Adzan ashar berkumandang dari segala penjuru yang juga menjadi pertanda bahwa sesi cerita Khalisa dan Huma harus berakhir. Mereka harus segera memenuhi panggilan Allah untuk menunaikan shalat ashar.
Tentu mereka tidak berani menunda memenuhi panggilan Allah hanya karena sedang asyik bercerita.
Sejak pertemuan Khalisa dengan Levin di rumah sakit, mereka cukup sering bertemu di kampus disela kesibukan Levin oleh setumpuk tugas kuliah yang tak pernah usai. Beberapa kali juga Khalisa ikut pertemuan Komunitas Mualaf untuk saling berbagi ilmu.
Usai shalat Khalisa membaca Al-Qur'an seperti kebiasannya, ia punya target menyelesaikan satu juz per hari. Ia juga membaca terjemahan Al-Qur'an dan memahami maknanya. Tidak lupa untuk muroja'ah demi mempertahankan hafalan. Jika tidak ada tugas kuliah maka ia melakukan semua itu hingga magrib. Namun jika ada tugas, ia mengerjakan tugas kuliah lebih dulu dan membaca terjemahan Al-Qur'an setelah shalat magrib.
Suara dentingan bel mengalihkan perhatian Khalisa, ia meletakkan Al-Qur'an kembali ke tempatnya dan keluar kamar masih mengenakan mukenah untuk mempersingkat waktu.
Apartemen Khalisa terbilang luas jika hanya untuk dirinya sendiri. Terdapat dua kamar dan kamar mandi, ruang tamu yang menyatu dengan ruang makan sesuai keinginan Khalisa yang tidak mau terlalu banyak dinding pembatas. Apartemen itu juga memiliki dapur dan peralatan masak yang lengkap serta ruang kerja sendiri.
Sebelum membuka pintu, Khalisa melihat monitor di samping pintu yang menampilkan wajah seorang cewek berambut pendek sebahu. Seolah tahu dirinya sedang dilihat oleh sang pemilik apartemen, cewek itu melambaikan tangan dan menunjukkan bungkusan plastik.
"Baru pulang?" Khalisa membuka pintu.
Tanpa dipersilahkan masuk cewek yang tadi berdiri di depan pintu langsung menerobos masuk melewati Khalisa. Ia adalah Rindang, sahabat Khalisa sejak kecil yang tinggal tepat di sebelah apartemen Khalisa.
Rindang Anjana dikenal sebagai beauty influencer muda yang populer di kalangan remaja saat ini. Mengandalkan parasnya yang cantik dan tubuh ideal Rindang sukses menjadi selebgram dengan followers lebih dari 100 ribu. Namun profesi apapun yang sedang Rindang jalani, ia tetap lah sahabat Khalisa.
"Iya nih, capek banget." Rindang meletakkan bungkusan plastik yang dibawanya dan merebahkan diri di sofa. Rindang bahkan masih mengenakan jas almamater Universitas Kristen Duta Wacana, ia hanya mengganti sepatu dengan sandal rumah dan meletakkan tas kuliah di apartemen nya lalu pergi kesini.
Khalisa berjalan menuju kulkas mengambil satu botol jus kale kesukaan Rindang. Jus botolan itu hampir selalu ada di kulkas Khalisa maupun Rindang karena ia meminumnya setiap hari.
"Ada siapa barusan?" Rindang melihat 2 bekas cup mie instan di atas meja makan.
"Huma tadi kesini, lupa belum diberesin." Khalisa mengambil dua cup bekas mie di meja, menuang sisa kuahnya ke wastafel sebelum membuang wadah tersebut ke tempat sampah. "Kamu beli apa?"
"Jason yang beli." Rindang membuka bungkusan plastik bertuliskan nama salah satu minimarket. Jason adalah kekasih Rindang sejak setengah tahun yang lalu ketika mereka bertemu di kampus. Jason merupakan kakak tingkat nya yang juga menjadi panitia ospek Rindang. Begitu cerita mainstream mereka hingga menjadi sepasang kekasih.
"Makanan semua ini?" Khalisa duduk di samping Rindang mengeluarkan minuman botol, roti gandum, sereal dan oatmeal dari dalam plastik satu per satu. "Kayaknya Jason udah tahu makanan apa aja yang boleh kamu makan."
"Suntikin dong." Rindang menyodorkan suntikan berbentuk seperti bolpoin kepada Khalisa.
Rindang melepas jas dan menyampirkan nya di sandaran kursi. Khalisa menyingkap kaos Rindang dan menyuntikkan cairan insulin ke perut cewek itu.
"Pengen makan nasi aku." Wajah Rindang datar meskipun Khalisa sedang menyuntiknya, ia sudah terbiasa mendapat suntikan itu.
"Nasi apa?"
"Nasi putih."
