Pagi ini Bia ada jadwal meeting di kantor. Dengan langkah tergesa gesa ia menuju meja makan lalu menyambar sepotong roti dan meminum susu yang telah di sediakan untuk dirinya.
"Bi, pelan pelan," tegur Wijaya.
Dengan mulut yang masih penuh Bia tak bisa berkata kata lagi dan itu membuatnya terlihat sangat lucu hingga Wijaya menarik kedua bibirnya untuk tersenyum.
"Bi, kamu nanti bisa pulang cepat kan?" tanya Wijaya.
"Untuk hari ini maaf Pa, Bia gak bisa pulang cepat. Nanti malam Bia ada dinner dengan klain dari Singapura. Tumben Papa nanya aku bisa pulang cepat?" Bia kembali bertanya.
"Ah… Itu Papa hanya ingin ngajak kamu makan di luar. Tapi kalau masih sibuk. Lain waktu saja." Sedikit kecewa, namun Wijaya menyembunyikan.
"Ooo… Gimana kalau lusa setelah Bia menang menggaet target. Sekalian Bia syukuran gitu?" canda Bia.
Wijaya mengernyit atas ucapan Bia. Terkekeh pelan, mengingat prestasi sang anak yang mampu mengembangkan bisnisnya dengan baik. Namun, di relung hatinya terselip rasa penyesalan tidak bisa memberikan kebahagiaan yang utuh setelah kepergian mendiang sang istri.
Wijaya yang sangat mencintai istrinya, bahkan ia rela membesarkan anak semata wayangnya sendiri tanpa ada keinginan mencari ibu untuk Bia kala itu, selalu mengajarkan Bia untuk selalu menjadi wanita tangguh.
Seperti biasa, kedatangan Bia di sambut oleh para karyawannya dengan menundukkan kepala. Tak ada respon daru Bia, wanita itu memilih segera menuju ke lift.
"Maaf Bu, klain kita mengundur pertemuan kita pagi ini. Beliau meminta pertemuan setelah makan siang nanti," adu Nathan saat berada di dalam lift.
Sejenak Bia menahan nafasnya. "What?" Bia terkejut.
"Kok mendadak! Bukannya setelah makan siang ada jadwal pertemuan dengan Tuan Anyer," keluh Bia.
Tak ada yang bisa Nathan lakukan selain diam sambil mengekori Bia menuju ruangannya.
Setelah mendudukkan dirinya di kursi kebesaran, Bia menyandarkan tubuhnya dengan lesu.
"Percuma aku buru buru," gerutunya.
"Nath, coba hubungi pihak PT AIA untuk mengubah jadwal pertemuan hari ini!" titah Bia.
Dengan patuh, Nathan segera menjalankan apa yang diperintahkan oleh atasanya.
. . .
Di lain sisi di sebuah ruang kerja, Anyer sudah sibuk dengan laptopnya. Lelaki berparas tampan dengan tubuh tegap itu adalah seorang pengusaha muda sukses yang telah membawa perusahaannya masuk ke dalam urutan pertama dalam perusahaan terbaik di kota ini selama enam tahun terakhir ini.
"Raf, dimana pertemuan hari ini?" Tanya Anyer memastikan tempatnya.
"Maaf Tuan, sesuai janji pertemuan siang ini di adakan di Caffe Indah," ucap Rafa.
Anyer mengangguk pelan. "Baiklah." Anyer kembali menatap laptopnya.
Namun, saat Rafa hendak beranjak ponsel Rafa berdering.
"Iya. Ada apa?" jawab Rafa cepat.
Rafa melirik atasannya sebelum meninggalkan ruangan Anyer.
Setelah sampai di luar, Rafa memastikan ucapan sang penelepon.
"Sebelumnya saya minta maaf. Mengingat jadwal Tuan saya yang sangat padat dan hanya hari ini beliau ada waktu luang kami tidak bisa mengcancel atau mengundurnya lagi. Sekali lagi saya minta maaf," pungkas Rafa.
"Tapi… Sebelumnya saya atas nama Ibu Bianca ingin menyampaikan permintaan maaf beliau kepada Tuan Anyer. Siang ini beliau tidak bisa hadir. Tapi, tenang saja saya sebagai tangan kanannya akan menggantikan beliau. Tolong sampaikan permintaan maaf ini sebelumnya kepada Tuan Anyer, terimakasih." Tutup Nathan.
