Amarah yang terwakilkan

"Mas...?" tegur Naya pada Fikri yang hanya bisa diam seribu bahasa.

Tapi Fikri seolah tak menghiraukannya, justru hanya menatap Isti dengan tatapan permohonan yang tampak begitu jelas.

"Kau mencintainya? Maka, ambillah dia. Aku akan segera mengurus perceraian kami." ucap Isti, lalu berdiri mengayunkan kakinya dengan langkah cepat. Tanpa lupa mengambil ponsel tadi.

"Perceraian? Mas, dia?"

"Kau diam dulu, jangan banyak tanya. Aku akan segera menyusulnya." ucap Fikri, yang kembali memakai sepatunya.

"Ta-tapi, Mas....."

Ucapan terputus, karena Fikri tak lagi mau mendengarkan, dan pergi meninggalkan Naya yang bingung sendirian di rumahnya itu. Merasa terbodohi oleh semua keadaan yang ada. Menyesal, namun tiada guna, karena semua telah terjadi dan sudah begitu jauh hubungannya dengan Fikri. Ia pun begitu mencintainya, dan tak pernah ingin melepaskan pujaan hatinya itu.

.

.

.

Isti berjalan dengan begitu cepat, mencari, dan mencoba menghentikan setiap taxi yang lewat. Tak di hiraukannya suara Fikri yang memanggil dan mengikutinya dari belakang.

Isti segera menaiki taxinya, ketika sudah berhenti tepat di depannya.

"Ke perumahan Jaya sari, Pak." ucap Isti pada Sang supir. Sang supir mengangguk, dan langsung menginjak pedal gasnya berjalan sesuai rute yang diminta.

"Sial... Dia mau kemana, lagi." gerutu Fikri, yang menuju mobilnya untuk mengejar Isti.

"Mana Hpku di bawanya lagi. Bagaimana ini? Kenapa jadi begini, Is?" gerutunya, sembari terus menatap taxi yang kemungkinan berisi istrinya di dalam.

"Hallo, Bu. Isti mau ngomong sama Ibu, sekarang. Tolong Zalfanya biar main sama tantenya dulu, ya." pinta Isti, yang kini suaranya mulai serak.

"Is... Kamu kenapa?" tanya Sang mertua padanya.

"Ngga papa. Ibu tunggu aja, nanti Isti ke rumah." jawabnya, lalu mematikan telepon.

"Is.... Jangan ke rumah Ibu, Is. Jangan, aku mohon." gumam Fikri, ketika taxi yang dikendarai Isti masuk ke dalam perumahan yang ditinggali Sang ibu, dan akhirnya berhenti tepat di depan rumah ibunya.

Ia pun melihat Isti akhirnya masuk kedalam rumah Ibunya dengan begitu tergesa-gesa.

Fikri keluar, dan berlari menyusul Isti dibelakangnya.

"Is, mana Fikri?" tanya Ibu laksmi padanya.

"Sebentar lagi dia masuk." ucap Isti dengan nada datar, membuat hati Inu laksmi cemas.

"Assalamualaikum.." ucap Fikri, yang lagi-lagi kepalanya tertunduk malu.

Ia kemudian duduk bersebramgan dengan Isti, mendengarkan dengan gamblang semua cerita mengenai apa yang Isti temukan hari ini pada Ibunya.

Sesuai perkiraan, Ibu Laksmi benar-benar syok mendengar semuanya. Apalagi, bukti yang ditunjukan oleh Isti benar-benar kongkrit, dan Fikri tak bisa membantah apapun yang Isti utarakan padanya.

Ibu Laksmi menghampiri Fikri, langkahnya terhuyung meski akhirnya tiba tepat di hadapan wajah putra tunggalnya itu.

Plak... Plak.... Plak....!

Ibu Laksmi menampar wajah tampan putranya itu berkali-kali tanpa jeda. Sakit yang Fikri rasakan, tapi tak mampu berucap atau memberi sanggahan sama sekali pada kedua wanita itu. Ibu, dan istrinya.

Hati Ibu Laksmu hancur, tak kalah hancurnya dengan perasaan Isti saat ini. Ia lebih malu lagi, karena anaknya dengan tega mengkhianati istri yang begitu sempurna itu.