"Enggak, nggak boleh." Khalisa menggeleng kuat.
"Lah, kenapa?"
Khalisa melihat Rindang jengah, pertanyaan apa itu?
"Sedikit aja." Rindang memegang lengan Khalisa, "dokter bilang nggak apa-apa kok tapi dikit aja."
Khalisa menghela napas berat. Mungkin bagi sebagian besar orang nasi putih hanya lah makanan pokok biasa yang tidak istimewa tapi untuk penderita diabetes melitus seperti Rindang, nasi putih adalah makanan spesial yang tak bisa ia makan setiap hari.
Rindang divonis terkena diabetes melitus tipe 1 oleh dokter 2 tahun yang lalu saat ia masih duduk di sekolah menengah atas. Saat itu Rindang merasa dunia nya telah runtuh dan gelap, ia tak kan bisa hidup normal lagi seperti dulu. Namun disaat seperti itu selain orangtua, Khalisa lah yang selalu menguatkannya hingga ia bisa bertahan sampai sekarang. Khalisa yang selalu menebarkan aura positif pada Rindang sehingga ia bisa lebih mensyukuri hidup.
"Eh buku desain kamu mana?" Rindang menengadah tangan pada Khalisa, "butuh ide aku, lagi mampet nih." Ia telah menghabiskan sepiring nasi dengan dada ayam dan brokoli kukus yang dibumbui dengan sedikit garam.
Salah satu alasan persahabatan Khalisa dan Rindang bertahan hingga sekarang adalah mereka sama-sama memiliki hobi membuat desain pakaian. Bedanya Rindang bisa menggapai cita-citanya dengan meneruskan kuliah di jurusan desain produk sedangkan Khalisa harus mengesampingkan hobinya demi tanggung jawab yang telah diembannya terhadap rumah sakit.
"Nggak ada." Khalisa mengaduk-aduk jus buah naga yang tinggal setengah bagian, karena sudah makan dengan Huma tadi jadi ia hanya melihat Rindang menikmati makanan istimewa nya yakni nasi putih.
"Nggak ada gimana?" Rindang mengerutkan kening menatap lurus Khalisa.
"Jadi tadi itu ada cewek nggak sengaja numpahin minumannya ke aku, buku ku juga ikut basah terus aku titipin ke Mas-mas di Mangan Gelato."
"Kenapa nggak dibawa pulang aja?" Rindang beranjak membereskan piring bekas makannya dan mencucinya.
"Takutnya robek di jalan jadi supaya aman aku titip keringin disana, mas-mas nya juga mau kok." Khalisa meneguk jus buah naga hingga tandas menyusul Rindang, "sekalian ya." Ia meletakkan gelas kotor itu di wastafel agar Rindang juga mencucinya.
Rindang menoleh melihat Khalisa dengan mata menyipit, "siapa cowok itu?"
"Hm?" Alis Khalisa terangkat, "dia karyawan baru."
"Namanya?"
"Azfan."
"Cakep ya orangnya." Rindang terkekeh mengeringkan tangannya dengan handuk kecil di samping wastafel usai cuci piring dan gelas.
"Kenapa jadi bahas itu, bukannya tadi kamu bilang butuh ide buat tugas?"
"Aku balik dulu deh, mau mandi." Rindang melenggang pergi meninggalkan makanan dan minuman yang ia bawa tadi di atas meja ruang tamu Khalisa. Rindang malas membawa mereka kembali, lagi pula ia lebih sering makan disini bersama Khalisa. "Kamu mau shalat juga kan?"
"Iya." Khalisa menoleh sesaat sebelum Rindang keluar.
Khalisa mengganti mukenah yang dari tadi ia kenakan dengan bergo hitam karena ia harus keluar untuk membuang sampah. Ia mengumpulkan sampah yang berserakan di atas meja dan memasukkannya pada kantong plastik yang melapisi tempat sampah. Khalisa heran, ia hanya tinggal sendiri tapi tempat sampahnya selalu penuh setiap hari.
Khalisa sedikit menyeret kantong sampah yang ternyata cukup berat. Ini pasti karena tadi pagi ia membuat banyak jus buah. Ada banyak stok buah di kulkas yang hampir busuk sehingga Khalisa membuat mereka menjadi jus alih-alih membuangnya. Tentu saja jus dari buah segar lebih sehat, tapi Khalisa membeli terlalu banyak buah sehingga ia tak sanggup menghabiskannya dalam waktu singkat. Padahal sebelum pergi ke pasar ia telah berjanji untuk membeli buah secukupnya tapi janji itu entah menguap kemana setelah melihat deretan buah-buahan segar, ia ingin membeli semuanya. Itu adalah sifat perempuan yang sulit dihilangkan.
