Senja tampak memerah di pantai Daemyung Sol. Angin membawa punggung air beriak bergulir, tersusun menjadi serangkaian gelombang yang bergulung dan pecah di bibir pantai, menghapus segala yang tertinggal di pasir.
Suara burung-burung terbang rendang menggema di antara tebing-tebing di sebelah timur.
Aster berdiri memandangi laut lepas, merasakan pasir basah di sela-sela jarinya. Semilir angin yang terus berhembus, sama sekali tidak membuat ketenangannya terusik.
Matanya menatap lurus batas cakrawala, biru bercampur orange dan mentari semakin turun dan perlahan menghilang di balik bukit. Air laut terasa begitu dingin, tetapi hatinya terasa hangat. Begitu hangat hingga ia menikmati setiap hela napasnya.
Kemudian Aster menggulirkan pandangannya pada sosok tampan dalam balutan kemeja putih, yang berdiri tepat di samping kanannya. Mata kirinya yang tajam terus menatap lurus ke depan. Aster kembali mengurai senyum lebar.
"Paman,"
Nathan menoleh, mata kirinya bersirobok dengan sepasang hazel milik Aster, mempesona. "Hn," sahut Nathan dengan kalinat ambigu andalannya.
"Aku memiliki sebuah impian ketika Paman membawaku pertama kali ke tempat ini." Ujarnya tanpa mengakhiri kontak mata di antara mereka.
"Apa?"
"Berciuman dengan pasanganku ketika Sunset." Jawabnya sambil menyeringai nakal."Dan hari ini aku akan mewujudkannya!!" Tuturnya.
Aster mengalungkan kedua tangannya pada leher Nathan dan bibirnya bergerak menuju bibir ayah angkatnya tersebut. Kedua mata Aster tertutup perlahan, bibirnya mulai melum** dan memagut bibir Nathan atas dan bawah bergantian.
Nathan menarik pinggang Aster dan membunuh jarak diantara mereka. Sebelah tangan Nathan menekan tengkuk Aster dan semakin memperdalam ciumannya, ciuman kini sepenuhnya di ambil alih oleh Nathan.
Aster tersenyum di tengah ciuman mereka. Ia sungguh tidak menduga jika Nathan akan membalas ciumannya. Rasanya seperti ada jutaan kupu-kupu menggelitik dada dan perutnya, geli namun adiktif.
Mereka berciuman dengan berpayungkan langit senja, di temani semilir angin pantai yang beraroma khas serta deburan ombak yang bergantian dengan batu karang.
Panorama tenggelamnya matahari di balik horizon lautan membuat suasana semakin indah dan romantis.
Nathan melepaskan ciumannya. Bibir Aster mengurai senyum lebar. Bahagia terlihat jelas dari pancaran matanya yang teduh.
"Aku mencintaimu, Paman." Ucapnya sambil menatap mata kiri milik Nathan.
Aster melepas perban yang menutup mata kanan Nathan. Refleks, Nathan langsung menutup mata itu karena semilir angin dan sisa sinar mentari senja yang serasa menusuk mata kanannya.
Kemudian Aster mengeluarkan sebuah benda hitam bertali dari dalam saku cardiganya, lalu memasangkan mata mata kanan Nathan. Aster tersenyum lebar.
"Beginikan lebih baik. Tampan, cool dan misterius." Tuturnya.
Nathan mengacak rambut panjang Aster sambil mengurai senyum lebar. "Sudah hampir petang. Sebaiknya kita pulang sekarang." Aster mengangguk.
Gadis itu melingkarkan tangannya pada lengan Nathan, dan keduanya berjalan beriringan menuju tempat di mana mobil pria itu di parkirkan.
.
.
.
Ponsel dalam saku celana Nathan berdering. Pria itu merogoh saku celananya lalu melirik ke arah Aster yang sudah duduk di kursi samping kursi kemudi. Nathan mengangkat tangannya memberi kode pada Aster supaya menunggu sebentar.