"Apa... Apa kurangnya dia bagi kamu, Fikri. Apa? Wanita yang begitu sempurna ini sudah mau menemanimu sekian lama, dari saat kamu ada di titik ter rendah dalam hidupmu, hingga sekarang. Apalagi, kurangnya dia?" ucap Bu Laksmi, yang menangis sejadi-jadinya sekarang.

"Tak ada yang kurang, bahkan Isti begitu sempurna untukku. Tak ada celah sedikitpun, yang bisa menunjukkan kelemahan dirinya." jawab Fikri.

"Lalu... Apa, yang membuatmu bisa bersamanya sekian lama?" Isti menyambung pertanyaan.

"Aku nyaman dengannya. Ketika kamu, bisa melakukan dan mendapatkan apapun yang kamu inginkan sendiri, dia tidak. Kamu sangat mandiri, bahkan terlalu mandiri, Is. Tidak seperti dia yang manja, dan selalu ingin perhatian dariku. Begitu bahagia rasanya, saat dia melampiaskan kemanjaannya itu padaku" jawan Fikri, yang akhirnya buka suara.

"Kenapa kamu jadi seprti ini, Fikri! Kenapa? Apa kami tak pernah belajar pada Ayahmu, tentang sebuah arti kesetiaan? Apa kamu tak pernah ingin mencontoh ayahmu, yang setia dengan Ibu, hingga akhir hayatnya? Ya Allah, Nak... Ibu kecewa sama kamu." tangis Ibu Laksmi semakin menjadi-jadi.

"Bukti lengkap, pengakuan sudha diutarakan dengan gamblang. Besok, Isti akan menuntut cerai Mas Fikri ke pengadilan." ujar Isti.

"Tidak, aku tidak mau. Laki-laki berhak memiliki Dua istri, bahkan lebih. Aku tak mau kita cerai."

"Lelaki memang berhak memiliki bahkan Empat orang istri. Tapi, itu terjadi ketika istri lainnya dengan siap dan ikhlas menerima madunya. Tapi itu tidak dengan aku, Mas. Aku ngga mau di madu." jawab Isti.

"Is... Mengurus perceraian itu sulit, semua prosesnya berbelit-belit. Belum lagi masalah harta gono gini."

"Aku tak mau hartamu. Ambil saja, yang penting, Zalfa bersamaku."

"Is... Zalfa butuh kasih sayang kedua orang tuanya secara utuh. Dia akan terkena beban mental, ketika tahu jika orang tuanya....."

"Lantas, apa dia akan tetap tersenyum ketika tahu bahwa ayahnya memiliki wanita lain tanpa dinikahi? Itu akan semakin menyakitan untuk jiwanya, Mas."

Perdebatan demi persebatan mewarnai hari mereka saat ini. Tak ditemukan titik terang, karena tetap pada argumentnya masing-masing. Dan semakin alot, ketika memperdebatkan mengenai anak semata wayang mereka.

Mereka sibuk dengan dunianya, tanpa menghiraukan Ibu Laksmi yang tengah lemah dengan nafas tersengal dan terus memegangi dadanya.

"Fikri, Isti... Tolong Ibu, dada Ibu sa-kit...." ucap Ibu laksmi, lalu terjatuh pingsan.

"Ibu...!" pekik Fikri dan Isti bersamaan.

Dalam keadaan ini, amarah mereka sejenak mereda. Fokus beralih ke Bu Laksmi yang sepertinya mengalami nyeri jantung yang memang sering Ia derita.

"Gendong Ibu ke mobil, kita bawa ke Rumah sakit untuk penanganan yang lebih cepat." pinta Isti.

Fikri mengangguk, lalu dengan sigap menggendong tubuh Ibunya yang kurus itu. Mereka lalu membawanya ke Rumah sakit terdekat, tempat Isti bekerja.

.

.

.

Sebuah brankar yang di dorong oleh beberapa petugas menyambut mereka di ruang IGD. Fikri kembali menggendong Sang Ibu untuk menaikinya, dan langsung di bawa ke ruang tindakan agar segera di tangani dengan tepat.

Mereka berdua menunggu, duduk bersama di kursi yang ada di sana.

"Is..."

"Jangan bicara sekarang."

"Tapi, Is. Lihatlah Ibu, tidakkah kau kasihan pada Ibu? Beliau bisa lebih parah dari ini nati, Is."

"Kalau kau perduli, dan faham kondisinya, harusnya tak pernah kau lakukan sejak awal."

