"Alexi, aku memang sengaja mengusirnya, karena aku tak tahan melihatmu selalu menguntitnya setiap hari." Meilia berkata jujur. Ia menangis sambil menangkupkan kedua telapak tangannya ke mulut dan hidungnya, gadis itu sesenggukan.
"Kau!!" Alexi menunjuk ke wajah Meilia.
"Aku menyukaimu sejak awal, tapi mengapa dia yang mendapatkan cintamu, Ale?" tanya Meilia tanpa rasa malu kepada semua orang yang menatapnya.
"Aku benci dia, dia telah mengkhianatiku! dulu aku yang menolongnya dan dia berjanji akan memberikan apa saja yang aku sukai darinya meskipun itu adalah sesuatu yang paling berharga miliknya," ujar Meilia dengan nada kesal dan sedih. "Dia berhutang banyak padaku!"
"Tapi mengapa, untuk kali ini dia tak mau melepaskanmu untukku?!!" tanya Meilia sambil berteriak.
"Tentu saja dia takan mau melepasku, karena dia mencintaiku. Dan aku juga mencintainya," jawab Alexi dengan perasaan senang.
"Kakaaak?!" Alexa terkejut. Ia tak percaya jika Alexi bisa berkata demikian. Karena selama ini tak ada satupun gadis yang dilirik oleh kakaknya itu.
"Benarkah Kakak sudah memiliki seorang gadis di hatinya?" Alexa bertanya dalam hati. Alexa merasa sangat penasaran dengan sosok gadis yang telah mencuri hati Alexi.
"Jika dia berhutang padamu, katakan berapa jumlahnya, aku yang akan membayar semua hutangnya padamu!" tanya Alexi.
"Membayar hutangnya?" Meilia mendadak tertawa panjang sambil menangis. "Kau bahkan bersedia membayar hutang-hutangnya padaku!"
"Dengar Alexi! Hutangnya adalah hutang pengkhianatannya padaku! jika aku menuntutnya, maka aku ingin kau jadi milikku sebagai bayarannya. Bagaimana Alexi?! bukankah kau bilang akan membayar hutangnya?" Meilia bertanya dengan nada sinis.
"Lancang!!" Agni berteriak seraya memukul tengkuk Meilia. Gadis itu ambruk seketika karena tak bisa menghindari serangan Agni.
"Tuan Muda, kami akan bereskan semuanya!" ujar Agni.
"Baiklah, tanyakan segala hal tentang dia dan keluarganya kepada para pengurus penginapan ini," ujar Alexi.
"Baik, Tuan Muda!" sahut Agni.
Alexi beralih menatap ke arah Ah Liong yang menggigil ketakutan. "Jangan! jangan menatapku Tuan Muda! aku ... aku sungguh tak terlibat dengan perginya Zike."
"Mengapa kau ketakutan sekali? Dan lagi aku bukan Tuan Mudamu!" seru Alexi.
"Ta tapi ...." Ah Liong masih pucat.
"Sudahlah, kau ikuti dan jawab saja semua hal yang akan ditanyakan oleh orang-orangku, aku akan menjamin keselamatanmu jika kau menurut dan tidak menutupi apapun dariku!" kata Alexi.
Ah Liong hanya bisa mengangguk-anggukan kepalanya, ia sangat takut melihat banyak orang berpakaian serba hitam dengan atribut sebuah perguruan bela diri yang sudah sangat terkenal.
"Sa Sanca Perr Peraak!" desis Ah Liong dalam hati. Ia sungguh tak menyangka jika dirinya akan bertemu dengan orang-orang dari Sekte yang begitu terkenal dengan teknik ilmu pukulan beracunnya.
"Exa, biar ini jadi pekerjaan mereka," bisik Alexi. Alexa menganggukan kepalanya.
"Segara!" panggil Alexi.
"Siap, Tuan Muda!" Segara menghormat kepada Alexi, hal itu membuat tercengang orang-orang yang masih melihat perseteruan itu.
"Segera kau bereskan dia sampai ke akarnya! mintalah semua keterangan tentang orang yang telah dia usir belum lama ini, jika dia tak mau mengatakannya dengan jujur, kau rontokan saja semua giginya dan juga gigi orang tuanya!" perintah Alexi seraya beranjak menaiki anak tangga.
"Jangan lupa, belilah juga Penginapan ini beserta seluruh cabangnya, berapapun harganya, Agni laksanakan!!" Alexi memberi perintah sambil berjalan.
"Siap laksanakan perintah!" Agni berseru dengan sikap patuh dan hormat.
"Setelah ini, usir dia dan keluarganya jauh dari kota ini!!" seru Alexi.
