembali berkata dengan penuh emosi.
"Tuan Muda Sekte Sanca Perak?!" seru Median, Meilia dan ibunya hampir bebarengan. Mereka tak mengira jika Alexi adalah seorang tuan muda dari sekte yang sangat terkenal tanpa ampun itu.
"Benar, maka dari itu, kita harus bersikap dan berlaku baik kepadanya," jawab Kusuma Jaya.
"Segeralah kau minta maaf padanya dan katakan di mana gadis itu padanya!" perintah Kusuma Jaya.
"Aku tak tahu Zike ada di mana!" seru Meilia.
"Sudahlah jangan terus mendesaknya, Meilia sudah berkata berkali-kali kalau dia tidak tahu tentang keberadaan gadis itu." istri Kusuma Jaya berusaha menengahi.
"Ayah! ia bahkan telah memukuliku sampai babak belur begini dan Ayah masih membelanya?!" Median protes.
"Median, masih untung mereka tidak membunuhmu, jika sampai hal itu terjadi aku bahkan tak bisa membelamu!" bentak Kusuma Jaya.
"Ayah! memangnya siapa dia? sampai Ayah begitu membelanya?" tanya Median penasaran.
"Sudah, jangan ribut di sini, Tuan Muda sudah mengijinkan kita pulang! itu adalah hal yang harus sangat kita syukuri," ujar Kusuma Jaya.
Akhirnya mereka sekeluarga pulang dengan di antar oleh anak buah Alexi, meski dalam hati Median dan Meilia masih tak puas atas sikap ayah mereka kepada Alexi.
...Bersambung ......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Rembulan Telaga Sunyi
kok mirip judul novel sebelah ya?
2022-03-13
0
Yukity
mampir bawa boom like
semangaat🆙😍
2022-01-14
1