"Tapi harus bagaimana lagi? Dia sudah...."

"Dia hamil?" tanya Isti.

"Tidak... Tapi tak mungkin, jika aku memutuskan hubungan seperti ini saja. Tak akan mau dengan gadis, yang sudah tak perawan. Harga dirinya sudah hilang, Is."

"Kau berharap? Aku membeli harga dirinya? Kau menjijikkan." umpat Isti pada suaminya itu.

Ingin sekali rasanya mencabik-cabik tubuh Fikri saat itu juga. Tapi Ia sadar, sedang berada dimana. Tak mungkin mempermalukan dirinta sendiri, demi sebuah kata marah.

Terpopuler

Comments

Alexandra Juliana

Alexandra Juliana

Dasar laki² egois..😡😡😡

2023-02-10

0

Wakhidah Dani

Wakhidah Dani

ayo Isti jangan lemah,dengar alasannya selingkuh aja bikin mual.

2022-07-12

0

Nika Yanza

Nika Yanza

baru baca udah emosi jiwa... kadal heay si fikri😤

2022-06-16

0

lihat semua
Episodes
1 Bertukar kejutan
2 Mendatanginya langsung
3 Amarah yang terwakilkan
4 Sang adik pun kecewa
5 Tersenyum si depan anak
6 Rahasia apalagi?
7 Penuh kebohongan
8 Rasakan cinta kalian.
9 Mertua yang mencintaiku
10 Demi Zalfa
11 Ambisi Fikri
12 Ketegasan Isti
13 Perubahan Isti
14 Cemburunya Fikri
15 Derita Naya
16 Serangan halus
17 Dekat, namun begitu jauh
18 Teguran untuk Fikri
19 Pembagian gaji
20 Zalfa nyaris tahu perselingkuhan papanya
21 Laki-laki tak punya pendirian
22 Menutupi wajah sedih
23 Tanggung jawab pada Laras
24 Siapa yang lebay...?
25 Bangkai yang mulai tercium
26 Isti akhirnya menangis
27 Kecurigaan Firman
28 Tak enak hati
29 Lepas kontrolnya Rani
30 Tamu tak diundang
31 Bagaimana seharusnya?
32 Apa kamu gila?
33 Serahkan Mas Fikri padaku.
34 Hidup dalam kemunafikan
35 Mati rasa
36 Naya buat ulah...!
37 Amarah Isti memuncah
38 Fikri Brutal
39 Zalfa Trauma
40 Zalfa yang meminta...
41 Perasaan Isti
42 Kenyataan dari insiden
43 Selesai dan lega
44 Sesal Fikri
45 Rumor yang dengan cepat menyebar
46 Khayalan tertinggi Naya
47 Gerutunya Naya
48 Kekompakan Isti dan Firman
49 Belum sah bercerai!
50 Janji Isti untuk Laras.
51 Tragedi kangkung
52 Tragedi Kangkung 2
53 Sampah dan lalet ijo
54 Persiapan operasi Laras
55 Bahagia untuk Naya
56 Cemburu yang tak mendasar
57 Fikri mengulur waktu
58 Ikrar Talak
59 Gono gini yang tak penting bagi Isti
60 Kenyataan siapa Laras.
61 Gosip besar di pabrik
62 Yang terbaik untuk Laras
63 Pencabutan pelayanan keluarga
64 Fikri salah pulang
65 Belum bisa memenangkan hati
66 Keterkejutan Naya
67 Semua seimbang
68 Teguran kesekian kalinya
69 Belum terbiasa dengan Zalfa
70 Aku sudah tak perduli lagi.
71 Pernkahan resmi Naya dan fikri
72 Kado sarat makna
73 Zalfa keceplosan
74 Antara mantan dan istri baru
75 Kecurigaan di mulai
76 Rahasia Rani
77 Isi hati Rani
78 Ratapan Ibu tiri
79 Kemana Zalfa?
80 Mencari Zalfa
81 Apa judul yang tepat??
82 Si pengorek kesalahan
83 Pak Bardo ambil tindakan
84 Turun Tahta
85 Ruangan baru Fikri
86 Pas-pasan
87 Naya pencemburu
88 Undangan untuk Isti
89 Wisuda Rani
90 Ku lepas dengan Ikhlas.
91 Fikri berulah
92 Kondisi Naya
93 Kejutan untuk Fikri 1
94 Pernyataan Isti
95 Kejutan untuk fikri 2
96 Patah hati Fikri
97 Lamaran Isti
98 Kelahiran anak Naya
99 Naya mulai tegas
100 Bayi Naya kritis
101 Keputusan Naya
102 Mantap pergi
103 Papa pamit, Nak.
104 Selesai, dan terimakasih.
105 Awal kehidupan baru.
106 Happy Family
107 Ingatan Laras
108 Ending
109 Promo karya baru.
110 Ekstra Bab +Promo
Episodes

