...Di Sekte Sanca Perak...
Malam itu, di sebuah pelataran bangunan megah dengan arsitektur bangunan bergaya kerajaan jawa kuno. Sekelompok pria berpakaian serba hitam tampak sedang berbaris. Di sekeliling bangunan itu, berdiri candi-candi kecil dan patung-patung berukir relief yang cukup indah dan unik. Di pintu masuk utama, berdiri pula dua buah patung ular Sanca berwarna perak.
Ya! Itu adalah simbol dari perguruan tersebut yaitu Sekte Sanca Perak.
"Bodoh! Bagaimana bisa kalian sampai kehilangan jejak?" teriak seorang pria berusia sekitar tiga puluh enam tahun. Pria itu sedang memarahi sekelompok orang-orang yang i ditugaskan untuk mengawal anak lelakinya.
"Ampun Ketua kedua! Kami tak bisa menjaga tuan muda dengan baik!" ujar salah seorang dari mereka sambil bersujud. Demi melihat pimpinannya bersujud, maka para anak buahnya pun melakukan hal yang sama.
"Kalian semua memang tak berguna! Sia-sia saja kalian berlatih siang dan malam untuk menjadi pasukan elit perguruan ini! Sedangkan hanya menjalankan tugas kecil seperti itu saja kalian tidak becus!" Nata Praja tampak sangat murka.
"Ampun Ketua! Kami akan berangkat lagi untuk mencari Tmtuan muda!" kata pimpinan pasukan itu.
"Tidak perlu! Aku akan mengirimkan tim elit lain. Kalian semua akan menerima hukuman, diturunkan dari pasukan elit menjadi pasukan tingkat paling rendah di sekte ini!" seru Nata Praja dengan nada marah dan kecewa.
"Ketua kedua! Tolong beri kami kesempatan sekali lagi. Kami akan mencari tuan muda dan membawanya kembali, kami berjanji!" ujar pimpinan pasukan elit itu dengan nada memohon.
"Apa Kalian pikir aku akan mengirimkan lagi orang-orang dungu seperti kalian?" Nata Praja tampak semakin emosi.
"Ketua, percayalah pada kami sekali lagi! Kami akan membawa tuan muda kembali." Pimpinan pasukan Elit itu memohon sekali lagi.
Nata Praja mendesah. "Baiklah! kuberi kalian kesempatan sekali lagi. Kali ini tidak boleh ada kata gagal, mengerti kalian semua?" tanya Nata Praja dengan wajah menakutkan.
"Siap, Ketua! Terima kasih atas kemurahan hati Ketua!" seru Cakra sang pimpinan pengawal itu.
"Baiklah, pergilah kalian semua! Malam ini kalian bisa beristirahat," ujar Nata Praja. Bagaimanapun dia tahu, jika para pengawal itu sudah cukup kelelahan.
"Terima kasih, Ketua!" kata para pengawal elit secara bersamaan. Para pengawal itu pun segera meninggalkan pelataran itu. Nata Praja bergegas masuk ke dalam mansion kediamannya dan segera disambut oleh Diah Ningsih isterinya. Pada raut wajah wanita itu terlihat sekali jika dia habis menangis.
"Ale belum diketemukan juga?" tanya Diah Ningsih dengan raut wajah cemas dan mata basah.
"Belum, kau tenanglah! Anakmu pasti kembali," jawab Nata Praja.
"Ada apa dengan anak itu? Apakah mungkin, selama ini kita terlalu mengekangnya?" tanya Diah Ningsih.
"Anak itu memang hanya tau bermain saja! Dia seharusnya giat belajar dan berlatih ilmu bela diri. Terutama tentang ilmu-ilmu yang diajarkan di sekte ini. Tapi lihatlah! Dia hanya bermalas-malasan saja setiap hari!" Nata Praja nampak sangat kesal.
"Sudahlah Kang. Biarkan saja anak kita menikmati masa mudanya dengan bahagia," ujar Diah Ningsih.
"Kau juga terlalu memanjakannya! Sebagai calon penerus Sekte Sanca Perak ini, seharusnya dia sudah bisa menguasai ilmu tapak racun akar Hitam, ilmu Jmjari dewa, ilmu brajamusti dan lain-lain. Tapi, dia malah mengatakan kepada Segara kalau dia tak mau mempelajarinya!" Nata Praja nampak sangat kecewa.
Segara adalah salah seorang murid Sekte Sanca Perak yang ditugaskan untuk mengawal Alexi. Namun, hari ini Segara sedang ada kepentingan keluarga sehingga dia tak bisa mengawal tuan mudanya.
