Tersenyum si depan anak

Amarah Rani memuncah. Ia tak menyangka jika kakak kandungnya adalah seorang pria pengecut dan begitu tak tahu diri. Ia benar-benar kecewa dengan jawaban yang Fikri berikan padanya. Airmatanya pun mengalir, Ia tak dapat menahan lagi sakit hatinya itu.

"Orang bilang, cinta pertama seorang anak perempuan adalah ayahnya. Dan ketika Ayahnya telah tiada sejak kecil, maka yang Ia lihat adalah Kakaknya. Dan hari ini, Rani benar-benar patah hati. Ketika Mas sebagai cinta pertama Rani, justru telah menghancurkan hati Rani. Hancur berkeping-keping. Bahkan Rani ngga bisa membayangkan, betapa parah trauma yang Rani rasakan sekarang."

"Ran... Kamu ngga boleh begitu. Urusan Rani, sama urusan Mas itu beda, Ngga akan sama."

"Oh ya? Bagaimana jika nanti Rani yang akan diselingkuhi? Atau bahkan, Rani yang akan di jadikan selingkuhan om-om?"

Plaaaak.! Tamparan keras mendarat di pipi mulus Rani. Membuat gadis itu benar-benar syok saat ini. Kecewa dan amarahnya semakin menjadi-jadi pada Sang Kakak.

"Huuftz... Rani bahkan belum berani pacaran, atau bahkan melirik pria lain selama ini. Rani mengidamkan seorang pria seperti Mas fikri. Tapi, belum sempat merasakan manisnya cinta itu seperti apa, Rani sudah enggan membuka hati. Terimakasih Mas, ini tamparan pertama yang mas berikan buat Rani. Jangan sampai, Mas lakukan juga sama Mba Isti. Rani yang akan turun tangan membalasnya."

Rani mengambil kasar tasnya yang ada di meja, Ia pun pergi tanpa berpamitan. Hatinya benar-benar sakit, dan terasa begitu trauma dengan kelakuan Sang kakak yang sejak lama begitu Ia banggakan. Ia tak lanjut ka kampus, justru Ia pergi ke makam sang ayah dan menangis sejadi-jadinya disana. Memohon maaf, atas keadaan dirinya sekarang.

"Ayolah, Ran. Kamu harus kuat, kamu ngga boleh seperti ini. Setidaknya, kamu harus menjadi penguat Mba isti dan Ibu. Meski tak tahu, seberapa lama Mba isti akan bisa bertahan dengan situasi ini." gumamnya sendirian.

*~*

"Hallo, Mas. Kamu dimana sekarang?" tanya Naya, yang begitu cemas dengan Sang kekasih.

"Nay... Boleh Mas minta tolong?"

"Apa itu? Kalau Naya bisa, Naya pasti lakuin. Apa aja buat Mas."

"Tolong, jangan hubungi Mas dulu selama beberapa hari ini, bisa?".

"Kenapa? Ada sesuatu?"

"Ya... Sesuatu yang sangat genting. Ibu  masuk Rumah sakit, dan harus di rawat secara intensif gara-gara syok dengar hubungan kita. Mas juga harus jaga perasaan Zalfa saat ini, kasihan jika harus sedih melihat kondisi kami."

"Yaudah, Naya faham. Andai kondisi ngga seperti ini, pasti Naya akan bisa bantu rawat Ibu Mas dengan baik. Tapi Naya sadar diri, kalau Naya lah akar dari permasalahan ini."

Fikri hanya berdehem, Ia lalu mematikan teleponnya.

Ia yang kini sedang merebahkan diri disebelah sang anak. Dibuat pusing dengan kejadian hari ini. Semuanya terungkap, hanya gara-gara Ia salah membawa ponselnya masuk ke dalam rumah. Ia pun dibuat pusing, dengan sikap yang  diambil Isti dengan segala ketegasannya itu.

"Sampai kapanpun, aku tak akan biarkan kamu minta cerai, Is. Ngga kan, bagaimanapun caranya. Kasihan anak kita, dan juga Ibu. Meski aku tahu, aku salah, dan aku faham akan sifatmu yang tegas itu. Tapi kali ini, kamu akan mengalah padaku, Is. Kita ngga akan pernah bercerai."

.

.

.