"Loh, Mas Azfan!" Khalisa terkejut melihat Azfan berada di lobi ketika ia telah selesai membuang sampah di tempat penampungan yang letaknya berada di bagian samping apartemen. "Mas tinggal disini juga?"
Cowok itu juga terkejut melihat Khalisa, ia tak lagi mengenakan seragam kerjanya. Azfan mengenakan celana bahan berwarna putih dan hoodie abu-abu yang membuatnya terlihat lebih keren.
"Jadi kamu tinggal disini?" Azfan mengedarkan pandang ke sekeliling, orang yang tinggal apartemen mewah seperti ini pasti hanya orang-orang kaya sedangkan untuk dirinya bisa menginjakkan kaki di lantai marmer nya saja ia sudah senang. "Khalisa?" Ia ragu-ragu menyebutkan nama Khalisa untuk kedua kalinya. Namun Azfan heran mengapa Khalisa sama sekali tidak canggung memanggil namanya seolah mereka sudah kenal lama dan menjadi teman.
Khalisa mengulas senyum mendengar Azfan menyebutkan namanya, "iya." Ia mengangguk. "Kok aku nggak pernah lihat kamu selama ini?"
"Oh, aku kesini mau nganter pesanan pelanggan tapi orangnya nggak bisa dihubungi." Azfan memeriksa ponselnya kembali barangkali pembeli tersebut sudah membalas pesannya.
"Loh bukannya ada kurir yang biasa anter pesenan?"
"Iya, karena mau pulang jadi sekalian aku anterin juga biar cepet."
"Siapa namanya, siapa tahu aku kenal."
"Rindang Anjana." Azfan menyebutkan nama pembeli pada kantong plastik yang membungkus dua cup gelato butterscotch vanilla.
Khalisa mendelik, sejak kapan Rindang makan gelato maksudnya Rindang tidak diperbolehkan makan olahan manis seperti itu.
"Khalisa kenal?"
Kenal dari lahir. "Iya dia tinggal di sebelah apartemen aku, yuk sekalian aku juga mau balik."
"Makasih ya Khalisa." Azfan mengekori Khalisa menuju lift. "Oh iya, ini tasbih punya kamu."
Khalisa menoleh setelah menekan tombol angka naik pada lift.
"Oh ketinggalan disana ya, makasih Mas." Khalisa mengambil tasbih digital berwarna merah miliknya di tangan Azfan. Khalisa lupa jika tasbih itu tidak ada bersamanya karena ia punya banyak tasbih dengan warna yang sama.
"Panggil Azfan aja nggak usah pakai Mas lagi pula sepertinya kita seumuran." Azfan melangkah masuk mengikuti Khalisa ketika pintu lift terbuka dan tiga orang keluar dari sana.
"Kamu kuliah disini juga? jurusan apa?" Khalisa menekan angka 26 dimana unit apartemen nya berada.
"Ahwal Al-syakhshiyah, Khalisa sendiri?" Azfan benar-benar canggung hanya berdua dengan Khalisa di ruangan sempit ini, rasanya ia ingin segera sampai di lantai tujuan. Azfan merapat ke sisi lift menjaga jarak dengan Khalisa.
"Aku farmasi."
Azfan sontak memutar kepala melihat Khalisa mendengar jawaban gadis itu, awalnya ia menduga Khalisa adalah seorang designer tapi jika dipikir lagi tak ada jurusan desain di UII.
"Walaupun suka menggambar, aku anak farmasi kok, aneh ya?" Khalisa terkekeh, ia sudah terbiasa dengan reaksi seperti itu.
Azfan menggeleng, "justru Khalisa hebat karena bisa membagi pikiran antara kuliah dan hobi, aku yakin kamu punya alasan yang kuat kenapa memilih jurusan farmasi dibandingkan dengan desain."
Khalisa melirik Azfan, melalui ekor matanya ia melihat sosok tinggi dengan rambut dibelah ke samping itu juga tengah melihat ke arahnya.
Pintu lift terbuka, sepasang suami istri paruh baya memasuki lift dengan menenteng barang belanjaan. Mereka adalah tetangga Khalisa di lantai 25.
"Selamat petang Bu Ira dan Pak Bowo." Khalisa menyapa mereka berdua dengan ramah.
"Halo Khalisa, akhirnya Ibu bisa lihat wajah kamu lagi setelah lama nggak ketemu." Wanita bernama Ira itu meletakkan belanjaannya menjabat tangan Khalisa.
"Iya Khalisa denger menantu Bapak dan Ibu baru aja melahirkan ya, selamat Bu, Pak."
"Iya, Ibu dan Bapak selalu meminta sama Tuhan biar dikasih cucu secantik kamu, puji Tuhan doa kami dikabulkan." Ira bercerita dengan senyum lebar yang membuat Khalisa ikut tersenyum.
"Aduh Bu Ira bisa aja nih, saya ikut seneng dengernya."
