"Ngapain sih jauh-jauh kesini cuma mau beli kue." Rindang mengomel pada Khalisa karena mereka telah naik mobil selama lebih dari setengah jam untuk mencari toko kue yang Khalisa maksud.
Khalisa hendak membeli kue untuk Ria dan Bowo yang mengundangnya makan siang bersama. Khalisa ingin membeli kue yang katanya paling enak di seluruh kota Sleman. Meski menurut Khalisa semua kue yang pernah dicobanya disini enak tapi ia ingin mencoba kue dari toko lain.
Jalanan cukup padat di Sabtu pagi. Sepulang dari pertemuan dengan HIQMA tadi, Khalisa langsung menjemput Rindang di apartemen untuk pergi bersama membeli kue.
"Lagian kamu tega banget sih ngajak aku ke toko kue." Rindang mengerucutkan mulutnya kesal karena ia tidak bisa makan kue, tubuhnya tidak mengizinkan. "Kamu tahu sendiri kalau dulu aku paling suka makan Red Velvet."
"Iya maaf, siapa lagi yang mau aku ajak selain Rindang Anjana, kamu juga kan diundang sama Bu Ria." Khalisa melihat spion memastikan tidak ada kendaraan di belakang saat ia hendak membelokkan mobilnya ke halaman Paradise Bakery. "Ini dia toko kue yang aku maksud." Khalisa melepas seat belt dan kembali menyampirkan tas nya di bahu. "Kamu disini aja kalau nggak mau ikut ke dalam."
"Ikut lah, walaupun nggak bisa makan seenggaknya aku bisa lihat kue-kue disana." Rindang melepas seat belt dan turun dari mobil menyusul Khalisa.
"Eh bentar-bentar." Khalisa mundur selangkah, deretan kaligrafi di depan sebuah bangunan tidak terlalu besar mengalihkan perhatiannya. Ia sudah sering melihat berbagai jenis kaligrafi tapi bukan itu yang menarik perhatiannya melainkan seseorang yang sedang serius menggores tinta di atas kanvas.
"Siapa sih?" Rindang mengikuti arah pandang Khalisa. "Dia kan si Mas Gelato yang cakep itu."
Khalisa mengangguk samar melangkah mendekati toko kaligrafi tersebut.
Rindang terkekeh, "jadi kamu juga ngakuin kalau dia cakep."
"Dia emang mas gelato kan."
Rindang mencibir, bilang aja emang cakep kan, batinnya.
Dari kejauhan Azfan tidak sadar bahwa ada dua cewek yang berjalan mendekatinya. Jika dilihat penampilan keduanya sangat berbanding terbalik. Khalisa mengenakan gamis merah muda dan jilbab panjang dengan warna senada sedangkan Rindang memakai crop top berwarna mint yang dipadukan dengan jeans belel biru. Rindang memperlihatkan warna rambutnya yang berwarna hijau biru dengan menguncir nya sebagian. Ia memang hobi menggonta-ganti warna rambut tergantung suasana hatinya.
"Assalamualaikum." Khalisa mengucapkan salam yang otomatis dijawab oleh Azfan tapi tetap fokus pada kanvas tanpa mengangkat wajah sedikitpun.
"Assalamualaikum Mas gelato." Rindang ikut mengucapkan salam.
Akhirnya Azfan mendongak, untuk sesaat ia terkejut melihat Khalisa dan satu temannya bernama Rindang, kalau Azfan tidak salah ingat. Wadah tinta hitam di tangan Azfan hampir saja terjatuh saking terkejutnya ia melihat Khalisa disini.
"Waalaikum—" Azfan melirik Khalisa, entah mengapa ia merasa ragu ketika hendak melanjutkan jawaban salamnya untuk Rindang.
Khalisa mengangguk samar seolah mengerti arti tatapan Azfan.
"Ini ayat kursi ya?" Khalisa mencoba menebak kaligrafi yang hendak Azfan buat.
"Iya, aku baru mengerjakannya setelah pulang dari kampus tadi."
"Ini toko kamu?" Rindang mengedarkan pandangan ke sekitar toko tersebut, terdapat banyak kaligrafi dengan berbagai gaya tulisan.
"Bukan, saya kerja disini." Azfan meletakkan kuas dan tinta di tangannya dan beranjak.
"Kamu kerja di dua tempat sekaligus?" Tanya Khalisa, bagaimana cara Azfan membagi waktu antara kuliah dan kerja. Pantas saja Azfan jarang ikut rapat organisasi.
"Hanya setiap Sabtu dan Minggu kalau nggak waktunya pulang."
"Wah tangan kiri kamu terampil sekali." Khalisa hendak menyentuh goresan tinta tersebut.
