10

Pagi ini Khalisa bangun tidur dengan perasaan berbunga-bunga, kenapa? karena ia tak perlu memasak sarapannya sendiri sebab ada Ica yang membuatkan sarapan untuknya. Daniel dan Ica menginap beberapa hari di apartemen Khalisa karena ada beberapa hal yang harus diurusnya disini.

"Mama bikin apa?" Khalisa memeluk Ica dari belakang seperti yang biasa Daniel lakukan. Karena terbiasa melihat adegan romantis Daniel dan Ica, Khalisa jadi suka menirunya.

"Ajak Rindang dan Huma makan disini, Mama bikin nasi goreng kesukaan kamu pakai udang sama telur mata sapi di atasnya." Ica meletakkan telur mata sapi terakhir di atas piring.

"Buat Rindang mana?" Khalisa melihat meja makan yang sudah terdapat 3 piring nasi goreng lengkap dengan telur mata sapi.

"Bentar Mama bikinin." Khalisa sudah memasak nasi merah dan menyiapkan minyak sayur untuk membuat nasi goreng khusus Rindang.

"Aku udah telfon Huma sih biar dia makan disini soalnya aku yakin Mama pasti masak banyak." Khalisa duduk di salah satu kursi meja makan.

"Mumpung Mama disini." Ica meletakkan nasi goreng di atas meja dan lanjut memasak untuk Rindang, karena Rindang spesial maka ia membuat nasi goreng yang juga spesial untuknya.

"Papa mana?" Khalisa menyendok sedikit nasi goreng di piringnya, ia tak tahan menunggu lebih lama karena aromanya sudah menusuk-nusuk hidung.

"Ada di balkon."

"Aku samperin ya." Khalisa beranjak melangkah menuju balkon, ia melihat punggung lebar papa nya yang tengah bersandar pada pagar balkon.

"Enak banget cuacanya dari atas sini." Kata Daniel tanpa menoleh, ia tahu Khalisa ada di belakangnya.

"Siangan dikit pasti panas, Pa." Khalisa berdiri di samping Daniel.

"Kamu ada kuliah sampai jam berapa hari ini?" Kini Daniel menoleh pada Khalisa melihat sang putri yang memiliki wajah perpaduan dirinya dan Ica.

"Jam 10, cuma ada dua hari ini." Khalisa mengedarkan pandangan ke hamparan langit kota Sleman dipagi hari dengan sedikit awan. "Oh iya Pa, hari ini ada pameran kesenian di jalan boulevard, Papa dan Mama harus kesana."

"Inshaa Allah."

Bel apartemen Khalisa berdenting dua kali, "aku aja yang buka!" Khalisa berteriak dari balkon berlari menuju pintu depan tanpa melihat dari monitor, ia menduga jika itu adalah Huma atau Rindang. Siapa lagi yang mengunjungi apartemen jika bukan mereka.

"Assalamualaikum." Seru Huma saat pintu terbuka.

"Waalaikumussalam, ayo masuk." Khalisa menarik tangan Huma membawanya masuk ke ruang makan yang terletak bersebelahan dengan ruang tamu, "Mama, Huma datang."

"Halo Huma, gimana kabar kamu?" Ica menoleh sesaat pada Huma.

"Baik Tante apa kabar, lama banget nggak ketemu." Huma membalas dengan ramah.

"Alhamdulillah baik, lain kali kamu harus main ke Banyuwangi, masa kita ketemunya di Jogja terus."

"Inshaa Allah Tante kalau ada kesempatan."

"Ayo duduk." Khalisa mempersilahkan Huma duduk di salah satu kursi meja makan. "Bentar aku panggil Rindang dulu." Khalisa melangkah keluar apartemen untuk menjemput Rindang karena nasi goreng khusus untuk Rindang juga sudah siap.

Khalisa menekan bel apartemen Rindang, meski tahu pin masuk apartemen tersebut tapi ia tidak mau sembarangan masuk. Begitupun dengan Rindang yang juga tak pernah masuk tanpa izin meski tahu akses masuk apartemen Khalisa.

"Kesiangan aku." Rindang membuka pintu masih dengan pakaian tidur, ia hanya sempat mencuci muka barusan.