Updated 110 Episodes

1
Bertukar kejutan
2
Mendatanginya langsung
3
Amarah yang terwakilkan
4
Sang adik pun kecewa
5
Tersenyum si depan anak
6
Rahasia apalagi?
7
Penuh kebohongan
8
Rasakan cinta kalian.
9
Mertua yang mencintaiku
10
Demi Zalfa
11
Ambisi Fikri
12
Ketegasan Isti
13
Perubahan Isti
14
Cemburunya Fikri
15
Derita Naya
16
Serangan halus
17
Dekat, namun begitu jauh
18
Teguran untuk Fikri
19
Pembagian gaji
20
Zalfa nyaris tahu perselingkuhan papanya
21
Laki-laki tak punya pendirian
22
Menutupi wajah sedih
23
Tanggung jawab pada Laras
24
Siapa yang lebay...?
25
Bangkai yang mulai tercium
26
Isti akhirnya menangis
27
Kecurigaan Firman
28
Tak enak hati
29
Lepas kontrolnya Rani
30
Tamu tak diundang
31
Bagaimana seharusnya?
32
Apa kamu gila?
33
Serahkan Mas Fikri padaku.
34
Hidup dalam kemunafikan
35
Mati rasa
36
Naya buat ulah...!
37
Amarah Isti memuncah
38
Fikri Brutal
39
Zalfa Trauma
40
Zalfa yang meminta...
41
Perasaan Isti
42
Kenyataan dari insiden
43
Selesai dan lega
44
Sesal Fikri
45
Rumor yang dengan cepat menyebar
46
Khayalan tertinggi Naya
47
Gerutunya Naya
48
Kekompakan Isti dan Firman
49
Belum sah bercerai!
50
Janji Isti untuk Laras.
51
Tragedi kangkung
52
Tragedi Kangkung 2
53
Sampah dan lalet ijo
54
Persiapan operasi Laras
55
Bahagia untuk Naya
56
Cemburu yang tak mendasar
57
Fikri mengulur waktu
58
Ikrar Talak
59
Gono gini yang tak penting bagi Isti
60
Kenyataan siapa Laras.
61
Gosip besar di pabrik
62
Yang terbaik untuk Laras
63
Pencabutan pelayanan keluarga
64
Fikri salah pulang
65
Belum bisa memenangkan hati
66
Keterkejutan Naya
67
Semua seimbang
68
Teguran kesekian kalinya
69
Belum terbiasa dengan Zalfa
70
Aku sudah tak perduli lagi.
71
Pernkahan resmi Naya dan fikri
72
Kado sarat makna
73
Zalfa keceplosan
74
Antara mantan dan istri baru
75
Kecurigaan di mulai
76
Rahasia Rani
77
Isi hati Rani
78
Ratapan Ibu tiri
79
Kemana Zalfa?
80
Mencari Zalfa
81
Apa judul yang tepat??
82
Si pengorek kesalahan
83
Pak Bardo ambil tindakan
84
Turun Tahta
85
Ruangan baru Fikri
86
Pas-pasan
87
Naya pencemburu
88
Undangan untuk Isti
89
Wisuda Rani
90
Ku lepas dengan Ikhlas.
91
Fikri berulah
92
Kondisi Naya
93
Kejutan untuk Fikri 1
94
Pernyataan Isti
95
Kejutan untuk fikri 2
96
Patah hati Fikri
97
Lamaran Isti
98
Kelahiran anak Naya
99
Naya mulai tegas
100
Bayi Naya kritis
101
Keputusan Naya
102
Mantap pergi
103
Papa pamit, Nak.
104
Selesai, dan terimakasih.
105
Awal kehidupan baru.
106
Happy Family
107
Ingatan Laras
108
Ending
109
Promo karya baru.
110
Ekstra Bab +Promo

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!