4

Apartemen Casey Avenue begitu sepi ketika Khalisa keluar melewati koridor panjang pukul 1 dini hari. Hanya sinar lampu temaram yang menemani langkah Khalisa hingga masuk ke dalam lift yang akan membawanya ke lantai satu. Ia merapatkan jaket abu-abu bertuliskan HAWASI di bagian belakangnya saat pintu lift tertutup.

Khalisa menoleh ke kanan dan ke kiri sesampainya di rubanah mencari keberadaan orang disini selain dirinya. Tidak ada siapapun kecuali barisan mobil mewah yang diparkir teratur sepanjang rubanah. Tentu saja siapa lagi yang akan keluar pada tengah malam begini.

"Lama nggak ketemu." Khalisa menyapa mobil Tesla P1000D putih cerah miliknya setelah sekitar 1 Minggu tidak mengendarainya. Terakhir kali ketika Khalisa mengajak Rindang keliling Yogyakarta sekaligus menemui para anggota komunitas mualaf di kota Bantul.

Khalisa hendak pergi ke kampusnya berkumpul dengan sesama anggota Hafizh Hafizhah mahasiswa UII atau disingkat HAWASI untuk menyambut kedatangan mahasiswa dari UIN Syarif Hidayatullah yang tergabung dalam Himpunan Qari-Qari'ah Mahasiswa (HIQMA) untuk melakukan studi banding.

Layar di mobil Khalisa menunjukkan ada satu telepon masuk dari kontak bernama Mama. Dengan sekali sentuhan Khalisa menjawab telepon tersebut setelah menyematkan Airpod ke telinganya.

"Assalamualaikum Mama ku yang cantik." Khalisa mengawali bersamaan dengannya yang mulai menyalakan mesin mobil, ia memegang kemudi dengan santai keluar rubanah yang menampung sekitar 200 mobil milik penghuni apartemen.

"Waalaikumussalam, Mama mau bangunin kamu tapi kayaknya anak Mama yang cantik ini udah bangun dari tadi, suaranya seger banget." Suara Khalisa terdengar pelan di seberang sana. Ia biasanya menelepon Khalisa tengah malam untuk membangunkannya shalat tahajjud.

"Malam Bapak." Khalisa menurunkan kaca jendela mobil menyapa dua satpam yang berjaga di depan gerbang pintu masuk. "Udah malem masih semangat ya Pak."

"Tentu saja Mbak." Satpam bertubuh jangkung itu membalas sapaan Khalisa, ia mengulas senyum tipis.

"Mbak Khalisa mau kemana?" Tanya yang lain, satpam yang mengenakan kacamata hitam meski tengah malam. Khalisa juga heran mengapa satpam itu tak pernah melepas kacamatanya, ia belum pernah bertanya soal itu.

"Mau ke kampus, mari ya Pak." Khalisa menginjak gas naik ke jalan aspal setelah memastikan tak ada kendaraan lain.

"Cece berangkat sendirian?" Suara Ica kembali terdengar setelah beberapa saat terdiam membiarkan Khalisa menyapa penjaga apartemen.

"Iya, Ma tapi Mama tenang aja Khalisa bawa mobil kok jadi aman."

"Huma nggak ikut HAWASI juga?"

"Belum Ma, rencananya mau aku rayu sih biar dia ikut juga, Mama mau tahajjud?"

"Iya, nunggu Papa wudhu, ya udah kamu lagi di jalan kan, tetep hati-hati ya disana, semoga kegiatan yang kamu lakukan bermanfaat dan membawa berkah."

"Iya, makasih Ma, assalamualaikum."

"Waalaikumussalam." Sambungan segera terputus.

Khalisa memelankan laju mobilnya setelah sampai di gerbang utama kampus. Lampu di area boulevard biasanya gelap pada tengah malam seperti ini. Namun untuk menyambut kedatangan mahasiswa dari Jakarta, semua lampu dinyalakan mulai dari gerbang utama hingga masjid Ulil Albab.

"Assalamualaikum, Bapak." Khalisa melambaikan tangan menyapa satpam yang berada di area masuk kampus.

"Waalaikumussalam nduk." Jawab mereka, meski jumlah mahasiswa UII ribuan, mereka langsung bisa mengenali sosok Khalisa. Bagaimana tidak, di antara sekian banyak mahasiswa hanya Khalisa yang menyapa para penjaga dua kali sehari setiap datang dan pulang kuliah.