"Mungkin, saat ini Ale belum merasa tergugah Kakang. Semoga saja nanti dia menyadari betapa pentingnya semua ilmu yang ada di perguruan ini." Diah Ningsih berusaha menenangkan suaminya.
Dari balik dinding yang lain, ada seorang gadis yang sangat cantik tengah menguping pembicaraan kedua orang tuanya. Gadis itu adalah Alexa Nata Praja saudara kembar Alexi.
"Jadi kak Ale belum kembali?" Alexa bertanya dalam hati. Dia pun memutuskan untuk menemui ayah dan ibunya.
"Ayah! Ibu!" Alexa menyapa kedua orang tuanya sembari berjalan mendekat. Nata Praja dan Diah Ningsih agak terkejut mendengar suara anak gadisnya. Mereka menoleh ke arah Alexa.
"Exa sayang, kemarilah!" Diah Ningsih memanggil Alexa. Alexa mendekati ibunya dan duduk di sampingnya.
"Kau mendengar pembicaraan kami?" tanya Nata Praja dengan tatapan tajam.
"Maaf, Ayah ... Exa tidak sengaja." Alexa menjawab sambil menunduk. Dia takut sekali jika ayahnya akan marah.
"Hmm, tak apa Alexa. Oh ya, apa kau bisa menghubungi kakakmu?" tanya Nata Praja.
"Tidak Ayah, nomor kakak tidak aktif seharian ini," jawab Alexa.
"Dasar bocah itu! Benar-benar berniat sekali menentangku!" Nata Praja sangat marah.
"Ayah, bolehkah aku ikut mencarinya besok?" tanya Alexa dengan takut-takut.
"Kau!" Nata Praja terkejut.
"Maaf Ayah. Jika aku yang menemukannya, mungkin aku bisa membujuknya. Tapi, jika para murid sekte yang menemukannya, bisa jadi kakak akan melarikan diri lebih jauh lagi." Alexa menjelaskan alasannya.
Nata Praja tercenung, bagaimanapun dia juga membenarkan penjelasan Alexa. Nata Praja mendesah berat dan bertanya, "Apa kamu tahu mengapa kakakmu berbuat begitu?"
"Ya Ayah, aku melihat kakak sedih setelah tidak sengaja mendengar pembicaraan Ayah dan Ibu tentang perjodohannya dengan Kak Garnis," jawab Alexa.
"Jadi, dia sudah tahu?" tanya Diah Ningsih. Alexa menganggukan kepalanya.
"Jadi, itu yang membuatnya minggat?" Nata Praja terhenyak.
"Benar Ayah, mohon ijinkan aku ikut turun untuk mencari kakak. Kakak hanya akan mendengarkan aku saja," kata Alexa memohon.
"Ayah akan pikirkan dulu. Sekarang kau kembalilah ke tempatmu!" ujar Nata Praja. Dia merasa sangat lelah memikirkan anak lelakinya itu.
"Tapi, aku masih ingin dengan Ibu." Alexa merengut. Diah Ningsih memeluk puteri cantiknya.
"Kalau begitu, biar ibu temani kamu di kamarmu saja," kata Diah Ningsih.
"Benarkah, Bu?" tanya Alexa senang.
"Bagaimana Ayah?" tanya Alexa. Gadis cantik itu khawatir jika ayahnya tak mengijinkannya.
"Pergilah kalian! Bagaimanapun dia juga milikmu," kata Nata Praja.
"Terima kasih Ayaaaah!" Alexa kini beranjak memeluk ayahnya. Nata Praja balas memeluknya dan tersenyum menatap wajah Alexa yang sangat cantik itu. Tetiba dia teringat akan seseorang yang juga memiliki wajah yang nyaris sama dengan putrinya ini.
"Mmhh, pergilah tidur," ujar Nata Praja sambil membelai rambut anak gadisnya yang panjang terurai.
Alexa tersenyum sambil mengangguk. Dia segera melepas pelukannya dan langsung membawa sang ibu pergi dari ruangan itu.
"Memang sangat mirip. Karena mereka berdua memang anaknya." Nata Praja menerawang. Di matanya, kini berlarian bayangan-bayangan yang menyiksanya siang dan malam.
...Pagi hari di Penginapan Maple Jingga...