"Kok bisa sih?" Khalisa segera menarik Rindang keluar dan kembali menutup pintu apartemen.

"Semalem begadang baca novel yang baru aku beli."

"Bukannya ngerjain tugas kuliah malah baca novel."

"Wah, enak banget baunya sumpah!" Rindang langsung melek mencium aroma nasi goreng buatan Ica yang telah tersaji di atas meja. Tadinya Rindang masih setengah ngantuk saat Khalisa memencet bel apartemennya.

"Papa ayo makan." Seru Ica pada Daniel yang betah berada di balkon.

"Pagi Om." Rindang menyapa Daniel yang baru bergabung dengan mereka. Sedangkan Huma hanya tersenyum tipis pada Daniel lalu kembali menunduk melihat sepiring nasi goreng yang mampu membuat rongga mulutnya penuh air liur.

"Pagi Rindang." Balas Daniel. "Makasih Ma sudah membuat sarapan untuk kami." Ia menatap sang istri yang hendak duduk di kursi di sampingnya.

"Sama-sama Papa, ayo berdoa dulu." Ica membalas tatapan Daniel memberi kode agar sang suami segera memimpin doa.

"Mari kita berdoa bersama-sama menurut keyakinan kita masing-masing." Daniel menunduk membaca doa sebelum makan. Begitupun dengan Rindang, ia menautkan tangannya di depan dada dan memejamkan mata membaca doa.

Khalisa, Rindang dan Huma mengucapkan terimakasih kepada Ica yang sudah membuatkan mereka sarapan. Mereka juga memuji masakan Ica yang terasa lezat.

"Huma baik-baik aja kan?" Ica memperhatikan wajah Huma yang seperti habis menangis dengan sepasang mata sembab.

Khalisa ikut melihat Huma, akhirnya ia juga menyadari bahwa wajah Huma tidak seperti biasanya.

"Aku nggak apa-apa kok Tante." Huma mengulas senyum dan menggeleng samar.

Ica mengangguk mencoba mengerti bahwa Huma tidak ingin berterus-terang tentang perasaannya saat ini.

Khalisa tidak bisa percaya begitu saja, ia tahu ada yang mengganggu pikiran Huma. Khalisa tahu betul Huma itu memiliki perasaan yang sensitif.

Usai sarapan Khalisa dan Huma pergi bersama ke kampus dengan berjalan kaki seperti kebiasaan mereka. Biasanya mereka akan menggunakan fasilitas sepeda di kampus karena jarak kelas satu dan yang lainnya cukup jauh.

"Kamu kenapa?" Khalisa langsung bertanya saat ia dan Huma keluar dari apartemen.

"Kenapa apanya?" Huma pura-pura tidak mengerti maksud dari pertanyaan Khalisa.

"Nggak usah pura-pura nggak tahu, jawab jujur kenapa kok mata kamu sampai bengkak gitu? jangan bilang karena baca novel, itu alasan udah basi tahu nggak."

Huma lebih dulu menarik napas dalam sebelum memulai kalimatnya, "jadi kemarin itu aku posting foto ke Instagram, terus ada yang komentar," Huma menyodorkan ponselnya pada Khalisa.

Percuma pakai jilbab kalau rambut masih kelihatan, kelakuan masih pecicilan.

"Berani banget bilang begini, emang siapa?" Khalisa mengembalikan ponsel Huma.

Huma mengedikkan bahu, ia juga tidak kenal orang yang telah mengomentari postingannya kemarin. Media sosial memang memberikan kebebasan kepada siapapun untuk berkomentar. Mungkin ada orang yang masa bodo dengan hal tersebut tapi bagi Huma, itu sangat mengganggu pikirannya.

"Emangnya dia tahu tingkah laku mu sehari-hari?"

"Entah lah." Huma menggeleng, jika tidak kenal tentu saja orang itu tak tahu bagaimana tingkah laku Huma setiap harinya.

"Udah nggak usah dipikirin, perjalanan hijrah seseorang itu kan beda-beda." Khalisa mengusap bahu Huma. "Ada yang langsung sempurna pakai jilbab hingga menutup seluruh auratnya, ada yang pelan-pelan, pakai jilbab terus celana ketat diganti yang longgar sampai dia pakai gamis, Huma yang berhak menilai kita itu cuma Allah."