"Pak, udah banyak yang dateng ya?" Tanya Khalisa, ia tidak enak jika banyak seniornya yang datang lebih dulu.

"Khalisa tenang aja, baru beberapa kok yang dateng, Mas Hasan juga baru aja lewat."

Hasan adalah ketua HAWASI yang berasal dari FPSB psikologi.

"Maturnuwun sanget Bapak." Khalisa menebar senyum kembali menjalankan mobilnya dengan kecepatan rendah.

"Khalisa!" Seseorang menyapa saat Khalisa baru turun dari mobil.

Mendengar itu Khalisa melambaikan tangan meski ia belum melihat jelas siapa yang menyapanya barusan dari jarak cukup jauh. Dingin seketika menusuk kulit meski Khalisa sudah mengenakan gamis panjang berlapis jaket HAWASI. Ini pertama kalinya Khalisa keluar apartemen pada pukul 1 malam, meski Banyuwangi lebih dingin dari Sleman tapi Khalisa butuh waktu menyesuaikan diri dengan udara malam.

Pepohonan rimbun yang berada di sepanjang area boulevard akan memberikan suasana sejuk saat siang hari. Namun saat malam hari seperti ini, udara jadi terasa lebih dingin.

"Mbak Aliyah." Khalisa melangkah cepat mendekati gadis yang mengenakan jaket HAWASI sepertinya. Dia adalah Aliyah kakak tingkat Khalisa sesama anggota HAWASI.

"Dingin banget ya." Khalisa mengusap lengannya sendiri yang terasa dingin.

"Nggak salah denger nih? biasanya kamu selalu ngeluh kepanasan." Aliyah tertawa, tidak biasanya Khalisa mengeluh kedinginan padahal sebelumnya selalu bilang kalau Yogyakarta itu panas.

"Kayaknya air panas di apartemen bakal aku pakai untuk pertama kalinya setelah pulang dari sini." Balas Khalisa dengan senyum merekah di bibirnya yang berwarna merah muda alami.

Mereka melangkah bersama menuju masjid Ulil Albab tempat berkumpulnya semua anggota untuk menyambut tamu mereka.

Khalisa menjabat tangan anggota HAWASI perempuan yang sudah hadir terlebih dahulu. Pandangannya menyapu ke seluruh penjuru masjid lalu berhenti pada sosok Azfan yang berdiri di dekat Hasan—sang ketua.

"Semuanya yuk bareng-bareng pindahin kardus air mineral ke dalam, pihak HIQMA akan sampai sekitar 10 menit lagi." Suara Hasan terdengar lantang meski tanpa pengeras suara.

Hasan Basri menjabat sebagai kedua HASAWI selama hampir 1 tahun. Tak hanya hafal 30 juz, Hasan juga terkenal sebagai Qari' UII yang beberapa kali memenangkan kompetisi Musabaqoh Tilawatil Qur'an yang diadakan di beberapa daerah di Indonesia.

"Cewek juga?" Inayah melempar pertanyaan itu dengan sedikit nada protes, ada banyak anggota laki-laki, mengapa perempuan juga harus ikut mengangkat kardus air mineral itu.

"Kenapa? tidak kuat?" Balas Hasan dengan nada bercanda.

"Kuat kok." Khalisa bergegas keluar masjid untuk ikut mengangkut air mineral.

"Badan kurus begitu memangnya kuat?" Suara itu tiba-tiba muncul di belakang Khalisa saat hendak mengangkat satu kardus air.

"Koko tega banget bilang aku kurus." Khalisa geleng-geleng melihat senyum jahil Levin.

"Biar anak laki-laki saja yang angkat." Suara lain juga muncul di belakang Khalisa.

"Azfan." Khalisa menoleh pada Azfan yang bersiap mengangkat dua kardus sekaligus. "Kok aku baru tahu kalau kamu ikut HAWASI." Katanya.

"Aku sudah cukup lama bergabung tapi karena HAWASI sering mengadakan pertemuan sepulang kuliah aku jarang bisa datang karena harus kerja."

Levin mengangkat satu kardus memindahkannya ke dalam masjid membiarkan Khalisa mengobrol dengan Azfan. Ia tahu Khalisa akan selalu mengajak orang di sekitarnya untuk ngobrol tapi bukan berarti itu membuat orang-orang terganggu justru mereka menyenangi Khalisa yang ramah.