"Besok datang ya ke apartemen, kami mau bikin syukuran untuk kelahiran cucu kami, ajak Rindang sekalian." Ujar Bowo yang sedari tadi diam mendengarkan percakapan antara istrinya dan Khalisa.
"Inshaa Allah, saya akan datang Pak." Khalisa mengangguk.
"Kami akan membuat makanan halal supaya kamu bisa ikut bergabung dengan kami." Timpal Ira.
"Makasih lo Bu, sebenernya Bu Ira nggak perlu repot-repot gitu, saya jadi enak eh maksudnya nggak enak."
Azfan tak mampu menahan tawa mendengar candaan Khalisa, ia kagum pada sosok gadis yang baru ditemuinya hari ini. Pembawaan Khalisa sangat ramah dan nyaman diajak ngobrol, Azfan makin ciut berada di samping gadis luar biasa seperti Khalisa.
"Kamu tuh ya emang paling bisa bikin Ibu ketawa." Ira tertawa lebar menepuk lengan Khalisa pelan.
"Khalisa, kami duluan, besok jangan lupa datang." Bowo keluar terlebih dahulu disusul Ira yang melambaikan tangan kepada Khalisa sebelum pintu lift kembali tertutup.
"Itu barusan tetangga aku, mereka baik banget suka ngasih makanan." Khalisa tersenyum tipis kepada Azfan seolah mengerti bahwa Azfan bertanya-tanya tentang sepasang suami istri yang baru saja keluar dari lift.
Pintu lift kembali terbuka saat mereka sampai di lantai 26, Khalisa keluar terlebih dahulu diikuti Azfan. Mereka melewati koridor panjang yang di samping kanan dan kirinya terdapat pintu-pintu dengan nomor berbeda.
"Itu karena Khalisa juga baik pada semua orang." Balas Azfan, ia melihat angka ratusan pada pintu-pintu tersebut, ia jadi penasaran ada berapa unit apartemen yang ada disini.
"Ini dia." Khalisa menekan bel pada pintu dan menunggu beberapa saat. Senyum di wajah Khalisa memudar ketika pintu itu masih saja tertutup, kemana Rindang? "Kemana ya dia, masih mandi mungkin."
"Ngapain kamu disitu?" Suara itu membuat Khalisa dan Azfan menoleh, tampak Rindang menyembulkan kepalanya melalui pintu yang terbuka.
Khalisa mendelik, ia melihat pintu di hadapannya. "Aduh maaf ya Mas, aku salah pencet, ini apartemen ku."
Azfan tersenyum lebar melihat wajah kikuk Khalisa.
Khalisa menunduk dalam menyembunyikan wajahnya yang memerah karena malu, kenapa ia bisa lupa kalau barusan ia justru menekan bel apartemen nya sendiri. Mengapa ia bisa mengingat ribuan nama orang tapi lupa pada apartemen sahabatnya sendiri. Dasar Khalisa! malu-maluin!
"Ini ada yang nganter pesenan kamu." Tukas Khalisa dengan suara gemetar karena menahan tawa, tawa yang ia tujukan pada diri sendiri.
"Oh dari Mangan Gelato ya?" Rindang keluar hingga tak hanya kepalanya yang terlihat, tubuhnya yang hanya mengenakan celana sepaha dan kaos oblong lilac juga terlihat. Pakaian tersebut memperlihatkan kaki jenjang dan mulus milik Rindang.
"Sejak kapan kamu makan gelato?" Khalisa melihat Rindang curiga, "bukannya barusan udah makan nasi?" Khalisa tidak mau tiba-tiba gula darah Rindang tinggi.
"Buat kamu, ini rasa kesukaan kamu kan?" Rindang menerima dua cup gelato dari tangan Azfan. "Makasih ya." Ucapnya pada Azfan.
"Sama-sama, kalau gitu saya permisi dulu, Khalisa makasih ya udah anterin aku." Ia sempat mengulas senyum pada Khalisa sebelum pergi dan mengucapkan salam.
"Oh jadi itu yang namanya Azfan." Rindang menyerahkan gelato itu pada Khalisa dengan paksa dan segera masuk sebelum mendengar omelan Khalisa.
Rindang memang sengaja memesan gelato itu untuk mengetahui sosok Azfan yang Khalisa bicarakan. Sebenarnya ia tak terlalu berharap jika Azfan yang akan mengantar pesanannya tapi rupanya ia beruntung karena sekali percobaan langsung berhasil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 181 Episodes
Comments
૦ 𝚎 ɏ ꄲ 𝙚 ռ
Khalisa ramah bgt dehh
2021-11-15
0
Reena Azza
visual khalisa sp y thor?
kyakx yg ccok ayana moon deh
2021-10-23
1
Nina
ka ko blm up,sibuk ya ka
2021-10-13
1