Isti kembali menatap Fikri dengan nanar. Mendekatinya hingga benar-benar berhadapan sekarang.
"Pantas saja, dia dengan percaya dirinya mengatakan, jika kalian itu saling mencintai. Apalagi yang kau. Rahasiakan dariku, Mas? Apa?" tanya Isti dengan lirih, ketika hatinya kembali tersayat. Padahal yang kemarin belum kering.
"Dia wanita penurut. Ketika aku bilang agar tak menceritakan pada siapapun, maka Ia tak akan cerita." jawab Fikri. Berusaha membanggakan Naya di depan mereka.
"Penurut atau bodoh, itu sama saja. Ketika seorang wanita tahu, bahwa pria itu telah beristri, tapi dia dengan mudahnya mau diajak nikah siri."
"Nanti, akan ku bawa dia ke rumah, bertemu dengan Ibu dan Rani."
"Untuk apa? Ibu tak akan pernah menerimanya menjadi menantu. Hanya Isti, menantu wanita yang paling ibu sayang." jawab Bu Laksmi, yang perlahan turun dari tempat tidurnya.
"Setidaknya, kalian kenal dia. Meski kalian tak pernah menganggapnya dalam hidup kalian."
Isti hanya bisa kembali diam, Ia membantu sang mertua berjalan hingga naik ke kursi rodnya. Dan membawanya keluar untuk pulang ke runah.
"Aku bawa mobil sendiri. Kau pulang dengan mobilmu. Aku malas, meski hanya untuk berdekatan denganmu."
Fikri menurut, karena untuk membantahpun tak mungkin. Ini Rumah sakit dengan CCTV disetiap sudutnya. Jika terjadi keributan, dirinya akan malu, bahkan bisa menghancurkan karirnya atau bahkan Isti.
Mereka berjalan menggunakan kendaraan masing-masing. Dan Fikri berbelok ke arah lain setelah itu. Isti tahu Ia akan kemana, tapi Ia diam agar Ibu Laksmi tak bertambah cemas.
"Bodoh! Kamu bodoh, Mas. Kamu memancing kemarahan yang lain dengan cara seperti itu." gumam Isti dalam hati.
Isti pun telah tiba di rumah, disambut Rani yang sudah ada disana sejak tadi. Sengaja tak menjemput sang Ibu, karena ingin membantu Isti membereskan rumah yang lumayan berantakkan. Hubungan antara mereka begitu baik sebenarnya, karena Isti dan Rani sudah begitu akrab seolah tanpa jarak antara adik dan kakak ipar. Begitu disayangkan jika harus terputus hanya karena seorang pelakor.
"Ibu mau di kamar, atau duduk disini?" tawar Isti.
"Disini saja, Ibu capek tiduran terus."
Isti mengangguk, kemudian Ia beralih ke dapur, untuk memasakkan bubur untuk mertuanya. Karena sebentar lagi, Ia akan kembali ke Rumah sakit, dan Rani akan menjemput Zalfa di seskolahnya.
"Bagaimana reaksi mereka, ketika melihat wanita itu datang?" gumam Isti, dengan mengaduk buburnya di panci.
*~*
"Mas mau ajak kamu ketemu Ibu."
"Ta-tapi, Mas?"
"Udah kepalang basah, Nay. Kalau kamu bisa ambil hati Ibu, itu semakin baik. Tapi kalau Ibu berkeras hati, akan ku bujuk Isti. Mereka sama-tegas dan keras, jadi harus salah Satu yang diambil hatinya."
Naya pun mengangguk. Ia mengganti pakaiannya dengan setelah kemeja dan rok panjang. Rambutnya dibiarkan terurai, sesuai dengan style nya selama ini. Mereka pun bergandengan menuju ke mobil, untuk memperjuangkan hubungan gelap mereka itu.
Sepanjang jalan mereka hanya berdiam. Tampak sekali wajah Naya yang pucat dan gugup. Tapi, Fikri tak dapat menangkannya, karena perasaan mereka sama.
Mobil berhenti, jantung Naya berdegup semakin kencang dan tak beraturan. Akralnya begitu dingin, wajahnya yang memang putih, bersig dan mulus, semakin terlihat bening karena rasa takut itu.
"Turun..." ucap Fikri, dengan memberikan tangan padanya
Naya menatap tajam ke arah Fikri, dan Fikri menganggukan kepala untuk meyakinkan Naya agar tetap tenang. Dan kini, mereka pun masuk bersama ke rumah besar itu. Rumah dengan nuansa mewah yang telah dibangun dari hasil bersama oleh Fikri dan Isti.