Huma mengangguk memaksakan senyum, "makasih ya." Lirihnya, jika tak ada Khalisa mungkin Huma akan memikirkan perkataan orang tersebut sampai berhari-hari. Namun Khalisa selalu berhasil menenangkan Huma khususnya disaat seperti ini.

"Eh itu mereka lagi siap-siap buat pameran seni nanti ya?" Khalisa mengalihkan pembicaraan agar Huma melupakan soal komentar tersebut, ia menunjuk pada gerombolan mahasiswa yang sedang membangun tenda-tenda untuk persiapan pertunjukan kesenian nanti siang.

"Iya, mereka kebanyakan dari kating sih, angkatan kita masih jarang."

"Ya, karena angkatan kita juga lagi beradaptasi sama lingkungan kampus."

Mereka mengambil sepeda yang memang disediakan untuk para mahasiswa saat hendak mengelilingi kampus. Khalisa dan Huma memilih naik sepeda tersebut menuju kelas sekalian berolahraga. Seperti kata pepatah saling menyelam minum air. Meski anak zaman sekarang sudah banyak yang tidak menggunakan pepatah bahkan tidak mengerti maksud dari pepatah tersebut, tapi Khalisa dan Huma sang pecinta novel masih sering menggunakan pepatah-pepatah Indonesia.

******

Deretan kaligrafi tertata rapi bersama karya lukisan-lukisan buatan mahasiswa UII dari berbagai fakultas. Mereka memamerkan karya seni tersebut di sepanjang jalan boulevard. Pengunjung yang datang bukan hanya dari kalangan mahasiswa melainkan juga dari masyarakat sekitar bahkan luar kota yang sengaja berkunjung ke Sleman untuk menyaksikan pameran setahun sekali tersebut.

Di balik kaligrafi indah tersebut ada tangan terampil yang telah telaten melukisnya. Adalah Azfan dengan tangan kirinya melukis ayat-ayat Allah di berbagai media lukis, seperti kata Khalisa, Azfan dianugerahi tangan kiri yang luar biasa hingga bisa menghasilkan kaligrafi indah seperti itu. Azfan bersama beberapa mahasiswa FIAI memiliki stan sendiri di tengah-tengah stan lain yang memamerkan karya seni mereka.

Dari kejauhan Azfan melihat Khalisa bersama Huma melangkah ke arahnya. Azfan tersenyum entah Khalisa bisa melihatnya atau tidak dari jarak sejauh ini. Bibir Azfan spontan tertarik dengan sendirinya membentuk senyum saat melihat Khalisa.

Ada apa ini? mengapa jantungku berdebar, pasti karena aku terlalu gugup saat Khalisa datang kesini, tapi apakah Khalisa hendak pergi kesini atau akan berbelok ke arah lain, lihatlah dia bahkan belum melihatmu Fan.

Azfan berdebat dengan dirinya sendiri, siapa lagi yang bisa diajaknya berdebat jika bukan ia sendiri.

Azfan terkejut melihat Khalisa melambaikan tangan padanya, itu berarti Khalisa memang melihatnya tersenyum barusan.

Saat Azfan hendak membalas lambaian tangan Khalisa, pandangannya terhalang oleh sosok laki-laki yang berdiri memunggunginya.

"Kamu suka ya sama Khalisa?"

Azfan memutar kepala mendengar pertanyaan yang seperti menghunus tepat ke jantungnya. Ternyata dari tadi Bimo memperhatikan gelagat Azfan saat melihat sosok Khalisa.

"Atas dasar apa kamu bilang begitu?"

"Ya elah serius banget sih!" Bimo mendorong lengan Azfan, "aku kan cuma bercanda."

Azfan terdiam tidak menanggapi ucapan Bimo lagi.

"Lagian ya kamu, kita tuh nggak selevel sama Khalisa."

Pandangan Azfan kembali mengarah pada Khalisa yang ternyata juga datang dengan orangtuanya, sosok lelaki yang tadi memunggungi Azfan adalah Levin. Mereka tampak mengobrol, sesekali Khalisa terlihat tertawa menanggapi ucapan Levin.