Malamnya, Fikri mengajak Zalfa ke Rumah sakit untuk menjenguk Sang nenek. Ia pun ingin menggantikan Isti untuk menjaga  sang ibu malam ini. Ia tahu jika Isti besok kambali bekerja, karena hanya mendapat izin Satu kali selama seminggu.

Ia mencoba bersikap ramah seperti biasa, namun sepertinya Isti masih begitu sulit untuk mengulas senyum pada Fikri saat ini.

"Is, setidaknya didepan Zalfa, jangan seperti itu. Kau mau, dia bertanya ada apa dengan kita? Jaga perasaannya." bisiknya pada Isti, sedangkan Zalfa mengobrol dengan Sang nenek.

"Menjaga perasaan? Wow... Hebat sekali kamu Mas, bisa bicara tentang perasaan. Owh, aku lupa. Perasaanmu memang masih ada, tapi sudah bercabang kesana kemari, dan kau hampirkan ke selingkuhanmu itu." ucap Isti, dengan wajah datarnya.

"Is... Sudahlah, jangan bahas itu dulu, apalagi di depan Ibu."

Isti hanya menghela nafas panjang mendengar kata-kata suaminya itu. Bisa-bisanya, Ia masih bicara tentang perasaan ketika Ia telah menghancurkan perasaan begitu banyak orang hari ini. Tak tahi diri, munafik, dan menjijikkan. Itu ucapan yang cocok untuk fikri saat ini.

Malam telah larut. Isti pamit pulang agar besok Zalfa tak telat ke sekolahnya. Isti berlalu begitu saja melewati Fikri, namun di tegur oleh Zalfa.

"Mama, kok ngga salam ke Papa? Baisanya kalau Papa baru pulang, Mama selalu peluk."

Deg.... Ucapan gadis lugunya itu begitu menyayat hati Isti saat ini. Ia yang begitu berusaha menjaga hatinya, sekarang mau tak mau harus kembali menyentuh sang suami dan mencium tangannya. Pilu rasanya, tapi itu harus Ia lakukan agar tak membuat anaknya semakin bertanya.

"Mama ngga peluk Papa dulu, ya sayang. Malu, ada nenek." ucap Isti pada Zalfa, dan Zalfa pun mengangguk setuju dengan ucapan Mamanya itu.

Tanpa sepatah katapun, Isti kini benar-benar pergi dengan menggandeng Zalfa keluar dari ruangan Ibu laksmi. Menuju mobilnya dan pulang ke rumahnya untuk mengistirahatkan diri serta jiwanya yang begitu lelah.

Isti kini tidur di kamar Zalfa. Ia tak kuat jika harus kembali tidur di kamarnya, mengingat semua kenangan indah bersama Fikri disana. Termasuk kenangan semalam, ketika Ia begitu meluapkan rindu untuk sang suami, bahkan Ia lah yang menggoda Fikri malam tadi.

Ia teringat semua ucapan Fikri, dam gadis itu yang terang-terangan bilang jika mereka saling mencintai. Terbayang-bayang dalam fikirannya, sejauh mana hubungan yang mereka lakukan selama Dua tahun ini. Fikirannya menerawang jauh, bahkan hingga membayangkan sebuah adegan tak pantas antara suami dan selingkuhannya itu.

"Astaghfirullah, ya Allah. Maafkan fikiranku yang begitu kotor ini." gumamnya, dengan air mata yang mula menganak sungai.

Ia pun tak dapat tidur semalaman. Matanya selalu terjaga, seolah tak bisa dipejamkan. Semakun berusaha, akan semakin kacau isi fikirannya saat itu.

.

.

.

"Dimana dia?" tanya Bu laksmi, yang terbangun dari tidurnya, dan menemukan Fikri yang menjaganya.

"Di tempat kostnya. Dia seorang anak yatim piatu, yang berjuang menafkahi dirinya sendiri dengan bekerja sebagai sales. Fikri kasihan dengannya."

"Jika kau kasihan, kenapa tak kau bantu pekerjaan, atau mengangkatnya sebagai adik? Kenapa harus dijadikan selingkuham, Fikri?"

"Awalnya, Fikri menganggap dia sebagai adik, Bu. Tapi, namanya laki-laki, pasti akan ada rasa tersendiri ketika mendapat sesuatu yang dianggapnya menarik. Perhatiannya, manjanya, dan semua yang Ia berikan pada Fikri. Berbeda dengan yang telah Isti berikan."

