"Nah itu orangnya!" Rindang menunjuk Khalisa yang baru masuk melalui pintu utama apartemen, iavmenghampiri Khalisa bersama Levin di sampingnya.
Mereka telah menunggu kedatangan Khalisa sejak 15 menit yang lalu.
"Ko Levin, ada apa?" Khalisa tersenyum menyapa Levin, ia melangkah memasuki lobi apartemen.
"Aku denger dari Rindang katanya kamu sakit, pantas aku nggak lihat kamu di kampus beberapa hari ini." Levin menyodorkan kantong plastik berisi buah apel dan jeruk untuk Khalisa.
"Aku cuma libur kuliah tiga hari Ko, aduh Ko Levin sampai bawa buah tapi lumayan sih buat refill kulkas ku yang mulai kosong, makasih Koko." Khalisa menerima buah tersebut, ia sempat mengintip sedikit. Rupanya Levin tahu kalau Khalisa suka mengkonsumsi buah-buahan hingga membeli satu kantong penuh. "Ayo ngobrol di atas aja." Ajak Khalisa.
"Aku mau." Bisik Rindang di telinga Khalisa.
"Ambil aja tapi jangan dimakan sama plastiknya." Balas Khalisa juga dengan suara pelan.
Mereka masuk ke dalam lift untuk sampai ke unit apartemen Khalisa di lantai atas.
"Khalisa sakit apa?" Tanya Levin setelah menekan angka pada lift.
"Kecapekan aja kok jadi aku memutuskan untuk istirahat beberapa hari di apartemen." Khalisa mengerlingkan mata pada Rindang berterimakasih karena tidak memberitahu Levin soal fobia nya. Dalam hal ini tentu saja Rindang tak mau sembarangan memberitahu orang lain, saat itu ia memberitahu Azfan karena cowok itu telanjur melihat Khalisa ketakutan.
"Syukurlah kalau gitu, oh iya beberapa hari lagi kan kamu ulang tahun."
"Hm?" Khalisa memutar kepala melihat Levin di belakangnya, "aku nggak pernah merayakan ulang tahun." Katanya, sejak kecil ia memang tak pernah merayakan hari ulang tahun. Mungkin karena orangtua Khalisa tak pernah mengajarkan istilah tersebut untuk anak-anak mereka. Khalisa juga tak pernah mempertanyakan mengapa mereka tidak merayakan hari kelahiran dan sekarang setelah tumbuh remaja menuju dewasa ia jadi terbiasa.
"Kenapa?"
Khalisa terdiam beberapa saat memikirkan pertanyaan Levin, "nggak ada alasan khusus sih, karena terbiasa aja."
"Bukannya di dalam Islam nggak ada perayaan semacam itu." Celetuk Rindang membuat Khalisa dan Levin sama-sama melihat ke arahnya. "Tapi beberapa orang menggantinya dengan selamat milad yang ternyata artinya juga sama."
Khalisa membelalak, dari mana Rindang tahu soal itu.
"Kok kamu tahu?" Tanya Khalisa.
Mata Rindang membulat melihat ekspresi curiga Khalisa, ia mengibaskan tangannya, "percaya deh aku nggak berusaha cari tahu, aku cuma memperhatikan kebiasaan banyak orang di media sosial." Jelasnya.
"Aku nggak pernah mempermasalahkan soal itu karena semua orang memiliki hak nya masing-masing, cuma karena Mama dan Papa nggak pernah menyinggung soal hari kelahiran aku jadi terbiasa, nggak ada alasan lain." Khalisa melangkah keluar lift setelah pintu terbuka yang berarti mereka telah sampai. Ia tidak mau membahas hal sensitif seperti itu lagi.
"Ayo masuk." Khalisa menarik tangan Rindang agar ikut masuk ke apartemennya.
Levin mengusap tengkuknya salah tingkah, ia tak tahu jika Khalisa tidak pernah merayakan ulang tahun disaat semua orang merayakannya dengan gembira setiap tahun.
Levin mengucapkan salam sebelum masuk ke apartemen Khalisa yang langsung dijawab oleh sang pemilik. Levin duduk di salah satu sofa berwarna abu-abu di ruang tamu apartemen disusul Rindang. Sementara itu Khalisa melangkah ke dapur untuk mengambil minuman di kulkas.
Levin pernah beberapa kali masuk ke apartemen Khalisa tapi ia selalu ingin memperhatikan setiap sudut ruangan disana yang ditata sedemikian rupa hingga membuat siapapun yang datang berkunjung akan betah berlama-lama.