"Tuh lihat, emang kamu bisa ngobrol sama orangtua Khalisa kayak Kak Levin? nggak bisa kan, karena kamu dan mereka beda dunia."

Azfan menunduk, benar ucapan Bimo. Apalagi melihat Khalisa datang bersama orangtuanya membuat Azfan semakin malu dan sadar diri. Mengapa Azfan harus malu lagi pula ia hanya seorang teman bagi Khalisa, tapi ia tak butuh alasan khusus untuk merasa malu. Azfan kembali berdebat dengan dirinya sendiri.

"Kami sama-sama tinggal di Bumi." Balas Azfan akhirnya.

"Ah kamu tuh nggak ngerti, ini kan cuma perumpamaan, maksud ku kamu mau bahas apa sama orangtua Khalisa kalau ketemu, nggak akan nyambung juga."

"Assalamualaikum." Terdengar suara Khalisa mengucapkan salam, suara itu tak asing lagi di telinga Azfan. Seluruh indra Azfan familiar dengan suara Khalisa.

"Waalaikumussalam." Azfan ragu-ragu mendongak, kenapa Khalisa cepat sekali berada di hadapannya, bukankah beberapa menit yang lalu gadis itu masih berdiri jauh di depan sana bersama Levin.

"Mama, ini yang Khalisa bilang, Azfan jago loh bikin kaligrafi." Khalisa tersenyum lebar menjelaskan pada Ica bahwa kaligrafi yang terpajang disana kebanyakan adalah karya Azfan.

Azfan beranjak dari duduknya menyapa Khalisa, Huma dan Ica yang datang ke stan nya.

"Masya Allah, kamu punya bakat yang luar biasa." Puji Ica.

"Makasih Bu Alisha." Azfan mengangguk sopan.

"Papa kalau lihat pasti pengen punya semua."

"Memangnya masih ada dinding kosong di rumah?" Canda Khalisa karena ia tahu papa nya suka memajang kaligrafi di rumah.

"Kami punya penawaran khusus untuk pengunjung yang mau melukis, kami menyediakan kanvas." Bimo ikut beranjak.

"Oh ya? bagus dong, teman saya jago lukis." Ujar Huma bersemangat. "Ayo Khalisa, tunjukin bakat kamu."

"Aku bukan jago lukis ya, ngedesain pakaian sama ngelukis itu beda."

"Nggak apa-apa coba aja melukis desain pakaian di atas kanvas." Tukas Azfan.

"Mama minta Khalisa desain apa?" Khalisa melihat Ica karena ia sendiri bingung hendak membuat desain apa.

"Sesuatu yang belum Khalisa buat sebelumnya." Jawab Ica.

"Baju pengantin misalnya." Timpal Huma.

"Kok baju pengantin sih?" Khalisa mengerutkan kening, memangnya tidak ada yang lain?

"Ya aku nggak pernah lihat kamu bikin desain baju pengantin."

"Ide yang bagus, silahkan duduk Khalisa." Bimo menarik kursi mempersilahkan Khalisa duduk di depan kanvas yang masih kosong tanpa menunggu jawaban Khalisa lagi.

Khalisa menarik napas sebelum mulai melukis, ia memilih kuas yang paling kecil dan menuang cat air pada palet.

"Tapi Mama jangan lihat." Pinta Khalisa, ia tidak percaya diri jika Ica melihatnya saat menggambar. "Mama susulin Papa gih ke stan nya Ko Levin, aku bakal selesain ini dalam 1 jam."

"Ya sudah kalau gitu Mama susul Papa dulu." Ica mengusap puncak kepala Khalisa dan berpamitan pada Azfan dan yang lain sebelum pergi.

"Kamu hanya butuh waktu satu jam?" Azfan terkejut, ia saja membutuhkan waktu paling sedikit satu hari untuk membuat satu kaligrafi.

"Ya." Khalisa mengangguk yakin.