"Oh iya Khalisa, aku bawa buku punya kamu."

"Makasih ya udah mau dititipin buku aku." Khalisa mengikuti Azfan, ia juga membawa kardus yang beratnya tidak seberapa jika dibandingkan dengan berat tubuhnya.

"Aku ambil dulu di motor ya." Azfan meletakkan kardus itu bersama dengan kardus yang lain.

"Motornya dimana?"

"Di depan lagi isi ulang daya."

"Kalau gitu nanti aja, nggak buru-buru juga kok." Khalisa tersenyum tipis sebelum mereka kembali melanjutkan aktivitas memindahkan air mineral.

Satu bus yang membawa anggota HIQMA terparkir di depan masjid Ulil Albab, kedatangan mereka disambut oleh seluruh anggota HAWASI yang telah menyusun acara sejak lama. Setelah berbincang sebentar mereka mendirikan shalat tahajjud berjamaah dengan Faqih sebagai imam yang juga merupakan ketua HIQMA.

Acara dilanjutkan dengan tilawah Al-Qur'an yang akan dibacakan oleh salah satu anggota HAWASI sebagai tuan rumah. Mereka telah menentukan surat yang akan dibacakan saat rapat beberapa hari yang lalu.

Anggota HAWASI dan HIQMA duduk bersila berhadap-hadapan antar anggota perempuan dan lelaki dengan jarak sekitar 4 meter.

"Silahkan Azfan Al-Qur'an surat Luqman ayat 12." Hasan mempersilahkan Azfan, "kamu hafal kan?"

Azfan terkejut ketika Hasan menyebutkan namanya, tentu tak ada mahasiswa lain yang bernama Azfan disini, hanya dirinya. Hasan tersenyum melihat ekspresi Azfan. Wajar Azfan terkejut karena ia tidak ikut rapat saat itu, ia juga tak pernah membaca Al-Qur'an di depan banyak orang beda dengan Hasan yang sudah sering ikut kompetisi.

"Kalau punya suara yang bagus jangan disembunyikan, itu bakat bukan perasaan cinta yang harus kamu pendam."

Mereka semua tertawa mendengar candaan Hasan kecuali Azfan yang wajahnya tiba-tiba memanas, rasa percaya dirinya yang sangat minim itu semakin menciut. Bagaimana ini? bagaimana jika suaraku tidak keluar atau justru jelek dan mengganggu pendengaran mereka.

"Saya pernah beberapa kali dengar qiraah mu, jangan takut." Hasan menepuk bahu Azfan yang duduk di sampingnya. "Ko Levin, jika berkenan melanjutkan ayat 13 setelah ini." Ia melihat Levin yang duduk tak jauh darinya.

Tanpa menjawab Levin mengangguk sambil mengacungkan ibu jarinya pertanda ia setuju.

Azfan menyesal telah duduk di samping Hasan, andai ia duduk jauh di belakang pasti Hasan tidak akan menunjuknya. Bukan Azfan tidak mau membaca Al-Qur'an ataupun tidak hafal, ia malu untuk mengeluarkan suaranya di depan banyak orang.

"Khalisa akan membaca terjemahannya." Tambah Hasan.

"Baik Kak." Khalisa mengangguk tanpa ragu. Jika ada yang bertanya siapa yang tidak pernah mengalami demam panggung maka Khalisa orangnya. Sampai sekarang Khalisa penasaran seperti apa rasanya mengalami demam panggung.

Suara merdu bacaan taawudz terdengar hingga seluruh penjuru masjid menghipnotis semua orang yang berada disana. Awalnya suara Azfan sedikit gemetar tapi saat membaca basmalah, ia mulai tenang. Azfan memejamkan mata untuk mengindari pandangan orang-orang yang akan membuatnya grogi, selain itu ia takut tiba-tiba lupa pada ayat yang dibacanya.

Masya Allah. Batin Khalisa kala mendengar bacaan surat Luqman ayat 12 yang menyentuh hingga ke dalam jiwa membuatnya merinding seketika. Kemana saja Azfan selama ini, mengapa ia bersembunyi di tengah mahasiswa lain yang berlomba-lomba menyalurkan hobi dan bakatnya. Mengapa Azfan begitu tidak percaya diri dengan suara seindah itu.