Apartemen tersebut memiliki interior modern dengan warna dominan coklat, putih dan abu-abu. Tidak ada banyak barang dan hiasan di dinding sehingga ruang tamu terasa semakin lega. Lantai marmer berwarna putih terlihat mengkilap karena ada jasa kebersihan dari apartemen setiap Minggu sehingga Khalisa tak perlu mengepelnya sendiri.
"Rindang air putih aja ya." Khalisa meletakkan segelas air putih untuk Rindang dan kopi kaleng untuk Levin serta meringue cookies yang ia buat sendiri.
"Terserah deh aku pasrah orangnya." Rindang meneguk air putih itu hingga tinggal setengah bagian.
"Koko cobain, ini sih bikin sendiri." Khalisa membuka toples hingga tercium aroma manis dari kue berwarna merah muda tersebut.
"Masih sempat bikin kue?" Levin mencomot satu meringue dan melahapnya, rasa manis langsung lumer di dalam mulut tanpa harus mengunyahnya.
"Sempet." Khalisa ikut duduk di sofa, sebenarnya saat libur kemarin setelah berkonsultasi secara online dengan psikiater, Khalisa merasa bosan jika tidak melakukan apapun sehingga ia memutuskan untuk mencoba membuat beberapa jenis kue. Saat seperti itu Khalisa hanya ingin tinggal sendirian di rumah tanpa berinteraksi dengan siapapun.
"Oh iya Ko, ini buku yang aku pinjam waktu itu." Khalisa meraih salah satu buku di antara deretan bukunya yang lain pada rak dan memberikannya pada Levin, "makasih Ko Levin, aku udah selesai baca, Masya Allah Rabiah Al-Adawiyah sungguh mencintai Allah dengan luar biasa."
"Semoga kita bisa meneladani beliau meski nyaris mustahil untuk menjadi sepertinya."
"Beliau mencurahkan seluruh cintanya hanya untuk Allah, sedangkan kita untuk shalat lima waktu saja sering malas-malasan."
"Kita masih harus banyak belajar, membaca buku seperti ini membuat kita termotivasi untuk lebih tekun beribadah."
Rindang melirik Levin dan Khalisa bergantian, mengapa obrolan mereka selalu berbobot seperti ini, apakah tidak bisa ngobrol santai membicarakan hal lain. Kalau seperti ini Rindang jadi tidak bisa ikutan nimbrung.
Setelah menghabiskan kopi yang Khalisa suguhi, Levin pamit pulang agar Khalisa bisa segera istirahat setelah seharian sibuk dengan kuliahnya. Levin juga berpesan agar Khalisa tidak terlalu memaksakan diri beraktivitas terlalu banyak hingga lupa istirahat. Levin tidak mau Khalisa jatuh sakit lagi.
"Khalisa, kamu nggak pernah denger suara orang ketuk pintu apartemen waktu malem?" Tanya Rindang setelah Khalisa mengantar Levin hingga depan pintu, ia merebahkan tubuhnya di atas sofa setelah melepas jas almamater yang dikenakannya.
"Ketuk pintu gimana?" Khalisa membuang belas kaleng kopi Levin ke tempat sampah dan menutup toples takut Rindang tiba-tiba memakannya.
"Tiga hari ini aku selalu denger pintu apartemen diketuk eh bukan ketuk tapi gedor di jam yang sama." Rindang bercerita dengan serius ditambah nada menakut-nakuti Khalisa. Namun ia menceritakan yang sesungguhnya.
"Jam berapa?"
"Jam 1 lebih 13."
"Se-spesifik itu?" Khalisa biasanya bangun pukul 2 malam dan terjaga hingga subuh tapi ia tak pernah mendengar suara pintunya digedor. "Yang bener kamu, jangan nakut-nakutin ah."
"Serius, nanti malem kalau ada lagi aku videoin ya, kemarin-kemarin aku selalu lupa mau ambil video karena takut keluar kamar."
Khalisa terdiam. Selama hampir satu tahun tinggal disini tak pernah ada kejadian seperti itu karena keamanan apartemen dijaga begitu ketat. Tak mungkin sembarang orang bisa masuk kecuali jika memang tinggal di apartemen ini.
"Mungkin orang iseng." Khalisa menepuk betis Rindang dua kali untuk menenangkannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
✿⃝⭕🌼Ohti
siapa kah itu?
di tunggu up selanjutnya
2021-11-20
0
Bundanya Abhipraya
suka banget sm ceritanya
2021-11-20
0
૦ 𝚎 ɏ ꄲ 𝙚 ռ
semoga bukan org nakal yaa
2021-11-19
0