Khalisa tampak cantik dengan gamis batik abu-abu yang ia desain sendiri, ia melangkah anggun melewati karpet merah menuju ballroom Hotel Aswatama yang merupakan hotel milik orangtua Levin. Di samping Khalisa, Rindang juga tak kalah cantik mengenakan dress off shoulder dengan motif yang sama. Mereka memang sering mengenakan pakaian dengan corak yang sama saat menghadiri acara penting seperti ini. Meski memiliki gaya pakaian yang berbeda tapi Khalisa dan Rindang selalu berhasil membuat baju dengan motif atau warna yang sama.
Di depan mereka Daniel dan Ica bergandengan melangkah bersama-sama masuk ke ballroom yang penuh dengan kilauan dan warna abu-abu. Pernikahan orangtua Levin memasuki tahun ke 25 yang biasa disebut sebagai pernikahan perak, itu mengapa dekorasi acara dipenuhi warna perak termasuk dress code para tamu undangan.
"Makasih ya Pak Daniel dan Ibu Alisha sudah jauh-jauh dari Banyuwangi datang kesini." Ucap Michael—papa Levin pada Daniel dan Ica. Orang-orang yang tidak terlalu akrab dengan Ica memang memanggilnya dengan nama Alisha.
"Kami tidak mungkin melewatkan acara ini." Balas Daniel dengan senyum ramah.
"Semoga Bu Valerie dan Pak Michael menyukainya, semoga pernikahan kalian selalu bahagia." Ica menyerahkan sebuah paper bag abu-abu kepada Valerie.
"Terimakasih banyak, semoga kalian juga begitu." Valerie tersenyum lebar, menerima hadiah dari Ica dan Daniel.
"Ayo Khalisa dan Rindang beri selamat untuk Papa dan Mama Levin." Ica menyentuh lengan Khalisa memberi ruang agar putri nya itu bisa memberi ucapan selamat pada orangtua Levin.
Rindang mengucapkan selamat terlebih dahulu seraya memberikan hadiah sepasang jam tangan yang ia beli saat pulang dari Bantul.
"Happy anniversary Tante Val semoga langgeng dan bahagia terus ya." Khalisa mencium pipi kanan dan kiri Valerie.
"Calon menantu kita cantik sekali malam ini ya, Pa." Goda Valerie pada Khalisa, beberapa waktu terakhir sejak mengenal Khalisa, Levin selalu saja menceritakan tentang gadis itu pada mereka.
"Aduh Tante bisa aja nih." Khalisa tersipu disebut cantik oleh mama Levin apalagi dengan embel-embel calon menantu.
"Makasih ya udah dateng, lihat tuh Levin sampai nggak bisa mengalihkan pandangannya dari kamu." Valerie berbisik melirik Levin yang berdiri tak jauh darinya.
Khalisa tidak bisa membalas ucapan Valerie yang begitu terang-terangan memberitahu hal tersebut.
Ica memperhatikan ekspresi Khalisa, ia bertanya-tanya apakah ada hubungan spesial antara Khalisa dan Levin. Jika benar maka Ica harus memperingatkan Khalisa untuk tidak memikirkan soal asmara lebih dulu karena putri sulung nya itu baru kuliah tahun pertama.
"Om selamat anniversary ya." Khalisa juga memberi selamat pada Michael—papa Levin.
"Gimana Vin?" Michael menyikut lengan Levin meledeknya di depan Khalisa dan orangtuanya.
"Apanya Pa yang gimana." Levin menggaruk tengkuknya yang tidak gatal salah tingkah, ia jadi mendadak kikuk bertemu dengan Daniel dan Ica pada momen seperti ini apalagi papa dan mama nya makin melancarkan aksi meledeknya di depan orangtua Khalisa.
"Terimakasih sudah banyak membimbing Levin."
"Bukan apa-apa, Levin memang anak yang luar biasa." Sejak bertemu satu tahun yang lalu Daniel bisa menilai bahwa Levin punya kemauan yang keras untuk mengenal Islam lebih dalam. Untuk orang seperti Levin yang hidup di keluarga non muslim tentu tak mudah baginya istiqomah di jalan Allah.