Alexi baru terjaga dari tidurnya, Dia mengusap matanya beberapa kali saat merasa silau oleh sinar matahari yang masuk melalui celah-celah dinding dan jendela penginapan yang terbuat dari susunan kayu Jati. Alexi menggeliatkan tubuhnya lalu bangkit dan duduk di atas ranjang. Perlahan dibukanya daun jendela. Pemandangan indah segera menyambutnya dengan keindahan warna pagi yang cerah. Hangatnya sinar mentari, hembusan angin segar menyapa wajah tampannya. Alexi menyipitkan pandangannya saat kesilauan menimpa kedua mata cantik berwarna biru tua yang indah.
"Indah juga pemandangan dari atas sini," gumam Alexi seraya mengedarkan pandangannya. Tampak dari kejauhan berjajar gugusan perbukitan dengan puncak-puncaknya yang bersinar kehijauan. Beberapa lembar awan putih turut menghiasi langit biru, bagai menggambarkan indahnya lukisan syurgawi.
"Ada perbukitan di sini? Aahh, aku ingin juga ke sana!" Mata Alexi berbinar dengan cerahnya. " Dan, alangkah baiknya jika pergi ke sana dengan banyak teman. Atau setidaknya dengan salah seorang teman." Alexi merasa sedih.
Teman yang dimaksudkannya adalah benar-benar murni teman. Teman yang tidak ada perasaan segan dan takut kepadanya yang memiliki sebutan seorang tuan muda. Teman yang Alexi inginkan adalah seseorang yang bisa diajak tertawa lepas, bercanda ria bersama dan tak menyebutnya dengan embel-embel tuan muda.
"Baru dia saja yang memperlakukan aku seperti yang kuinginkan. Atau karena dia belum tahu jika aku adalah seorang tuan muda?" Alexi bertanya dalam hati.
"Lalu, bagaimana jika dia sudah tahu identitasku? Apakah sikapnya akan menjadi lain dan ... meninggalkanku juga?" Alexi membayangkan sesuatu dalam lamunannya.
"Maaf, Tuan Muda. Mohon ampunilah saya! Saya sungguh tidak tahu kalau anda adalah Tuan Muda Sekte Sanca Perak yang sangat dihormati itu." Zike berkata sambil bersimpuh dengan wajahnya sangat ketakutan.
"Bangkitlah! Aku tak suka kau berbuat begitu!" seru Alexi seraya memapah gadis itu agar bangkit.
"Tapi, Tuan Muda! Saya telah berlaku lancang kepada Anda," ujar Zike yang menyadari kelakuannya selama ini.
"Sudahlah! Aku tak ingin mempermasalahkannya lagi. Kau tetap akan jadi temanku ... selamanya temanku," kata Alexi.
"Tidak! Aku tidak akan bisa menjadi teman Anda. Itu sangat tidak pantas Tuan Muda! Saya sadar siapa diri saya. Saya hanya orang rendahan yang tak pantas bergaul dengan seorang pangeran seperti Anda." Zike berbicara tanpa mau menatap wajah Alexi.
"Siapa yang pangeran? Kau tetap temanku! sebut aku Ale atau apa saja sesukamu!" Alexi sambil merengut. "Asal jangan kau anggap aku tuan muda!"
"Tidak Tuan! Saya tidak bisa!" jawab Zike.
"Harus bisaaaaa!" teriak Alexi.
"Tidaaaaaak! Jangan paksa saya Tuaaan!" Zike menelungkupkan wajahnya.
"Harus mau!" Alexi marah.
"Tidak mauuuu!" Zike berteriak.
"Aaahh! Kenapa aku membayangkan hal yang tidak-tidak?" Alexi tersadar dari bayangannya dan bergidig muak. Pemuda itu sungguh merasa sangat tak bahagia dengan kenyataan hidupnya. Dia tak bisa bebas seperti orang lain dalam menentukan pilihan dan keinginan hatinya. Alexi hanya ingin hidup normal seperti orang kebanyakan. Tanpa tekanan, tanpa peraturan dan terutama tanpa perjodohan aliansi.
"Alangkah lebih baik dan bahagianya hidupku, jika aku bisa bebas seperti mereka ...." Mata Alexi menatap jauh ke bawah sana dan melihat beberapa orang tampak sedang berlari-lari kecil.
"Hei! Apa aku bermimpi?" Alexi menangkap sosok yang sudah dikenalnya sedang sibuk melakukan sesuatu.
"Mengapa bisa kebetulan sekali?"
...Bersambung ......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Tang Lian
sekte Jawa ini ya?
2022-08-27
0
El_Tien
mikirnya ke jaman maja pahit larinya ke jaman kekaisaran kuno wkwkwk
2022-04-29
2