Nathan beranjak dari sana dan berjalan beberapa meter ke arah depan untuk menerima panggilan tersebut.
"Ada apa, kau menghubungiku?"
"Boss, ada aktifitas mencurigakan di markas kita yang ada di Busan. Sepertinya seseorang menggunakan tempat itu secara ilegal,"
"Selidiki dan segera laporkan padaku. Dan ringkus semua orang yang ada di sana, seret mereka kehadapan ku dalam keadaan hidup-hidup."
"Baik, Boss."
Nathan mematikan panggilannya, kemudian dia berbalik dan berjalan kearah mobilnya. Aster yang tidak bisa menyembunyikan rasa penasarannya langsung bertanya. "Paman, telfon dari siapa? Kelihatannya serius sekali?"
"Bukan siapa-siapa. Hanya orang kantor yang memberikan laporan."
"Oh," Aster mengangguk mengerti. "Paman, aku lapar. Kita makan malam dulu saja ya. Restoran Eropa, sudah lama kau tidak membawaku makan di sana."
"Hn, baiklah."
.
.
.
Mobil sport hitam yang ditumpangi Nathan dan Aster tiba di depan sebuah bangunan bergaya Eropa modern dan diatas pintunya tertulis 'Vogue's Cafe'.
Aster turun dari mobil Nathan di ikuti pria itu, keduanya berjalan beriringan memasuki restoran tersebut.
Kedatangan mereka disambut oleh dua pelayan yang berjaga di depan pintu. Satu pelayan lagi mengantarkan Nathan dan Aster menuju meja pilihan mereka.
Mereka duduk di meja dekat jendela. Aster yang memilih tempat itu. Dia ingin makan sambil menikmati keindahan pemandangan kota Seoul saat malam hari.
Lampu-lampu di sepanjang jalan, gedung-gedung tinggi telah dinyalakan. Membuat kota tampak seperti butiran intan di tengah warna-warna yang mulai gelap. Aster terpesona.
"Kau mau pesan apa?" Tanya Nathan sambil membolak-balik buku menu.
"Samakan saja dengan, Paman. Apapun yang Paman pesan aku akan memakannya." Jawabnya.
"Hn, baiklah."
Aster menatap sinis pada pelayan yang sedari tadi sibuk mencuri-curi pandang pada Nathan. Apa pelayan itu buta, sampai-sampai dia tidak melihat ada gadis cantik yang duduk satu meja dengannya.
"Apa yang kau lihat?" Tegur Aster dan membuat pelayan itu gelagapan. "Dia adalah calon suamiku jadi jangan sembarangan menatapnya." Pinta Aster dengan sinis.
"Ma-Maaf."
"Cih, gaya lama."
Sementara itu ... Nathan hanya bisa mendengus geli melihat bagaimana sikap putri angkatnya tersebut. Bagaimana dia menjadi begitu obsesif pada semua orang akhir-akhir ini. Dan lagi-lagi Nathan tidak berusaha menegurnya.
Di saat Nathan dan Aster menikmati makan malamnya dengan tenang. Tiba-tiba seorang pria dan dua wanita menghampiri meja mereka. Si pria adalah rekan bisnis Nathan, sedangkan kedua wanita itu ... entahlah, Aster tidak mengenalnya.
"Nathan Xiao, lama tidak bertemu. Apa kau masih mengingatku?" Tanya wanita berbalut gaun merah super ketat yang memperlihatkan lekuk tubuhnya.
"Hn, kau Haura Song kan?"
"Tepat sekali. Senang kau masih mengingatku ternyata. Siapa gadis cantik ini? Ahhh, jika aku tidak salah tebak, pasti dia adalah Aster, putri angkatmu kan?" Ucap wanita itu sambil sedikit memberikan tekanan pada sentuhannya di kepala gadis itu.
Aster menepis kasar tangan wanita bernama Haura itu dari rambutnya seraya menatapnya tajam. "Tidak usah pegang-pegang!! Kau merusak tatanan rambutku, dan berhentilah bersikap sok akrab denganku!!" Ujarnya sinis.