Terpopuler

Comments

Marlia Sari

Marlia Sari

selalu kutunggu notif nya thor...semangat😍👍

2021-11-04

2

✿⃝⭕🌼Ohti

✿⃝⭕🌼Ohti

Terimakasih untuk up nya hari ini,,semangat. ya

2021-11-04

0

Bundanya Abhipraya

Bundanya Abhipraya

semangat thor,,

2021-11-04

0

lihat semua
Episodes
1 Assalamualaikum teman-teman!
2 Prolog
3 1
4 2
5 3
6 4
7 5
8 6
9 7
10 8
11 9
12 10
13 11
14 12
15 13
16 14
17 15
18 16
19 17
20 18
21 19
22 20
23 21
24 22
25 23
26 24
27 25
28 26
29 27
30 28
31 29
32 30
33 31
34 32
35 33
36 34
37 35
38 36
39 37
40 38
41 39
42 40
43 41
44 42
45 43
46 44
47 45
48 46
49 47
50 48
51 49
52 50
53 51
54 52
55 53
56 54
57 55
58 56
59 57
60 58
61 59
62 60
63 61
64 62
65 63
66 64
67 65
68 66
69 67
70 68
71 69
72 70
73 71
74 72
75 73
76 74
77 75
78 76
79 77
80 78
81 79
82 80
83 81
84 82
85 83
86 84
87 85
88 86
89 87
90 88
91 89
92 90
93 91
94 92
95 93
96 94
97 95
98 96
99 97
100 98
101 99
102 100
103 101
104 102
105 103
106 104
107 105
108 106
109 107
110 108
111 109
112 110
113 111
114 112
115 113
116 114
117 115
118 116
119 117
120 118
121 119
122 120
123 121
124 122
125 123
126 124
127 125
128 126
129 127
130 128
131 129
132 130
133 131
134 132
135 133
136 134
137 135
138 136
139 137
140 138
141 139
142 140
143 141
144 142
145 143
146 144
147 145
148 146
149 147
150 148
151 149
152 150
153 151
154 152
155 153
156 154
157 155
158 156
159 157
160 158
161 159
162 160
163 161
164 162
165 163
166 164
167 165
168 166
169 167
170 168
171 169
172 170
173 171
174 172
175 173
176 174
177 175
178 176
179 177
180 Epilog
181 Terimakasih semuanya!
Episodes

Updated 181 Episodes

1
Assalamualaikum teman-teman!
2
Prolog
3
1
4
2
5
3
6
4
7
5
8
6
9
7
10
8
11
9
12
10
13
11
14
12
15
13
16
14
17
15
18
16
19
17
20
18
21
19
22
20
23
21
24
22
25
23
26
24
27
25
28
26
29
27
30
28
31
29
32
30
33
31
34
32
35
33
36
34
37
35
38
36
39
37
40
38
41
39
42
40
43
41
44
42
45
43
46
44
47
45
48
46
49
47
50
48
51
49
52
50
53
51
54
52
55
53
56
54
57
55
58
56
59
57
60
58
61
59
62
60
63
61
64
62
65
63
66
64
67
65
68
66
69
67
70
68
71
69
72
70
73
71
74
72
75
73
76
74
77
75
78
76
79
77
80
78
81
79
82
80
83
81
84
82
85
83
86
84
87
85
88
86
89
87
90
88
91
89
92
90
93
91
94
92
95
93
96
94
97
95
98
96
99
97
100
98
101
99
102
100
103
101
104
102
105
103
106
104
107
105
108
106
109
107
110
108
111
109
112
110
113
111
114
112
115
113
116
114
117
115
118
116
119
117
120
118
121
119
122
120
123
121
124
122
125
123
126
124
127
125
128
126
129
127
130
128
131
129
132
130
133
131
134
132
135
133
136
134
137
135
138
136
139
137
140
138
141
139
142
140
143
141
144
142
145
143
146
144
147
145
148
146
149
147
150
148
151
149
152
150
153
151
154
152
155
153
156
154
157
155
158
156
159
157
160
158
161
159
162
160
163
161
164
162
165
163
166
164
167
165
168
166
169
167
170
168
171
169
172
170
173
171
174
172
175
173
176
174
177
175
178
176
179
177
180
Epilog
181
Terimakasih semuanya!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!