Suara Levin menyusul tak kalah merdu, siapa sangka pemilik suara merdu itu adalah seorang mualaf keturunan Tionghoa. Levin rela ikut pelajaran tambahan di luar kampus demi memperbaiki tahsin tilawahnya.

Air mata Khalisa meleleh mendengar bacaan Al-Qur'an tentang perintah bersyukur. Ayat tersebut mengingatkannya untuk senantiasa bersyukur kepada Allah atas takdir yang diberikan oleh-Nya. Suara keduanya benar-benar menyentuh hingga air mata Khalisa luruh dengan sendirinya.

"Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu: "

'Bersyukurlah kepada Allah! Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya, Maha Terpuji'." Suara Khalisa lembut tapi lantang tanpa mengurangi hikmatnya bacaan tersebut.

******

Suara gamelan menyambut kedatangan mahasiswa UII dan UIN Syarif Hidayatullah di sebuah rumah makan yang menyediakan berbagai makanan khas Yogyakarta. Nuansa tradisional begitu kental terasa ketika mereka baru menginjakkan kaki di depan rumah makan tersebut.

Setelah melakukan rangkaian acara studi banding mulai pukul 1 dini hari tadi akhirnya mereka sampai di penghujung acara yakni makan bersama dengan hidangan khas Yogyakarta. Selain dihibur oleh suara gamelan, mereka juga dimanjakan oleh aroma gudeg, tengkleng dan sate klatak yang telah siap tersaji di atas meja persegi panjang. Asap masih mengepul dari kuah tengkleng membuat air liur mereka banjir seketika.

"Yang ada di atas meja tidak boleh tersisa ya biar tidak mubadzir." Seru Hasan setelah mereka membaca doa bersama sebelum makan.

"Siapa yang akan menyia-nyiakan makanan seenak ini." Gumam Khalisa saat menyendok nasi dan kuah tengkleng beraroma khas rempah dan dan kaldu kambing.

"Kenapa Khalisa?" Tanya Hasan.

Khalisa melongo sebentar karena Hasan bisa mendengar suaranya karena meski satu meja jarak mereka cukup jauh.

"Eh, enggak Kak." Khalisa menggeleng kikuk karena ia bermaksud bicara dengan dirinya sendiri.

Diam-diam Azfan tersenyum melihat tingkah Khalisa yang menurutnya lucu. Kemana saja ia selama ini? mungkin karena Azfan tidak pernah memperhatikan keadaan di sekitarnya ia jadi kurang peka pada situasi di sekelilingnya hingga tidak sadar bahwa ada mahasiswi secantik Khalisa. Tunggu dulu, sejak kapan Azfan mengakui Khalisa cantik. Astaghfirullah, nyebut Fan.

"Kakak harus cobain gudeg nya." Khalisa mendorong mangkok gudeg ke dekat salah seorang anggota HIQMA yang berada di hadapannya.

"Syukron ukhti." Ucapnya gadis berlesung pipi itu, ia menyendok sedikit gudeg sesuai saran Khalisa.

Cita rasa manis gudeg berpadu dengan gurihnya sate klatak yang beraroma arang. Makan gudeg juga tidak lengkap tanpa krecek. Kerupuk kulit yang sudah disiram sambal juga tersaji di atas meja melengkapi sajian hari itu.

Sebelum berpisah mereka kembali melakukan foto bersama sekali lagi di depan rumah makan. Di kampus UII tadi mereka saling bertukar cindera mata yang dilakukan oleh Hasan dan Faqih selaku ketua. Dalam acara itu mereka juga berbagi metode menghafal dengan mudah dari masing-masing organisasi. Lain kali HAWASI akan mengunjungi kampus UIN Syarif Hidayatullah seperti yang HIQMA lakukan di UII.

"Khalisa!" Azfan setengah berlari mengejar Khalisa yang sudah bersiap masuk mobil, ia mengeluarkan sebuah buku dari dalam tasnya. "Ini buku kamu."

"Makasih ya, maaf ngerepotin." Khalisa menerima buku miliknya dari tangan Azfan.

"Enggak kok." Azfan menggeleng, itu sama sekali tidak mengganggunya.

Azfan tidak sempat memberikan buku itu saat di kampus tadi karena mereka sama-sama sibuk oleh kegiatan studi banding.