"Memang benar kata orang. Mau sesempurna apapun wanita, jika memang jiwamu adalah jiwa bajingan, maka kau akan tetap jadi bajingan." ucap Ibu Laksmi yang begitu terang-terangan kecewa pada sang putra.

Terpopuler

Comments

Alexandra Juliana

Alexandra Juliana

Setuju sama perkataan Bu Laksmi..

2023-02-10

0

Alexandra Juliana

Alexandra Juliana

Tetap keukeuh g mau cerai tp ga mau juga ngelepasin selingkuhan hanya krn sdh dijebol..Iihh jijay banget itu otong udh nyelup lobang yg lain..di pikiran suami, klo suami selingkuh itu g apa dan dianggap wajar, tp klo istri selingkuh ga ada kata maaf dan langsung bilang istrinya seorang jalang dan diceraikan..

2023-02-10

0

aku baca aja ya Thor

2022-10-06

0

lihat semua
Episodes
1 Bertukar kejutan
2 Mendatanginya langsung
3 Amarah yang terwakilkan
4 Sang adik pun kecewa
5 Tersenyum si depan anak
6 Rahasia apalagi?
7 Penuh kebohongan
8 Rasakan cinta kalian.
9 Mertua yang mencintaiku
10 Demi Zalfa
11 Ambisi Fikri
12 Ketegasan Isti
13 Perubahan Isti
14 Cemburunya Fikri
15 Derita Naya
16 Serangan halus
17 Dekat, namun begitu jauh
18 Teguran untuk Fikri
19 Pembagian gaji
20 Zalfa nyaris tahu perselingkuhan papanya
21 Laki-laki tak punya pendirian
22 Menutupi wajah sedih
23 Tanggung jawab pada Laras
24 Siapa yang lebay...?
25 Bangkai yang mulai tercium
26 Isti akhirnya menangis
27 Kecurigaan Firman
28 Tak enak hati
29 Lepas kontrolnya Rani
30 Tamu tak diundang
31 Bagaimana seharusnya?
32 Apa kamu gila?
33 Serahkan Mas Fikri padaku.
34 Hidup dalam kemunafikan
35 Mati rasa
36 Naya buat ulah...!
37 Amarah Isti memuncah
38 Fikri Brutal
39 Zalfa Trauma
40 Zalfa yang meminta...
41 Perasaan Isti
42 Kenyataan dari insiden
43 Selesai dan lega
44 Sesal Fikri
45 Rumor yang dengan cepat menyebar
46 Khayalan tertinggi Naya
47 Gerutunya Naya
48 Kekompakan Isti dan Firman
49 Belum sah bercerai!
50 Janji Isti untuk Laras.
51 Tragedi kangkung
52 Tragedi Kangkung 2
53 Sampah dan lalet ijo
54 Persiapan operasi Laras
55 Bahagia untuk Naya
56 Cemburu yang tak mendasar
57 Fikri mengulur waktu
58 Ikrar Talak
59 Gono gini yang tak penting bagi Isti
60 Kenyataan siapa Laras.
61 Gosip besar di pabrik
62 Yang terbaik untuk Laras
63 Pencabutan pelayanan keluarga
64 Fikri salah pulang
65 Belum bisa memenangkan hati
66 Keterkejutan Naya
67 Semua seimbang
68 Teguran kesekian kalinya
69 Belum terbiasa dengan Zalfa
70 Aku sudah tak perduli lagi.
71 Pernkahan resmi Naya dan fikri
72 Kado sarat makna
73 Zalfa keceplosan
74 Antara mantan dan istri baru
75 Kecurigaan di mulai
76 Rahasia Rani
77 Isi hati Rani
78 Ratapan Ibu tiri
79 Kemana Zalfa?
80 Mencari Zalfa
81 Apa judul yang tepat??
82 Si pengorek kesalahan
83 Pak Bardo ambil tindakan
84 Turun Tahta
85 Ruangan baru Fikri
86 Pas-pasan
87 Naya pencemburu
88 Undangan untuk Isti
89 Wisuda Rani
90 Ku lepas dengan Ikhlas.
91 Fikri berulah
92 Kondisi Naya
93 Kejutan untuk Fikri 1
94 Pernyataan Isti
95 Kejutan untuk fikri 2
96 Patah hati Fikri
97 Lamaran Isti
98 Kelahiran anak Naya
99 Naya mulai tegas
100 Bayi Naya kritis
101 Keputusan Naya
102 Mantap pergi
103 Papa pamit, Nak.
104 Selesai, dan terimakasih.
105 Awal kehidupan baru.
106 Happy Family
107 Ingatan Laras
108 Ending
109 Promo karya baru.
110 Ekstra Bab +Promo
Episodes

