1 Jam berlalu
Setelah mandi, Dara sedikit berdandan dan memoleskan sedikit lipstik pink. Dengan memilih-milih dress yang akan dia kenakan.
Akhirnya pilihannya jatuh pada dress warna kuning. Terlihat simpel dan warna yang segar.
Tok...tok..tok
"Dara, cepat keluar!" perintah Bibi.
"Dara ... ?" teriak bibi Sarah dengan mengetuk pintu semakin kencang. Dengan berjalan malas Dara membuka pintu.
"Ada apa, Bi?"tanpa menunggu bibi langsung menarik tangan Dara untuk keluar.
"Cepat, Keluar! Ada tamu yang ingin menemui mu! Ada pamanmu diluar!"
"Cepat!" bentak bibi menarik tangan Dara dengan kasar.
Terdengar suara paman berbicara dengan tamunya.
"Pak Baskara tenang saja, Dara pasti mau jadi istri ke enam Pak Baskara!" ucap paman.
"Ha ... Ha ... Ha. Ya, aku harap seperti itu! Dan aku tidak mau ada penolakan!" ancam Pak Baskara kepada paman.
Tibalah Dara dari balik korden, dengan ditarik oleh bibinya. Dan menyuruhnya duduk.
"Dara sayang, Duduklah!" perintah sang paman.
Dara pun duduk, didorong bibi Sarah.
"Pak Baskara, perkenalkan ini Dara."
Pak Baskara mengangkat tangannya, ingin menyalami Dara.
"Dara, ini Pak Baskara calon suami kamu."
Bagai tersambar petir mendengar ucapan Paman.
Bagaimana mungkin paman dan bibinya tega menjodohkan dirinya dengan laki-laki tua renta.
Bahkan jika ditaksir, laki-laki tua itu lebih cocok menjadi ayahnya.
"Apa ini, Paman? Kapan Dara menyetujui laki-laki ini menjadi calon suami Dara?"marah Dara, "Tidak, aku tidak sudi harus menikah dengan dia!" Dara menunjuk Pak Baskara dengan kata dia.
"Dasar anak tidak sopan!"timpal bibi Sarah, "Bibi dan paman sudah menyetujui lamaran Pak Baskara!" mata bibi hampir saja melotot.
"Aku tidak mau bibi."tambah Dara, "Kenapa bibi dan paman tega menjual Dara ke laki-laki tua ini? Bahkan dia itu cocoknya jadi Ayah Dara! Bukan suami!" tekan Dara dengan memandang jijik laki-laki dihadapannya.
"Eh,dengar ya Dara! Kau akan hidup enak jadi istri ke enam ku!" sombong Pak Baskara, "Apapun yang kau minta akan kuturuti, asalkan kau bisa memuaskan ku diranjang." kekeh Pak Baskara tanpa malu.
"Cuih ... !" Dara meludah tepat mengenai wajah Pak Baskara. Lelaki itu pun geram. Secara reflek, bibi mendaratkan tangannya ke pipi mulus Dara.
PLAKK ...
Darah segar keluar disudut bibir Dara.
Rasanya begitu sakit diperlakukan sedemikian rupa oleh aman dan bibi nya sendiri.
Dara bisa tahan kalo siang malam harus bekerja mencari uang untuk mereka. Dara juga masih kuat,sepulang kerja masih juga mengerjakan pekerjaan rumah.
Tapi Kenapa paman dan bibi nya tega menjual diri nya ke laki-laki tua itu?
Semua yang di perintahkan paman dan bibi nya selalu Dara patuhi, Dara juga sudah menganggap paman dan bibi nya seperti orang tua Dara sendiri.
Tanpa permisi Dara berlari menuju kamarnya, dia tidak perduli lagi dengan teriakan dan hujatan bibi dan pamannya. Rasanya begitu capek dan lelah.
"Bagaimana ini Ferdy?"Pak Baskara menatap tajam ke paman.
"Tenanglah Pak Baskara?" bibi menenangkan Pak Baskara.
"Aku akan mengurusnya."timpal Paman.
"Awas kau Ferdy jika kau menipuku!"Ancam Pak Baskara.
"Hutang mu padaku itu banyak! Bahkan rumah ini untuk melunasi hutangmu tidak akan cukup! Jika kau berani menipuku, aku pastikan kau hidup di jalanan bersama istri mu." ancam Pak Baskara.
"Ah...." Pak Baskara pergi meninggalkan rumah, setelah menendang meja dihadapannya. Sehingga membuat bibi dan paman kaget.
"Dara, buka pintunya!"suara teriakkan bibi mengetuk pintu.
"Ada apa lagi, Bi?" jawab Dara membuka pintu.
"Kamu sudah membuat malu kami Jangan coba-coba kamu menolak keinginan kami! Karena mau gak mau kamu harus menikah dengan Pak Baskara."bibi mendelik ke arah Dara.
"Bukankah Dara sudah bilang, Dara Nggak mau, Bi!" tegas Dara. "Dara juga berhak menentukan hidup Dara sendiri." tambah Dara.