"Itu belum kering." Tukas Azfan agar Khalisa tidak menyentuh hasil kaligrafi nya yang baru setengah jadi.
"Maaf." Khalisa segera menarik tangannya, hampir saja ia merusak karya luar biasa itu dengan jarinya.
"Bukan begitu, aku takut tintanya mengotori tanganmu."
Rindang tersenyum menggoda ditambah sedikit sikutan di perut Khalisa membuat gadis itu limbung.
"Allah memberimu anugerah tangan yang luar biasa hingga bisa menghasilkan kaligrafi sebagus ini, tulisan mu di gelas gelato juga bagus."
"Alhamdulillah, mungkin ini turunan dari tangan Ibu yang juga terampil." Azfan tersenyum kikuk setiap kali Khalisa memujinya, ia tak pernah mendengar orang lain begitu sering memuji keahliannya baik menulis dan qiraah. Namun Khalisa memuji semuanya.
"Ibu kamu juga pandai kaligrafi?"
Azfan menggeleng, "Ibu salah satu pengrajin batik tulis di Giriloyo."
"Bukannya kita pernah kesana waktu nyari kain batik buat bahan baju yang mau kamu pakai ke acara anniversary Mama Papa nya Ko Levin." Rindang ingat seminggu yang lalu mereka pergi ke Bantul dan sempat mengunjungi Dusun Giriloyo untuk mencari bahan pakaian yang Khalisa desain sendiri.
"Oh iya, tapi kita ke tokonya sih nggak langsung datang ke pengrajinnya." Awalnya mereka memang ingin mendatangi langsung ke tempat pengrajin batik tapi hari sudah sore sehingga mereka harus segera pulang.
"Ayo kesana lagi, kita pakai baju kembaran ke acara anniversary itu."
"Acaranya udah tiga hari lagi, nggak akan keburu."
"Minggu besok aku pulang ke Bantul." Azfan ikut menimpali.
"Pas banget, Khalisa sama aku ikut kamu." Sahut Rindang cepat.
Mata Khalisa membulat, meski mereka sering mengenakan pakaian dengan motif atau warna yang sama untuk acara tertentu tapi Khalisa heran mengapa begitu tiba-tiba.
"Hm?" Azfan bengong, "tapi aku naik motor."
"Bisa nyetir mobil nggak?" Tanya Rindang.
"Bisa." Azfan manggut-manggut.
"Ya udah besok bawa mobil ku aja sekalian."
"Jangan maksa dong, malu tahu." Khalisa berbisik, ia tidak enak jika mengajak Azfan bersama dua gadis yang baru dikenal. Mungkin bagi Rindang ini adalah hal biasa tapi Khalisa tahu kalau Azfan adalah lelaki yang pemalu.
"Sejak kapan kamu punya malu?" Rindang balas berbisik di telinga Khalisa. Bukankah bagus kalau mereka berangkat bersama, hitung-hitung hemat listrik. "Azfan tenang aja kalau kamu malu nih, aku bisa ajak Jason, kamu nunjukin jalannya aja."
"Emangnya kamu nggak ke gereja?" Khalisa masih ragu untuk mengajak Azfan pergi bersama mereka.
"Aku ikut kebaktian online." Rindang memasang senyum paling lebar merayu Khalisa.
"Azfan, kalau nggak mau nggak apa-apa." Ujar Khalisa.
"Nggak apa-apa, aku mau kok." Akhirnya Azfan mengulas senyum tipis menerima ajakan Rindang. "Berangkatnya pagi ya."
"Catet nomor hp kamu." Rindang menyodorkan ponselnya pada Azfan.
Azfan menerima ponsel Rindang dengan hati-hati takut menjatuhkannya. Ia mengetuk beberapa angka di atas layar sentuh tersebut lalu mengembalikannya pada Rindang.
"Makasih Azfan, maaf ya aku sama Rindang jadi ngerepotin kamu."
"Nggak apa-apa, lagian walaupun kalian nggak ke Bantul, aku tetep pulang kok." Azfan mengusap tengkuknya karena gugup. "Khalisa dan Rindang emang mau kesini atau—"
"Eh iya, aku lupa." Khalisa menarik tangan Rindang, "barusan aku mau ke toko kue sebelah terus lihat kamu jadinya kesini dulu."
"Oh." Azfan ber-Oh panjang.
"Kalau gitu kami pergi dulu ya lain kali aku mampir lagi lihat-lihat bagian dalam."
"Lihat-lihat doang, beli dong." Rindang meledek Khalisa.
"Assalamualaikum." Khalisa segera menarik tangan Rindang membawanya pergi dari sana sebelum sahabatnya itu mengoceh lagi.