Para pengawal dari Sekte Sanca Perak segera melaksanakan perintah Alexi tanpa banyak bicara, mereka adalah orang-orang yang sudah terlatih hingga tak perlu lagi bertanya tentang apa saja yang harus dilakukannya, bagi mereka perintah Alexi adalah sebuah Sabda Pandita Ratu yang harus dijalankan segera.
"Exa, kita pergi ke kamarku sekarang! kita sudah cukup dengan bocah itu." Alexi berucap seraya menarik tangan adiknya, kedua saudara kembar itu berlalu pergi dari keramaian yang terjadi tanpa diduga.
Semua ucapan Alexi membuat orang-orang yang mendengarnya tercengang, ada yang percaya dan menjadi semakin terkagum-kagum. Namun, lebih banyak yang tidak percaya, mereka menganggap jika Alexi hanya sekedar mengancam dan membual agar semua orang termasuk Meilia dan keluarganya ketakutan.
Segara segera meringkus Meilia dan membawanya keluar, salah seorang pelayan penginapan segera menelepon kedua orang tua Meilia untuk memberitahukan apa yang baru saja terjadi.
Sementara itu, Alexi telah sampai di kamarnya, Alexi membawa Alexa masuk dan menutup pintu kamar dengan tergesa-gesa.
"Jadi, selama ini Kakak bersembunyi di sini?" tanya Alexa sambil berkeliling kamar yang tidak begitu besar, Alexa menyibak tirai jendela dan mengedarkan pandangannya ke luar kamar.
"Hmm, indah juga pemandangan dari atas sini, pantas saja Kakak betah berada di penginapan kecil seperti ini, tempatnya juga agak sepi dan terpencil, terlebih ada banyak gadis cantik yang lalu lalang seperti itu," ujar Alexa yang melihat banyak wanita cukup cantik yang tengah berjalan-jalan di bawah sana.
"Bagaimana kabarmu dan ibu?" tanya Alexi tak menggubris ocehan adiknya.
"Kabarku ... tentu saja aku harus pusing karena mencari Kakak dan ibu hanya bisa menangis setiap hari akibat memikirkan anak lelaki kesayangannya ini," jawab Alexa sambil duduk di bibir jendela.
"Kakak bahkan tidak menanyakan tentang Ayah," ucap Alexa.
"Mengapa harus menanyakannya? dia itu ayahmu, bukan ayahku!" sahut Alexi sambil berbaring di atas ranjang yang terlihat masih baru. Alexi meraih sebuah buku untuk dibacanya.
"Kakak rupanya masih marah pada Ayah," kata Alexa. Ia menoleh ke wajah Alexi yang menjadi masam.
"Aku tidak marah, aku cuma kesal pada pria tua itu! seenaknya saja membuat keputusan pernikahan tanpa persetujuanku!!" geram Alexi.
"Kalau Kakak tidak suka dengan gadis itu, Kakak bisa menolaknya secara baik-baik," ujar Alexa.
"Kau pikir Ayah akan mendengarkan aku?" tanya Alexi. "Ayah tak pernah lembut padaku barang sehari saja, bagaimana aku bisa mengatakan isi hatiku padanya?"
"Tapi Kak, bagaimanapun Ayah juga sangat menyayangimu, Ayah hanya ingin Kakak tekun berlatih semua ilmu-ilmu perguruan kita, Ayah ingin Kak Ale jadi orang yang paling kuat," jawab Alexa.
"Kakak adalah satu-satunya penerus ketua Sanca Perak, wajar jika Ayah memperlakukanmu berbeda dariku."
"Exa, aku sama sekali tak tertarik dengan kedudukan itu," kata Alexi seraya membalikkan badannya hingga tengkurap sambil memeluk bantal.
"Andaikan saja Ayah memiliki anak lelaki satu lagi, maka dengan senang hati aku akan memberikan posisi itu padanya." Alexi berucap sambil menerawang entah kemana. Alexa turun dari jendela, ia berjalan ke tempat Alexi berada, Alexa duduk ditepi ranjang.
"Aku tak ingin jadi ketua Sanca Perak, Exa!"
"Lalu, Kakak ingin apa? maksudku Kakak punya cita-cita apa untuk kehidupan masa depan Kakak nanti?" Alexa memang sangat ingin tahu rencana masa depan kakaknya.
"Aku tidak ingin apapun Exa, aku hanya ingin hidup normal, memiliki keluargaku sendiri yang bahagia, meskipun hidup kami sederhana," jawab Alexi.
"Aku ingin hidup dengannya dan dia melahirkan bayi-bayiku, empat bayi lelaki yang gagah dan tampan sepertiku dan satu bayi perempuan yang memiliki rambut indah dan bola mata bulat berbinar, bayi perempuan yang sangat cantik ... secantik dia." Alexi berkata dalam hati sambil terus membayangkan wajah kekasih hatinya.