"Suara kamu tadi bagus lo." Khalisa memuji suara Azfan saat membaca Al-Qur'an tadi.

"Jangan bicara gitu." Azfan mengusap hidungnya yang tiba-tiba terasa gatal mendengar pujian Khalisa.

"Kenapa? aku bicara jujur, bener kata Kak Hasan, bakat itu jangan dipendam."

Azfan tertawa canggung, ucapan Khalisa semakin membuatnya gugup ingin segera pergi dari hadapan gadis itu.

Suara nada dering ponsel Khalisa terdengar nyaring dari dalam tasnya. Khalisa merogoh tasnya dan berhasil mengambil benda pipih yang berteriak-teriak minta disentuh. Tertulis nama Ama Cantik pada layar berukuran 6 inch tersebut.

"Azfan, sekali lagi makasih ya." Ucap Khalisa kemudian masuk ke dalam mobil untuk menjawab telepon dari Renata.

"Zaoshang hao, jin wan shuijiao hao ma?" Khalisa mengawali, ia meletakkan tas di jok samping di sampingnya. Ia mengucapkan selamat pagi dan bertanya apakah semalam Renata tidur nyenyak.

"Zaoshang hao Ce, akhirnya Ama bisa tidur nyenyak setelah selesai membuat banyak sayur asin buat kamu."

"Makasih banyak Ama emang paling baik deh sama Khalisa tapi Ama nggak boleh capek-capek lo ya."

"Udah lah, semua cucu Ama emang cerewet, semuanya nyuruh Ama istirahat."

Khalisa tertawa renyah mendengar Renata sewot karena ia menyuruhnya banyak istirahat. Namun Khalisa tahu Renata tak akan pernah bisa diam.

"Sayur asin nya akan sampai di apartemen kamu sore nanti."

"Oh ya? cepet banget." Khalisa sumringah, itu artinya ia bisa memasak ayam hamcoi hitam kesukaannya. Namun biasanya Khalisa melewatkan angciu saat membuat olahan ayam dengan sayur asin tersebut.

"Kenapa heran sama teknologi transportasi sekarang, Ama minta sampai apartemen kamu sekarang juga bisa Ce."

"Sekali lagi makasih ya Ama udah buatin sayur asin buat Khalisa."

"Iya jadi kamu nggak perlu beli yang kemasan, walaupun kelihatannya sama tapi bikinan sendiri jauh lebih sehat Ce."

"Sayur asin buatan Ama emang yang paling enak di dunia."

Sementara itu di luar mobil, Azfan membalikkan badan hendak bergabung dengan rombongan untuk kembali ke kampus.

"Kamu kenal Khalisa?" Sosok lelaki bertubuh gemuk mengejutkan Azfan karena tiba-tiba muncul di hadapannya.

"Iya." Azfan mengangguk kaku, bukankah semua orang mengenal Khalisa? "Kenapa Bim?" Itu adalah Bimo yang juga anggota HAWASI satu bidang prodi dengan Azfan.

"Kamu tahu nggak, dia itu cucu Jaya Alindra anaknya Daniel Alindra." Bimo berbisik.

"Jaya Alindra?" Azfan tampak berpikir, ia mulai melangkah menjauhi mobil Khalisa diikuti Bimo. Nama itu terdengar tidak asing di telinga Azfan tapi siapa? Ah benar juga, itu adalah nama terakhir Khalisa.

"Nggak tahu?" Bimo mendelik tepat di depan wajah Azfan.

"Tahu, Kakek nya Khalisa kan, kamu bilang begitu barusan."

Bimo melongo, benar juga, ia yang mengatakannya baru saja, "maksud aku—"

"Maksud kamu apa?" Sergah Azfan cepat tidak sabar.

"Kalau kamu pernah ke Alindra Mall, itu Mall punya Bapaknya Khalisa."

"Oh ya?" Azfan terkejut, meski tidak pernah menginjakkan kaki di Mall berlantai 7 itu tapi ia sering lewat di depannya. Ternyata Khalisa sekaya itu.

.

.

.

