Satu malam Bia setia menunggu ayahnya yang masih berada di ruang Icu. Makanan yang di sediakan Bik Juminten sedikitpun tak tersentuh oleg Bia. Matanya bengkak, kantung mata terlihat sangat jelas. Raut lelah terlihat sangat jelas.
Begitu juga Nathan. Lelaki itu juga setia menunggu Bia di kursi panjang hingga pagi menjelang.
"Bu, sebaiknya anda beristirahat. Biar saya yang menunggu Tuan," bujuk Nathan.
Bia memijit pelipisnya. "Bagaimana bisa beristirahat sementara papa masih belum sadar."
Nathan mendekat kearah Bia.
"Bi, kamu percaya sama aku kan? Di dunia ini hanya kalian yang aku punya. Aku tidak ingin terjadi apa apa terhadap kalian. Kamu istirahat ya! Jangan sampai kesehatanmu terganggu." Kali ini Nathan benar benar layaknya seorang kakak yang sedang menenangkan adiknya.
Akhirnya Bia mengangguk juga. "Baiklah, aku percaya sama kamu. Tapi kamu harus janji bahwa Papa akan segera sadar."
Meskipun Bia adalah wanita kuat namun, tak bisa dipungkiri bahwa dia juga wanita biasa. Namun, sikap lemahnya tak pernah ia tunjukkan kepada orang lain.
"Baiklah, aku pulang," ucap Bia.
Nathan memaksakan senyumnya. "Iya. Jangan berpikir berlebihan. Tuan pasti segera sadar." Pesan Nathan.
Lagi lagi Bia mengangguk.
Pak Dadang yang sudah di beritahu oleh Nathan segera datang untuk menghadap.
"Pak, antar Nona Bia pulang!" titah Nathan.
"Baik Mas." Patuh Pak Dadang.
***
Setelah sampai di rumah, Bia segera menuju ke kamar. Mbak Lia dan Bik Juminten yang memang sudah pulang dari awal sudah mengistirahatkan diri mereka.
Meskipun ia merebahkan tubuhnya namun, matanya tak juga bisa tertutup.
Gelisah, itulah yang Bia rasakan sekarang. Namun, ia harus membuang kekhawatirannya. Ia percaya ayahnya adalah lelaki kuat. Buktinya saja ia mampu bertahan menjadi singgel dady untuknya.
Lama lama mata Bia menutup menuju ke alam mimpi.
Pagi ini Lia bangun lebih awal. Rasa gelisah juga mengganggu tidurnya. Sungguh amanat majikan yang sangat berat. Ia harus segera ke rumah sakit menemui Nathan untuk membicarakan masalah perjodohan Bia.
Sesampainya di rumah sakit, Lia mendapati Nathan tertidur dengan menyandarkan kepala di dinding dan melipat tangannya si dada.
Wajah lelah terlihat sangat jelas.
Pelan, Bia membangunkan Nathan.
"Mas Nath, bangun."
Nathan yang terusik segera membuka mata. Terkejut atas kehadiran Lia.
"Mbak Lia," lirih Nathan sambil mengucek matanya.
"Kita harus bicara." Lia terlihat sangat serius.
Nathan segera mengubah posisinya. Duduk menghadap L"Ada apa?" tanya Nathan.
Lia sedikit ragu tapi mengingat kondisi Wijaya, Nathan juga harus tau semuanya.
"Mas, sebelumnya saya minta maaf telah menutupi semuanya dari Mas Nathan." Lia menghembuskan nafas beratnya.
"Sebenarnya Nona Bia telah di jodohkan. Dan … Tuan ingin melihat Nona menikah di sisa hidupnya. Bukan saya mendoakan yang buruk untuk Tuan, tapi mengingat penyakitnya Tuan tidak akan bertahan lama." Jeda Lia.
Nathan masih terdiam.
"Jadi setelah Tuan sadar, tolong segera hubungi pihak calon suami Nona Bia untuk segera melangsungkan pernikahannya," ucap Lia.
Nathan tersentak. "Maksud Mbak Lia?"
Lia membuang nafas beratnya. Mencoba menceritakan semuanya tanpa ia tutupi lagi. Ia sangat takut jika nyawa majikannya tak tertolong dan keinginan terakhirnya belum terwujud.
"Beberapa hari yang lalu Tuan Wijaya dan teman lamanya sempat mengadakan acara makan malam. Mas Nathan tahu siapa teman lamanya?" Lia menangis sambil tersenyum. Sementara Nathan hanya menggeleng lemah.
"Keluarga Subarjdo," sambung Lia.
"Keluarga Subardjo?" Nathan membeo.
Isi kepalanya berputar mengingat nama yang begitu familiar untuknya.
Nama Subardjo itu banyak. Semoga saja pemikiran Nathan salah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
🍃 Mama Muda
kondangan kita besok woii
2021-11-19
0