"Mungkin Kakak bisa dapatkan itu semua, Kakak bisa memimpin Sanca Perak dan menikah dengan pilihan Kakak, Ayah pasti tak keberatan," seru Alexa. Alexi menarik napasnya dalam-dalam dan mengembuskannya secara perlahan, pemuda tampan itu memejamkan mata cantiknya.
...Flashback ......
Suatu hari Alexi baru saja kembali sehabis latihannya dengan Segara dan gurunya Master Gao, Master Gao adalah seorang guru spiritual dan seorang kultivator yang sengaja diundang oleh Nata Praja untuk secara khusus mengajari Alexi. Master Gao berasal dari pulau Dewandaru yang berada di tengah lautan, pulau yang terpencil namun sangat indah.
Alexi berjalan memasuki mansion keluarganya, ia berjalan begitu tergesa-gesa karena merasa sangat haus, Alexi segera menghampiri meja yang ada di balik dinding sebuah ruang keluarga. Alexi duduk di kursi yang ada di sebelah meja itu, tangannya meraih guci keramik berisikan air putih dan segera meneguk langsung dari mulut guci tanpa menggunakan gelas.
"Jadi Kakang sudah menyetujui rencana perjodohan antara Ale dan Garnis?" tanya Diah Ningsih.
Glek! dada Alexi terasa berdenyut keras karena kaget saat mendengar suara ibunya dari balik dinding tempat ia berada, dipasangnya kedua indera pendengarannya baik-baik.
"Itu sudah menjadi perjanjian antara aku dan Kang Areng Wijaya sejak Alexi dan Garnis masih berada di dalam kandungan." Nata Praja menjawab pertanyaan istrinya.
"Tapi Kakang, bagaimana dengan Alexi sendiri, apa dia mau?" tanya Diah Ningsih. Ia merasa tak sampai hati jika nantinya Alexi tidak menyukai calon istrinya.
"Nimas, suka atau tidak, Ale harus tetap menikah dengan Garnis! jika kau ada waktu, bicaralah dengannya dan bujuk agar dia mau menikahi Garnis, dia lebih mendengarkanmu daripada aku," ujar Nata Praja.
"Memaksanya?" gumam Diah Ningsih.
"Kau lakukan saja perintahku! Kang Areng Wijaya telah berjanji akan memberikan salah satu anak cabang perguruan Awan Pethak sebagai hadiah pernikahan, dengan begitu Sekte Sanca Perak akan menjadi semakin kuat dengan dukungan dari Sekte itu!" seru Nata Praja. Diah Ningsih hanya terdiam dan tertunduk.
"Selain itu, aku ingin Alexi bisa setara dengan Tuan Muda dari keluarga Liu yang masih begitu belia tetapi sudah memiliki segudang prestasi yang mencengangkan," ujar Ki Nata Praja sambil menerawang.
"Tuan Muda dari keluarga Liu?" tanya Diah Ningsih.
"Benar! namanya adalah Berlian Jessey Liu, dia anak lelaki satu-satunya dari Jennie Liu dan Jennie Liu adalah puteri dari Tan Liu pemimpin Sekte Elang Emas." Nata Praja bercerita sambil berjalan ke sisi jendela yang terbuka.
"Aku melihat sendiri kehebatannya bermain pedang saat itu dan karena itulah mengapa aku ingin Alexi berlatih keras agar dia bisa sehebat Tuan Muda Liu, apa aku salah?!!" tanya Nata Praja kepada Diah Ningsih tanpa menoleh.
"Tidak, Kakang tidak salah! hanya saja, itu seperti terlalu dipaksakan." Diah Ningsih menghela napas. "Bagaimanapun Ale adalah Ale, tak bisa dibandingkan dengan Tuan Muda Liu, Ale mungkin memiliki bakat terpendam yang kita tidak tahu." ujar Diah Ningsih.
"Kau selalu membelanya, aku lakukan semua untuk kebaikan masa depannya, aku ingin dia dan Sanca Perak kuat agar tidak diremehkan oleh siapapun, juga jangan sampai terlampaui oleh Sekte Elang Emas yang sudah memiliki calon pewaris sehebat Jessey Liu di usia mudanya!!" Nata Praja berkata dengan sedikit emosi.
"Tapi Kakang, biar ...." Diah Ningsih tak meneruskan ucapannya karena sebuah bentakan keras mendahuluinya.
"Nimas! kau hanya perlu melakukan tugasmu untuk membujuknya!" Ki Nata Praja semakin emosi.
"Baiklah, Kakang," ucap wanita itu lirih. Ia tak berani membantah suaminya.
Dari balik dinding, Alexi mengurut dadanya dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya masih memegang guci air keramik. Perasaannya sangat sakit mendengar percakapan kedua orang tuanya, tubuhnya terasa panas dan dingin secara bersamaan.