Angciu: Arak masak

Terpopuler

Comments

૦ 𝚎 ɏ ꄲ 𝙚 ռ

૦ 𝚎 ɏ ꄲ 𝙚 ռ

aku bacanya pelan bgt..ku kira udah di bab 5. ternyata masih bab 4. wahh seneng bgt klo ada novel yg part-nya panjaaaaang panjang . jadi betah bacanya .. semangat trus kak othor..😘😘😍

2021-11-16

0

✿⃝⭕🌼Ohti

✿⃝⭕🌼Ohti

SEMANGAT up nya

2021-10-15

1

Marlia Sari

Marlia Sari

adem thor baca karya mu❤😍👍

2021-10-15

2

lihat semua
Episodes
1 Assalamualaikum teman-teman!
2 Prolog
3 1
4 2
5 3
6 4
7 5
8 6
9 7
10 8
11 9
12 10
13 11
14 12
15 13
16 14
17 15
18 16
19 17
20 18
21 19
22 20
23 21
24 22
25 23
26 24
27 25
28 26
29 27
30 28
31 29
32 30
33 31
34 32
35 33
36 34
37 35
38 36
39 37
40 38
41 39
42 40
43 41
44 42
45 43
46 44
47 45
48 46
49 47
50 48
51 49
52 50
53 51
54 52
55 53
56 54
57 55
58 56
59 57
60 58
61 59
62 60
63 61
64 62
65 63
66 64
67 65
68 66
69 67
70 68
71 69
72 70
73 71
74 72
75 73
76 74
77 75
78 76
79 77
80 78
81 79
82 80
83 81
84 82
85 83
86 84
87 85
88 86
89 87
90 88
91 89
92 90
93 91
94 92
95 93
96 94
97 95
98 96
99 97
100 98
101 99
102 100
103 101
104 102
105 103
106 104
107 105
108 106
109 107
110 108
111 109
112 110
113 111
114 112
115 113
116 114
117 115
118 116
119 117
120 118
121 119
122 120
123 121
124 122
125 123
126 124
127 125
128 126
129 127
130 128
131 129
132 130
133 131
134 132
135 133
136 134
137 135
138 136
139 137
140 138
141 139
142 140
143 141
144 142
145 143
146 144
147 145
148 146
149 147
150 148
151 149
152 150
153 151
154 152
155 153
156 154
157 155
158 156
159 157
160 158
161 159
162 160
163 161
164 162
165 163
166 164
167 165
168 166
169 167
170 168
171 169
172 170
173 171
174 172
175 173
176 174
177 175
178 176
179 177
180 Epilog
181 Terimakasih semuanya!
Episodes

Updated 181 Episodes

1
Assalamualaikum teman-teman!
2
Prolog
3
1
4
2
5
3
6
4
7
5
8
6
9
7
10
8
11
9
12
10
13
11
14
12
15
13
16
14
17
15
18
16
19
17
20
18
21
19
22
20
23
21
24
22
25
23
26
24
27
25
28
26
29
27
30
28
31
29
32
30
33
31
34
32
35
33
36
34
37
35
38
36
39
37
40
38
41
39
42
40
43
41
44
42
45
43
46
44
47
45
48
46
49
47
50
48
51
49
52
50
53
51
54
52
55
53
56
54
57
55
58
56
59
57
60
58
61
59
62
60
63
61
64
62
65
63
66
64
67
65
68
66
69
67
70
68
71
69
72
70
73
71
74
72
75
73
76
74
77
75
78
76
79
77
80
78
81
79
82
80
83
81
84
82
85
83
86
84
87
85
88
86
89
87
90
88
91
89
92
90
93
91
94
92
95
93
96
94
97
95
98
96
99
97
100
98
101
99
102
100
103
101
104
102
105
103
106
104
107
105
108
106
109
107
110
108
111
109
112
110
113
111
114
112
115
113
116
114
117
115
118
116
119
117
120
118
121
119
122
120
123
121
124
122
125
123
126
124
127
125
128
126
129
127
130
128
131
129
132
130
133
131
134
132
135
133
136
134
137
135
138
136
139
137
140
138
141
139
142
140
143
141
144
142
145
143
146
144
147
145
148
146
149
147
150
148
151
149
152
150
153
151
154
152
155
153
156
154
157
155
158
156
159
157
160
158
161
159
162
160
163
161
164
162
165
163
166
164
167
165
168
166
169
167
170
168
171
169
172
170
173
171
174
172
175
173
176
174
177
175
178
176
179
177
180
Epilog
181
Terimakasih semuanya!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!