Updated 110 Episodes

1
Bertukar kejutan
2
Mendatanginya langsung
3
Amarah yang terwakilkan
4
Sang adik pun kecewa
5
Tersenyum si depan anak
6
Rahasia apalagi?
7
Penuh kebohongan
8
Rasakan cinta kalian.
9
Mertua yang mencintaiku
10
Demi Zalfa
11
Ambisi Fikri
12
Ketegasan Isti
13
Perubahan Isti
14
Cemburunya Fikri
15
Derita Naya
16
Serangan halus
17
Dekat, namun begitu jauh
18
Teguran untuk Fikri
19
Pembagian gaji
20
Zalfa nyaris tahu perselingkuhan papanya
21
Laki-laki tak punya pendirian
22
Menutupi wajah sedih
23
Tanggung jawab pada Laras
24
Siapa yang lebay...?
25
Bangkai yang mulai tercium
26
Isti akhirnya menangis
27
Kecurigaan Firman
28
Tak enak hati
29
Lepas kontrolnya Rani
30
Tamu tak diundang
31
Bagaimana seharusnya?
32
Apa kamu gila?
33
Serahkan Mas Fikri padaku.
34
Hidup dalam kemunafikan
35
Mati rasa
36
Naya buat ulah...!
37
Amarah Isti memuncah
38
Fikri Brutal
39
Zalfa Trauma
40
Zalfa yang meminta...
41
Perasaan Isti
42
Kenyataan dari insiden
43
Selesai dan lega
44
Sesal Fikri
45
Rumor yang dengan cepat menyebar
46
Khayalan tertinggi Naya
47
Gerutunya Naya
48
Kekompakan Isti dan Firman
49
Belum sah bercerai!
50
Janji Isti untuk Laras.
51
Tragedi kangkung
52
Tragedi Kangkung 2
53
Sampah dan lalet ijo
54
Persiapan operasi Laras
55
Bahagia untuk Naya
56
Cemburu yang tak mendasar
57
Fikri mengulur waktu
58
Ikrar Talak
59
Gono gini yang tak penting bagi Isti
60
Kenyataan siapa Laras.
61
Gosip besar di pabrik
62
Yang terbaik untuk Laras
63
Pencabutan pelayanan keluarga
64
Fikri salah pulang
65
Belum bisa memenangkan hati
66
Keterkejutan Naya
67
Semua seimbang
68
Teguran kesekian kalinya
69
Belum terbiasa dengan Zalfa
70
Aku sudah tak perduli lagi.
71
Pernkahan resmi Naya dan fikri
72
Kado sarat makna
73
Zalfa keceplosan
74
Antara mantan dan istri baru
75
Kecurigaan di mulai
76
Rahasia Rani
77
Isi hati Rani
78
Ratapan Ibu tiri
79
Kemana Zalfa?
80
Mencari Zalfa
81
Apa judul yang tepat??
82
Si pengorek kesalahan
83
Pak Bardo ambil tindakan
84
Turun Tahta
85
Ruangan baru Fikri
86
Pas-pasan
87
Naya pencemburu
88
Undangan untuk Isti
89
Wisuda Rani
90
Ku lepas dengan Ikhlas.
91
Fikri berulah
92
Kondisi Naya
93
Kejutan untuk Fikri 1
94
Pernyataan Isti
95
Kejutan untuk fikri 2
96
Patah hati Fikri
97
Lamaran Isti
98
Kelahiran anak Naya
99
Naya mulai tegas
100
Bayi Naya kritis
101
Keputusan Naya
102
Mantap pergi
103
Papa pamit, Nak.
104
Selesai, dan terimakasih.
105
Awal kehidupan baru.
106
Happy Family
107
Ingatan Laras
108
Ending
109
Promo karya baru.
110
Ekstra Bab +Promo

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!