Mati-matian wanita bernama Haura itu menahan emosinya. Jika tidak ada Nathan di antara mereka. Pasti Haura sudah memberikan pelajaran pada Aster.
"Hahaha ... Aku hanya berusaha menjadi dekat denganmu."
"Tapi aku tidak ingin dekat denganmu!! Paman, aku ke toilet dulu." Aster bangkit dari duduknya dan pergi begitu saja.
Sadar ada kesempatan. Haura segera menyusul Aster ke toilet. Dia akan memberikan sedikit peringatan pada gadis itu. Haura tersenyum miring melihat Aster yang hanya sendiri di dalam toilet.
Aster menoleh mendengar suara pintu di kunci dari dalam. Gadis itu mendengus berat. Dia tidak tau apa yang sebenarnya diinginkan oleh wanita bernama Haura itu.
"Sekarang hanya ada kau dan aku. Jadi aku bisa leluasa memberikan pelajaran pada gadis tak tahu diri dan kurang ajar sepertimu!!"
"Kau pikir kau hebat karena menjadi putri angka seorang Nathan Xiao?! Tunggu dan lihat saja, bagaimana aku akan menghabisi gadis kurang ajar sepertimu setelah berhasil menjadi Nyonya Xiao!!"
"Kau terlalu percaya diri, Bibi Tua!! Kau pikir Paman Nathan mau dengan barang bekas sepertimu?! Jangan banyak bermimpi!!"
"KAU!!"
Plakkk...
Aster menahan tangan Haura yang hendak menamparnya. Gadis itu kembali menyeringai. "Aaahh,". Haura merintih kesakitan karena jambakan pada rambutnya. Kepalanya mendongak kebelakang.
Haura terkejut saat merasakan sesuatu yang dingin menempel pada pipi kanannya. "A-Apa yang kau lakukan?" Tanya Haura terbata-bata. Dia was-was jika Aster sampai melukai wajahnya.
"Aku menemukan pisau lipat ini di dalam saku celana, Bibi. Bukankah dengan pisau ini Bibi bermaksud memberikan pelajaran padaku? Ahhh, bagaimana kalau kita membuat semua menjadi nyata?"
"Apa maksudmu?"
Aster kembali menyeringai. "Ini maksudku!!" Kedua mata Haura membelalakkan matanya saat Aster tiba-tiba mengembalikan pisau lipat itu ketangannya, lalu menuntun dan menusukkan pisau itu ke perutnya sendiri.
"Aaahh..." Haura berteriak dan menjatuhkan pisau itu ke lantai. Sedangkan Aster malah menyeringai. "APA YANG KAU LAKUKAN? APA KAU SUDAH TIDAK WARAS?!"
"Kita lihat, bagaimana kau akan menghadapi Paman Nathan. Dan ini adalah permainanku!!"
Aster berjalan keluar sambil memegangi perutnya yang terus mengeluarkan darah segar. Kini dia menjadi pusat perhatian karena keadaannya, namun kesakitan tak terlihat di raut wajahnya.
Gadis itu menghampiri Nathan yang sedang berbincang dengan sepasang pria dan wanita. Aster merubah mimik wajahnya dan juga cara jalannya. Dengan lirih Aster memanggil Nathan.
"Paman,"
Sontak saja Nathan menoleh. Mata kanannya membelalak sempurna. Dengan sigap dia menahan tubuh Aster yang nyaris ambruk.
"ASTER!!"
-
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 227 Episodes
Comments
Dewi Zahra
aku suka aster
2023-09-14
1
Khusnul Muttaqin
punya cewek kek gini amanlah,, gue gk kawatir kalo keluar malam
2022-07-03
0
SumaYani
Kereennn bangetttt Aster. Aster sangat cerdik dn kuat gk mudah ditindas dgn siyapapun dn Aster memiliki sifat mafia
2022-06-08
0