"Khalisa sama Rindang cobain pastry nya gih, enak-enak lo." Tukas Valerie sementara ia mengobrol dengan Daniel dan Ica.
"Kalau gitu Khalisa sama Rindang permisi dulu." Khalisa menarik tangan Rindang berpisah dengan para orangtua yang sepertinya hendak memulai obrolan tentang bisnis mereka yang tentu saja tak akan ia mengerti.
Levin juga demikian, ia meninggalkan orangtuanya menemui tamu yang lain. Ia juga malas jika para orangtua sedang membicarakan pasal bisnis mereka yang tak ada habisnya.
"Sejak kenal Khalisa bulan lalu, Levin sering menceritakan tentang Khalisa pada kami." Valerie meletakkan hadiah yang diberikan Ica, Khalisa dan Rindang pada meja khusus di dekatnya.
"Mereka sangat akrab." Tambah Michael.
"Khalisa memang sangat mudah akrab dengan orang lain." Sahut Daniel, sifat Khalisa tersebut memang paling menonjol sejak kecil.
"Pasti menyenangkan melihat mereka bersama di masa depan." Valerie tersenyum berbinar-binar.
"Bersama?" Ica mengulang kata itu, bersama dalam artian berumah tangga?
"Ya, bukankan Pak Daniel dan Bu Alisha hanya punya dua kriteria untuk calon menantu, yaitu muslim dan kaya, Levin punya dua hal itu."
Ica tertawa tapi ia menyiratkan ketidaksukaan terhadap kalimat yang dikatakan Valerie.
"Tidak kaya tak masalah yang penting mau bekerja keras karena kami juga sudah kaya." Balas Ica dengan nada bercanda tapi hatinya amat gondok karena mereka menilai dirinya dan Daniel sebagai orangtua yang menuntut anaknya untuk mendapat suami kaya padahal mereka tidak pernah memikirkan itu.
"Perjalanan mereka masih panjang, kita sebagai orangtua hanya bisa mendampingi dan mengarahkan mereka saat menempuh jalan panjang tersebut." Ucap Daniel bijak, ia mengusap punggung Ica karena tahu saat inu sang istri pasti sedang menahan emosi.
"Benar Pak Daniel." Michael tersenyum lebar, "kalau gitu silakan nikmati hidangan kami."
Michael segera menarik sang istri menjauh dari Daniel dan Khalisa, "kenapa Mama bilang seperti itu pada mereka?" Omelnya.
"Mama cuma bercanda kok Pa." Valerie tetap berusaha tersenyum meski terlihat begitu jelas di matanya bahwa ia menahan malu mendapat kalimat menohok dari Ica.
Sementara itu Rindang dan Khalisa berada di meja pastry melihat betapa cantiknya berbagai pastry yang disajikan disana malam itu. Hampir semua jenis pastry yang ada disana Khalisa pernah memakannya karena Renata sering membuatnya.
"Jangan-jangan kamu mau dijodohin sama Ko Levin." Gumam Rindang saat mereka mengambil minuman. Rindang memilih air mineral yang pasti aman untuknya, meski sudah menyuntikkan insulin sebelum berangkat tapi Rindang tidak mau ambil resiko dengan makan sembarangan.
"Yang ada nanti Papa sama Mama marahin aku gara-gara mikirin cinta-cintaan sebelum waktunya." Khalisa mencomot cinnamon roll dan berjongkok melahapnya karena tak ada kursi di dekatnya. "Lagian serius deh aku nggak ada pikiran buat kesitu, aku mau fokus kuliah dulu sampai lulus." Khalisa masih berusia 19 tahun, terlalu dini memikirkan soal asmara.
"Aku juga yakin sih kalau kamu nggak mungkin pacaran." Rindang hanya bisa bersandar pada meja yang di atasnya terdapat banyak pastry tanpa bisa memakannya. "Pacaran itu haram kan?" Itu yang selalu Khalisa katakan jika Rindang menggodanya pasal cinta.
Khalisa mengangguk, "aku mau langsung nikah aja."