Sementara itu di dalam rumah, Isti sedang menyiapkan obat-obatan untuk mertuanya, sedangkan Rani menyuapi Ibunya makan siang. Mereka tampak bercakap seperti biasa, tak tahu dengan kejutan yang akab menghampiri mereka. Hanya Isti yang tahu, tapi Ia tetap tenang.
"Assalamualaikum..." ucap Fikri.
Sang Ibu dan adik menjawab dengan ramah. Namun, tatapan mereka mendarat pada sosok yang Ia bawa di belakangnya. Meski sudah tak lagi bergandengan tangan.
Dengan langkah gemetar, dan wajah tertunduk lesu, Naya masuk mengikuti langkah Fikri yang ada diepannya.
Gemetarnya Naya, sama seperti gemetar yang Rani rasakan. Ia tak pernah berfikir, jika selingkuhan Sang Kakak bahkan lebih muda dari dirinya. Amarahnya kian memuncah, Ia tak perduli lagi dengan Ibu yang ada di hadapannya sekarang. Diletakkannya mangkuk bubur, dan Ia berdiri menghampiri Naya yang bahkan belum sempat duduk di sofa.
Ia menarik rambut panjang Naya sekuat tenaga, dan berkali-kali mengguncangkan kepalanya.
"Aaaaarrrghhh! Wanita ******, sampah, perebut suami orang! Enyah kau dari sini! Berani-beraninya memmunculkan wajahmu dihadapanku dan Ibu."
"Aaaaakhhh! Sakit.... Mas, tolong Mas... Sakit..!" pekik Naya, yang menggenggam tangan Rani dengan begitu erat.
"Ran, Ran, hentikan Ran. Jangan seperti itu, dia juga Kakak Iparmu." sergah Fikri.
Rani pun beralih menatap mata Fikri, dan menghampirinya.
Plak! Plak! Plakk! Bergantian tamparan keras mendarat di pipi Fikri. Padahal, bekas tamparan sang Ibu belum hilang bekasnya.
Serangan bertubi-tubi, dan bergantian diterima Naya dan Fikri hanya dari seorang Rani. Sedangkan Isti hanya diam menyaksikan mereka dengan terus mempersiapkan obat-obatan. Serangan yang seharusnya Ia lakukan, sudah diwakilkan oleh Rani, dan hatinya sedikit puas hari ini.
"Rani! Tenanglah!" hardik Fikri, menggenggam bahu Rani dan melemparkannya di sofa.
"FIKRI!" Pekik Sang Ibu, yang masih memegangi dadanya.
Fikri mengusap wajahnya dengan kasar, dan Naya langsung merapikan rambutnya. Mereka duduk bersama, tapi Fikri sedikit menjauh dari Naya.
"Kenapa menjauh?" tanya Isti.
"Setidaknya, aku menghormati perasaanmu."
"Dari awal, kau tak pernah menghormati perasaanku. Kenapa sekarang, berlindung dibalik kata menghormati?"
"Is, sabar Is. Ngga usah pakai emosi, kita selesaikan baik-baik."
"Apa wajahku terlihat emosi? Apa wajahku terlihat marah?" tanya Isti.
Fikri kembali diam, lalu menatap Ibunya dengan begitu hati-hati.
"Ini, Naya, Istri baru Fikri. Kami menikah siri sudah setahun. Dan kamu minta restu Ibu, Rani, dan..... Isti." ucap Fikri, tanpa rasa bersalah sama sekali.
"Menantu Ibu cuma Isti. Dan jika Ranu menikah nanti, hanya itu." jawab Ibu Laksmi.
"Itupun, kalau Rani mau menikah, Bu melihat Mas Fikri saja, Rani sudah trauma dengan laki-laki." sahut Rani, dengan wajah penuh amarah.
"Kau tahu dari awal, jika Fikri sudah menikah?" tanya Bu Laksmi.
Naya menggeleng, "Baru tahu kemarin."
"Bohong...." ucap Isti dengan wajah datarnya. "Kalau kau tak tahu, kau tak mungkin meminta Satu Hp khusus untukmu, beserta semua fotomu di dalamnya. Kau tahu, jika Hp Mas Fikri yang asli, sudah terisi denganku dan Zalfa."
"Awalnya memang tak tahu. Tapi, aku melihat foto kalian di Hp Mas beberapa bulan lalu. Aku cemburu, dan meminta Hak juga untuk di istimewakan sebagai istrinya. Jadi, aku membelikannya sebuah Hp baru, yang mirip dengan Hpnya yang satu. Khusus, untukku. Dan semua tentang kami. Bukankah tak salah? Karena aku juga istrinya."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
ilyaskhais😍
aku ikutan emosiiiii😅😅🤬🤬🤬🤬🤬
2022-07-09
0
TePe
bocah tak tau malu
2022-05-03
0
Sri Yani
nyalimu besar juga naya😈😈
2021-12-30
0