Alexi segera meletakan guci air keramiknya, ia beranjak menuju ke kamarnya. Di dalam kamar ia melepaskan baju atasannya dan membantingnya ke lantai dengan keras, Alexi berdiri di depan sebuah cermin besar dan panjang sambil menjambaki rambutnya sendiri, matanya memanas, dadanya terasa sakit, ia menatap wajahnya sendiri di depan cermin, wajah tampannya kini tampak kumal dengan rambut panjang lurus sebahu yang acak-acakan.
Alexi menatap dengan pandangan mata kosong ke arah cermin, tangan kanannya meraba bahu kirinya hingga ke lengan secara beurutan dan sangat perlahan, jari-jemarinya merasakan guratan-guratan halus yang ada di lengan kirinya itu.
"Beban ini sungguh menyiksaku! andai aku bukan terlahir di Sekte ini, andai aku terlahir menjadi orang biasa saja yang bisa menjalani kehidupan sederhana namun indah." Alexi berbisik pilu.
"Hanya ingin seperti mereka saja, mengapa sebegitu susahnya untukku?" Alexi membayangkan para petani di sawah sedang asyik menyantap makanan sederhana bersama kawan-kawan dan anak istrinya yang tadi pagi dilihatnya saat ia disuruh berlari mengelilingi persawahan oleh Master Gao.
"Hanya sebuah Impian Sederhana saja, mengapa begitu sulit bagi seorang Alexi Nata Praja?" bisik Alexi lemah.
...Flashback off ......
"Kak Ale!" panggil Alexa.
"Kakaaaak!" Alexa mengulangi panggilannya dengan suara cukup keras karena Alexi masih melamun hingga tak mendengar seruan adiknya.
"Eh, iya iya." Alexi tergagap.
"Jadi Kak Ale benar-benar sudah memiliki seorang kekasih?" tanya Alexa. Alexi hanya tersenyum sambil membayangkan wajah Zike.
"Apa dia cantik?" Alexa penasaran.
"Tentu saja cantik," jawab Alexi senang.
"Cantik siapa, aku atau dia?" tanya Alexa. Sejak kecil ia paling tidak suka jika kakaknya memuji anak lain selain dirinya, Alexi harus selalu mengatakan kalau Alexa lah yang paling cantik dari siapapun.
"Kau paling cantik, tentu saja kaulah yang paling cantik di antara semuanya di mata Kakak, tapi itu sebelum Kakak bertemu dia." Alexi tersenyum sendiri, hatinya merasa sangat rindu kepada seorang gadis yang sedang ia bayangkan.
"Aaaahhh!!" Alexi terpekik kesakitan, sebuah cubitan keras dan melintir menyakiti lengannya. "Exa, Exaaaa! ini sakiiiit!"
"Jadi maksud Kakak, sudah ada wanita yang lebih cantik dari aku?!!" Alexa semakin memperkuat cubitan di lengan kiri kakaknya.
"Ti tidaaak, bukan itu maksud Kakak, Exa, lepaskan cubitanmu dulu! jangan sampai ular itu bangun dan marah lalu menyerangmu," ujar Alexi sambil meringis kesakitan.
"Kakak pikir, aku takut dengan ularmu yang lemah itu?" tanya Alexa seraya melepaskan cubitannya dengan kesal.
"Hei! jangan remehkan ularku ya?! rupanya kau belum tahu kalau ular milikku ini bisa jadi sangat liar dan ganas, bahkan kaupun takan bisa melawannya!" seru Alexi.
"Ganas apanya? terakhir aku lihat, ularmu itu bahkan tak bisa berbuat apa-apa." Alexa tertawa mengejek Kakaknya.
"Apa perlu kuperlihatkan padamu sekarang juga?" tanya Alexi. Ia bangkit dari tengkurapnya sambil memegangi bekas cubitan adiknya, bekas cubitan itu meninggalkan warna merah yang sedikit membengkak.
"Hao! kau pikir aku takut dengan ular Phyton lemahmu itu?" ejek Alexa. "Ayo, lepaskan dia dari sarangnya sekarang juga!" tantang Alexa.
"Huh! siapa takut?!!" Alexi bersiap-siap untuk melayani tantangan Alexa.
Alexi ingin menunjukan kehebatannya kepada Alexa yang selalu meremehkannya, kali ini Alexi ingin menunjukan sesuatu kepada adik kembarnya yang selama hampir satu bulan tidak bertemu dengannya.
Apakah yang akan diperlihatkan Alexi kepada Alexa?
...Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 152 Episodes
Comments
Manami Slyterin🌹Nami Chan🔱🎻
bagus
2022-09-07
0
Xiao Se
Bagus gini knpa gk lanjut thor?
2022-07-04
0
Xiao Se
Gak tau diri amat nih cewek
2022-07-04
0