Azfan memperhatikan punggung Khalisa dan Rindang semakin menjauh. Azfan kagum pada mereka karena bisa menjalin persahabatan yang harmonis meski keduanya berbeda agama.
Mata Rindang berkilat-kilat melihat deretan kue yang terpajang di etalase dengan berbagai bentuk dan warna. Mereka semua tampak menggiurkan. Namun meski penampilan mereka sangat cantik tapi bagi Rindang itu adalah racun, mungkin ia bisa saja meninggal hanya dengan satu potong kue brownies. Itu karena pankreas Rindang sudah tidak bisa memproduksi hormon insulin lagi.
"Bisa lihat aja udah bahagia." Rindang bergumam sendiri memperhatikan setiap kue yang dipajang pada etalase kaca sementara Khalisa juga sibuk memilih kue yang akan ia berikan kepada Ria.
"Boleh minta tolong dikasih tulisan, 'selamat atas kelahiran cucu pertama' ya." Khalisa telah selesai memilih satu kue berwarna putih dengan hiasan bunga yang bisa dimakan di atasnya.
"Udah selesai?" Rindang menghampiri Khalisa, "cepet banget." Ia melihat salah seorang pegawai toko sibuk memberi tulisan menggunakan krim di atas kue Khalisa.
"Emang harus berapa lama lagi kita disini, perjalanannya juga lumayan jauh." Khalisa tidak enak jika sampai mereka terlambat. Apalagi Ria dan Bowo sangat baik pada Khalisa maupun Rindang.
"Aku masih betah." Karena tidak bisa makan, Rindang harus puas hanya dengan memandangnya.
"Ya udah nginep aja disini." Semprot Khalisa.
"Dih." Rindang mengerucutkan mulutnya mengikuti Khalisa ke kasir hendak membayar kue yang sudah diberi tulisan dan dikemas cantik siap dibawa pulang.
******
Meja berbentuk lingkaran di tengah ruangan penuh dengan berbagai jenis makanan yang dimasak oleh Ria untuk menyambut para tetangga yang diundang nya makan siang bersama. Ria dan Bowo mengadakan acara makan tersebut sebagai bentuk rasa syukur mereka atas kelahiran cucu pertama.
"Selamat siang Bu Ria." Rindang masuk diikuti Khalisa yang membawa kue di tangannya.
"Ya ampun kamu bawa apa?" Ria terkejut melihat Khalisa membawa kotak cukup besar, ia hanya mengajak mereka makan siang tapi Khalisa yang baik hati justru membawakannya hadiah.
Khalisa tidak segera menjawab meletakkan kue yang terbungkus kotak berwarna merah hati dan segera membukanya.
Mata Ria membulat melihat kue yang begitu cantik muncul dari kotak tersebut, ia mengucapkan terimakasih dan memeluk Khalisa. Sejak pertama kali bertemu Ria langsung menyukai Khalisa dan Rindang, meski masih belia mereka sangat sopan dan bisa menghargai orang-orang yang lebih tua.
"Oh iya kenalin, ini anak Ibu yang bungsu namanya Revan." Ria menarik tangan seorang cowok bertubuh atletis untuk mengenalkannya pada Khalisa dan Rindang.
"Halo, Rindang." Rindang mengulurkan tangan pada Revan.
"Hai, Revan." Revan menjabat tangan Rindang dengan mengulas senyum tipis.
"Khalisa." Khalisa buru-buru menautkan tangan di depan dada sebelum Revan mengulurkan tangan padanya.
"Mami sering cerita tentang kalian berdua." Tukas Revan pada keduanya.
"Revan baru pulang dari Aussie." Kata Ria mempersilakan mereka duduk sembari menunggu tetangga yang lain.
"Wah baru lulus ya?" Rindang melihat Revan yang duduk di samping Ria.
"Iya, kalian sama-sama kuliah di UII sini?" Revan melihat Khalisa dan Rindang bergantian. Dulu ia hanya membayangkan sosok dua cewek itu berdasarkan cerita Ria. Akhirnya sekarang Revan bisa melihatnya secara langsung.
"Aku di UII, Rindang di Duta Wacana." Jawab Khalisa.
Satu per satu tetangga berdatangan, Ria dan Bowo segera mempersilakan mereka makan sebelum masakan berubah dingin.
Mereka juga menikmati kue yang Khalisa bawa bahkan membawanya pulang karena Ria tidak bisa makan makanan manis terlalu banyak sedangkan kue tersebut berukuran cukup besar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
૦ 𝚎 ɏ ꄲ 𝙚 ռ
💕💕💕
2021-11-16
0
✿⃝⭕🌼Ohti
Alhamdulillah up lagi
2021-10-20
0
Olive Dwi Rahayoe
jangan lama2 dong updatenya
2021-10-19
0