Kiriman pesan terakhir telah dibaca, tak ada balasan lagi dari Fikri untuk Isti. Entah memang sudah lelah di lawan, atau memang sibuk sehingga tak lagi memegang Hp di tangannya. Fikri pasrah, berharap esok entah kapan, Isti akan kembali seperti semula.
"Semoga tak begitu lama kau begini, Is. Aku merindukan Isti yang ceria dan ramah. Isti yang begitu menyayangiku dengan seluruh kesabarannya." lirih Fikri, dengan menyimpan Hpnya di saku celana.
Ia pun kembali bekerja seperti biasanya, berusaha fokus dan mengesampingkan masalah pribadi yang tengah melilit hatinya saat ini.
" Ya, harus ku kejar kenaikan pangkat ini. Demi Naya.... " itu ucapan yang keluar dari mulut Fikri saat ini.
Tiba waktu makan siang, Fikri bergabung dengan karyawan lain di kantin. Sempat di tatap dengan sedikit keheranan oleh para rekannya, tapi Fikri tak ambil pusing oleh hal itu.
" Biasanya makan siang, dibela-belain pulang, Mas?" tanya salah seorang rekan. Meski tak tak tahu, jika Fikri pulang ke rumah istri simpanannya.
"Istri saya lagi sibuk banget, jadi ngga sempet masakin buat siang ini." jawab Fikri.
"Kalau di fikir-fikir, memang Istri Mas Fikri itu the best. Sempurna banget kelihatannya. Udah cantik, pekerjaan bagus, rajin, sayang anak, perhatian ke Mas Fikri pun ngga ketinggalan loh."
Fikri hanya tersenyum bangga, karena yang mereka katakan itu benar. Meski hanya Satu yang disebutkan, tapi itu mewakili semuanya.
*
*
*
" Mba Is, hari ini ada promosi produk make up loh. Kayaknya produk kosmetik yang Mba Is pakai itu. "
" Promo apaan, Rin?" tanya Isti.
"Mereka lounching produk baru, semacam lotion gitu. Tapi produk lama juga di perbaharui covernya. Tapi masih sama dan katanya tambah ingredients aja."
"Wow, pastinya lebih bagus. Kita kesana bareng-bareng, yuk. Kebetulan, bedak udah pada habis. Tahu sendiri, Mba susah pakai produk lain biar mahal, asal cocok." ajak Isti dengan semburat antusiasmenya.
Selesai dengan semua tugas, selesai dan berpamitan dengan para pasien dan mengoper jam dinas dengan rekannya yang lain.
Isti pun kini telah siap, dan berjalan berdua dengan Ririn menuju tempat yang mereka incar. Tak jauh dari Rumah sakit, hanya berjarak Lima belas menit menggunakan mobil Isti.
"Nanti Mba anter pulang, Rin. Santai aja, Mba free kok." ujar Isti, dengan membuka pintu mobilnya dan keluar.
Hari ini benar-benar dimanfaatkan oleh Isti untuk berbelanja keperluan pribadinya. Ketika dulu Ia tampil dengan sederhana, karena Fikri melarangnya menor. Tapi penghargaan itu tak di hargai Fikri, yang malah mencari wanita yang lebih menor dari Isti. Sangat sakit ketika apa yang Ia larang, justru Ia tentang bagai menjilat ludah sendiri.
Setelah bertanya dengan beberapa penjaga, akhirnya Isti dan Ririn menemukan tempat dimana produk itu dipajang. Begitu ramai, karena memang produknya begitu bagus dan banyak peminat.
Isti dan Ririn mencoba menembus kerumunan. Dan mencoba mencari apa yang mereka inginkan, sembari terus melihat para SPG menjelaskan produk mereka.
"Selamat siang, Mba. Ada yang bisa saya bantu? Perkenalkan saya Naya SPG dari produk ini. Jika ada sesuatu, silahkan bertanya langsung pada saya." ucapnya, menghampiri Isti dan Ririn dengan begitu ramah.
Deg... "Naya?" batin Isti bertanya. Apalagi, Ia begitu mengenali suara wanita yang Ia benci itu.
Isti pun menatap ke arah Naya yang awalnya tersenyum padanya. Namun senyum itu hilang, berganti dengan rasa takut dan cemas. Ia takut, jika Isti akan menyerangnya disana, dan mengacaukan semua pekerjaannya.
"Mba-Mba isti...." lirih Naya, yang perlahan mundur dari Isti.