"Sama siapa, tinggal pilih." Rindang menunjuk para tamu cowok yang tersebar di seluruh ballroom, mereka tak ada yang tidak tampan, semuanya berkulit bening dan Rindang yakin itu semua didapat bukan hanya karena keturunan melainkan juga hasil dari perawatan mahal.
Khalisa tersenyum menunduk lalu mendongak melihat Rindang, "aku pilih cowok yang nggak ada di ruangan ini." Khalisa berdiri setelah menghabiskan satu cinnamon roll.
"Ih kamu dikasih yang ada di depan mata malah pengen yang nggak ada disini, aneh." Rindang menyikut Khalisa. "Siapa emang?"
Khalisa mengedikkan bahu menggeleng samar, ia tidak memikirkan siapapun saat ini. Sekali lagi ia tak begitu memikirkan tentang pasangan. Khalisa yakin Allah pasti datangkan pria terbaik yang akan menjadi pasangan hidupnya nanti.
******
"Khalisa suka sama Levin?" Ica bertanya pada Khalisa saat mereka berada di mobil dalam perjalanan pulang.
"Hm? enggak." Khalisa menggeleng cepat, "kenapa Mama tiba-tiba nanya gitu?"
Rindang senyum-senyum di samping Khalisa, ia memang hobi menggoda sahabatnya itu.
"Kalau suka nggak apa-apa itu wajar, tapi kendalikan diri kamu." Ica berkata dengan lembut tidak mau membuat Khalisa tersinggung.
"Seperti Mama dulu waktu suka sama Papa, Mama menahan diri untuk tidak mengatakannya."
"Papa." Ica mendelik memukul lengan Daniel pelan, ia sedang menanyai Khalisa tentang Levin mengapa Daniel jadi membahas tentang mereka.
"Ma, aku bisa jaga diri kok." Khalisa meyakinkan orangtuanya bahwa ia bisa jaga diri sendiri jadi mereka tak perlu mengkhawatirkan hal tersebut.
"Tenang aja Om, Tante, Khalisa ini nggak pernah jatuh cinta padahal banyak cowok yang baper sama dia." Rindang angkat bicara.
"Baper gimana?"
"Ya Tante kan tahu sendiri Khalisa kelewat ramah dan baik sama orang, jadi mereka yang salah tanggap ngira kalau Khalisa tuh suka."
"Nggak bener Ma." Khalisa menggeleng, ia segera membekap mulut Rindang agar berhenti bicara.
"Apa sih!" Rindang menyingkirkan tangan Khalisa, "tapi Tante ada satu cowok yang paling beda dan nggak baper sama sifat ramah Khalisa."
"Siapa itu?" Ica membalikkan badan penasaran pada kalimat Rindang selanjutnya.
"Azfan Tante, orangnya cakep dan sholeh."
"Azfan?" Ica mengerutkan kening, "mahasiswa yang kerja di Mangan Gelato?" Ica ingat ketika Khalisa bercerita tentang Azfan beberapa waktu yang lalu.
"Bener banget Tante, orangnya cakep."
"Tahu dari mana kalau Azfan sholeh?" Khalisa melihat Rindang, ia sendiri tidak tahu Azfan lelaki seperti apa karena mereka baru kenal beberapa hari.
"Ya dari mukanya."
"Menilai orang kok dari mukanya?"
"Sudah jangan berdebat terus, kita hampir sampai." Ucap Daniel, mobilnya memasuki halaman Alindra Mall Yogyakarta. Daniel dan Ica sengaja mengunjungi Alindra Mall tanpa pemberitahuan terlebih dahulu untuk melihat situasi disana. Mereka perlu sesekali berkunjung ke berbagai cabang Alindra Mall untuk mengetahui pelayanan pegawai dan mendengarkan keluh kesah pegawai jika ada sesuatu yang ingin mereka sampaikan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
૦ 𝚎 ɏ ꄲ 𝙚 ռ
mama Ica...kangen dehhh
2021-11-16
1
✿⃝⭕🌼Ohti
*ca yg bijaksana,semangat Thor up nya
2021-10-30
1
lesma wati
lanjut thor,aku menanti karya mu
2021-10-29
1