"Hidup kamu!" Bibi maju ke arah Dara, "Hidup kamu dan Rama milik kami. Kami lah yang membesarkan kalian! Jadi apapun yang kami perintahkan kamu harus nurut!"
"Nggak, Dara nggak mau, Bi."
"Baiklah."
"Sayang!" bibi memanggil paman.
Paman siap dengan sabuknya untuk mencambuk tubuh Dara. Tubuh Dara di cambuk berkali-kali oleh paman, tanpa belas kasih tanpa rasa kemanusiaan. Bukan hanya itu, tubuh Dara di siram dengan air.Tentu saja luka yang masih basah itu terasa perih, namun tidak sebanding dengan luka di hati.
"Kakak!" Rama pulang sekolah. Tidak dilihatnya kakaknya.
Biasanya sepulang sekolah Dara selalu menyambut Rama, di depan pintu. Menyiapkan Rama makan siang. Membereskan meja makan dan mencuci piring - piring kotor. Menjelang sore Dara akan siap - siap ke klub untuk bekerja.
Rama adalah adik Dara satu-satunya. Rama, anak yang sangat pendiam.
Bicaranya juga sangat irit. Melihat sosok Rama, seakan-akan ada rahasia besar yang sedang ditutupinya. Entah itu apa, Rama sangat pintar menutupinya.
Setelah kepergian orang tuanya, Dara lah yang menjadi ibu sekaligus ayah buat Rama.
Meskipun ada bibi Sarah dan paman Ferdi, namun mereka tidak perduli dengan keponakannya tersebut.
Setelah sarapan,paman dan bibi pergi entah kemana. Dan mereka akan kembali setelah malam hari. Itulah kenapa Dara jarang sekali bertatap muka dengan paman dan bibinya. Paman dan bibinya akan menemui Dara jika mereka membutuhkan uang.
Kata salah satu tetangga sih, katanya pernah memergoki mereka di kampung sebelah dekat gedung yang sudah tak terpakai. Paman dan bibi beserta teman-temannya sedang pesta miras dan s\*\*x bebas. Dan desas-desusnya, pamannya penyuka laki-laki juga. Dara hanya acuh saja mendengar desas-desus tersebut.
"Kak?" Rama mencoba mencari dikamar kakaknya.
Saat pintu di buka, Rama begitu terkejut melihat keadaan kakaknya yang sedang meringkuk di lantai .
Di sekujur tubuh kakaknya, banyak luka bekas cambukan. Rama yakin, ini ulah paman dan bibinya. Rama tidak tahan melihat penderitaan kakaknya, tumpahlah air mata yang selama ini ditahannya.
"Kakak ... kakak?" panggil Rama, sambil membopong tubuh kakaknya ke kasur.
"Rama! Kau sudah pulang?"Dara mengerjapkan matanya sambil sekali-kali meringis merasakan perih di sekujur tubuhnya.
"Aku akan ambil obat, gantilah baju kakak yang basah." sambil menunjuk baju yang di siapkan Rama. Rama tidak berani bertanya, karena dia yakin ini perbuatan pamannya.
Sekitar 15 menit, Rama membantu mengoleskan salep ditubuh Dara. Tidak berhenti pula air mata yang ditumpahkan, sambil sesenggukan menahan rasa sedih di hati Rama.
"Hey, Jangan menangis terus! Kau ini laki-laki atau perempuan?" ledek sang kakak.
"Ish..kakak ini.Tentu saja aku laki-laki." ngedumel Rama.
"Makanya, Berhentilah membuang air matamu! Seperti anak perempuan saja."kekeh Dara.
"Rama."
"Ada apa kak?"
"Kakak akan bekerja di luar Kota. Bagaimana menurutmu?" Dara menghela nafas kasar, tampak sedang berfikir.
"Kakak akan bekerja di luar kota. Maksud Kakak?" Rama tambah tak mengerti yang di bicarakan kakaknya.
Dengan lembut Dara memegang bahu adiknya, menatap dalam manik bening itu.
"Ada tawaran kerja di luar Kota. Gajinya cukup lumayan. Bahkan lebih besar dari tempat kerja Kakak sekarang."
"Kakak tidak usah bekerja jauh- jauh. Biar Rama saja yang menggantikan kakak bekerja." ucap Rama.
"Ish, Kau ini! Kakak ingin kau menjadi orang sukses! Jangan seperti kakakmu ini. Tamat SMA saja. Kamu itu laki-laki, kelak akan menjadi kepala keluarga!"
"Tapi, Kak. Sebentar lagi Rama akan lulus, jadi biarkan Rama menggantikan kakak bekerja."
"No, Kakak mau kamu kuliah. Kakak sudah berjanji kepada Almarhum Ayah dan Ibu! Kakak akan menyekolahkan kamu setinggi mungkin. Kamu mengerti kan?"
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Arin
aduh dara...kmu jngn tingglin adik kmu,stdkny kmu minta perlindungan sama Arthur buat adik kmu
2022-12-04
0
Rizal dody Zakaria
up
2022-03-31
0
Kirana Pramudya
Kasihan banget Dara mau dijadikan istri keenam
2022-03-06
0