Tubuh Naya gemetar, ingin rasanya berlari kencang keluar dari Mall hanya untuk menghindari Isti. Tapi, jika Ia nekat, usahanya akan sia-sia. Ia tak akan mendapat gaji jika terdapat keluhan pada pelayanannya. Akhirnya, Ia menghela nafas panjang dan mencoba perofesional memperlakukan Isti sebagai Costumer.
Akhirnya Naya memperkenalkan dirinya lagi dengan ramah. Dan Isti hanya menatapnya sinis dan terus mendengarkan apa yang dikatakan Naya padanya dan Ririn.
"Pintar juga dia." batin Isti, yang mengangumi keprofesioanalan Naya.
Setelah mendengarkan semua penjelasan dari Naya, Ririn menawarkan diri untuk menjadi model Naya merias dengan kosmetik itu. Sebenarnya Isti yang diminta, namun Isti tak ingin tubuhnya disentuh Naya saat ini. Isti pun dengan halus menolak, dengan alasan memang sudah memakai produk itu sejak lama. Sebuah pertemuan yang menyebabkan perang batin antara ke duanya saat ini. Dan tak ada satu orang pun yang tahu.
Dalam sesi make up itu, Ririn dan Naya saling bertanya jawab dengan begitu akrab. Bahkan Naya menanyakan status Ririn, yang ternyata masih berstatus pengantin baru.
"Nah, mupung masih pengantin baru. Mba nya harus rajin dandan dan nyenengin suami. Apalagi, Mba nya memang dasar sudah cantik sih." puji Naya pada Ririn.
"Iya, saya bersyukur karena suami saya ngga terlalu banyak menuntut. Yang penting, pekerjaan rumah beres, dan kerja di Rumah sakit aman. Kalaupun saya capek dan pengen di rumah aja, ya ngga papa."
"Sayang Mba, kerjaannya. Cari kerjaan yang enak itu susah. Nanti, jadi nganggur dirumah, malah jadi kesempatan dan alasan suami untuk nyeleweng lagi." goda Naya, yang hanya dibalas Istighfar dari Ririn.
"Sekarang itu, serba sulit. Semua kesempurnaan, kadang tak jadi jaminan untuk suami setia dengan satu wanita." ujar Isti, menyambung tanya jawab mereka.
"Maksudnya, Mba?" tanya Ririn, yang masih stay dengan aktifitas make upnya bersama Naya. Meski Naya mempunyai firasat tak enak dengan percakapan ini.
"Istri dirumah, pandai beres-beres dan mempercantik diri, suami masih bisa selingkuh dengan alasan istri tak mandiri. Istri sibuk bekerja, pandai mencari uang dan mengurus rumah tapi tak bisa berdandan, suami masih bisa selingkuh dengan alasan istri tak pandai merawat diri. Tapi, Istri yang pandai mencari uang, pandai menjaga anak, dan pandai meriaspun, tak jadi jaminan lelaki setia. Intinya, kalau laki-laki itu memang brengsek, pasti brengseklah sifatnya. Tergantung kekuatan iman, dan sekuat apa wanita luar dapat menggodanya." jawab Isti.
"Mba, jangan gitu dong. Aku banyak kekurangan ini. Kayak Mba Is enak, sempurna dan semuanya bisa. Mas iya, Mas Fikri bisa nyeleweng." ujar Ririn yang Insecure dengan dirinya sendirim
Isti hanya tersenyum dengan jawaban itu. Memandang Naya yang kini panik, tangannya gemetar dan raut wajahnya pucat. Meski Naya tahu, jika Isti tak akan berbuat macam-macam dengannya melalui tindakan. Tapi, hanya dengan ucapan itu, Naya seakan langsung kena mental dan Drop.
"M-Mba, make upnya sudah selesai." ucap Naya, mengakhiri polesan terakhir di pipi Ririn.
"Wah, bagus dan cantik. Kamu memang berbakat, mana masih muda. Pasti kamu jadi inceran banyak laki-laki. Tapi hati-hati, banyak pria beristri ngaku bujang sekarang." ucap Ririn pada Naya, yang menambah hancur mentalnya hari ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Alexandra Juliana
Mengharapkan naik pangkat demi utk menghidupi selingkuhan bukan demi kebahagiaan anak dan istri sah..Semoga mimpimu g akan terwujud Fikri..kalau perlu posisimu diturunkan..
2023-02-10
0
Arin
si Fikri emng setan dia,knp ya ada dunia poligami jdi bnyk suami yg bangga dngn kata poligami,coba ada yg istri bersuami dua gmn rsnya yg jdi suami ya😀
2022-07-09
0
Caramel Latte
ya ampuuun, si sampah kasihan bgt kena mentalnya
2022-07-05
0