Rafa hanya membuang nafas kasarnya setelah Nathan mengakhiri percakapannya.
"Dari siapa?" tanya Anyer saat Rafa kembali ke ruangannya.
"Dari pihak BI grup. Mereka meminta mengundur pertemuan kita hari tapi, saya menolak," terang Rafa.
Anyer terdiam. "Berani sekali mereka ingin mengatur saya," ketus Anyer.
"Tindakanmu sudah bagus." Anyer memberi pujian kepada Rafa.
Siapa yang tak mengenal sosok Anyer. Pengusaha sukses yang mampu menanam saham di berbagai perusahaan dan memiliki hotel di mana mana. Hampir satu kota dipenuhi oleh hotel miliknya.
"Baru kali ini ada orang yang ingin mengundur pertemuan denganku. Apa dia tidak tahu siapa aku?" gumam Anyer sambil membuang nafas kasarnya.
Sementara itu setelah mendengar penjelasan daru Nathan, Bia menjadi bimbang. Ia sadar betul jika kesempatan langka untuk bisa menjalin kerja sama dengan AIA grup tapi, ia juga tak ingin mengecewakan klain penting yang sudah banyak berjasa dalam perusahaannya.
"Sudahlah, Bu. Semua akan aman terkendali. Jangan di pikirkan. Kita jalankan sesuai rencana awal." Hibur Nathan. Lelaki itu terlalu peka akan apa yang sedang Bia pikirkan.
"Kamu benar, Nath. Ya sudah atur dengan baik," ucap Bia.
Setelah kepergian Nathan, Bia kembali berkutat di depan layar laptopnya. Ia berharap Anyer bersedia bekerja sama. Membangun hotel dan resto di atas tanah miliknya. Yang ia ketahui hampir semua hotel milik Anyer selalu menjadi terkenal dan tak pernah sepi penginap.
"Gak sabar pengen liat restoranku menjelit," kekeh Bia.
. . .
Sesuai kesepakatan, Nathan menemui Anyer dan Bia menemui klain yang dari singapura di jam yang sama dan di tempat yang berbeda.
Berbeda dengan Bia yang di sambut dengan ramah, Nathan bak disambut patung berjalan. Diam tanpa ekspresi. Jangan untung tersenyum, melepas kaca mata pun enggan.
Untung saja Rafa tak seperti itu. Meski terlihat dingin namun, Rafa masih mempunyai sifat ramah.
"Jadi bagaimana, Tuan?" tanya Nathan memastikan.
Rafa melirik Anyer yang masih santai menyandarkan tubuhnya di sofa.
"Terserah," ketusnya.
Kedua lelaki itu sama sama mengernyit mendengar jawaban yang baru saja mereka dengar.
"Kenapa?" Anyer melepas kaca matanya lalu menatap ke arah dua orang yang berada di depannya.
"Asal anda tau, waktu saya sangat terbatas. Saya rela mengosongkan waktu saya hari untuk bisa bertemu langsung dengan petinggi BI grup namun, lihatlah sia sia hasilnya. Membuang waktuku saja," gerutu Anyer.
"Sebelumnya saya atas nama BI grup meminta maaf, Tuan. Ini semua di luar dugaan kami. Sekiranya Tuan memaafkan kesalahan ini." Dengan menunduk, Nathan meminta maaf dengan tulus.
"Sudahlah. Sepertinya saya tidak tertarik lagi bekerja sama dengan orang yang tidak bisa menepati janjinya. Rafa, ayo! Buang buang waktu saja." Tanpa ingin mendengar penjelasan daru Nathan, Anyer berlaku meninggalkan meja tersebut.
"Maaf, saya permisi," pamit Rafa yang segera menyusul Anyer.
Nathan membuang nafas beratnya sambil menggeleng.
Bagaimana cara menjelaskan kepada Bia jika Anyer menolak bekerja sama dengan perusahaannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
♀️
next
2022-01-17
0
verawati
dunia bisnis ....time ismoney
2022-01-11
1
Om Rudi
Perjalanan Alma Mencari Ibu hadir
2022-01-03
3