"Tapi aku mencintaimu, Nathan Xiao. Dan aku tidak akan menikah kecuali denganmu!!!"
Nathan menutup kedua matanya rapat-rapat. Saat kata-kata yang keluar dari bibir Aster terus terngiang-ngiang di telinganya. Bahkan ia tidak bisa mengenyahkan kata-kata itu dari ingatannya.
Sungguh, Nathan sangat menyesali kenapa Aster harus memiliki perasaan itu padanya. Kenapa perasaan itu pula harus tumbuh di hatinya. Dari sekian banyak pria yang ada di dunia ini kenapa harus dirinya?
Lalu apa itu cinta dalam pandangan seorang Nathan Xiao? Bagi Nathan. Cinta itu adalah… memori. Entah apa maknanya, hanya Nathan sendiri yang tau jawabannya.
Nathan menambah kecepatan pada mobilnya. Mobil itu melaju kencang pada jalanan malam Seoul yang lumayan padat.
Mobil yang Nathan kendarai menyalip beberapa kendaraan yang ada di depannya, bahkan tak jarang mobil Nathan hampir bertabrakan dengan kendaraan lainnya.
Nathan tak peduli. Ia membutuhkan sebuah pelampiasan saat ini. Dan mungkin sedikit ugal-ugalan di jalan raya bisa mengurangi sedikit beban di hati dan pikirannya.
.
.
Sebuah mobil sedan hitam mewah berhenti di salah satu gedung yang tak terlalu tinggi. Papan nama bertuliskan "Golden Bar" terpampang di depannya dengan lampu yang menerangi.
Sekilas tampak biasa saja. Bahkan tak tampak seperti bar. Karena menuju pintu masuknya saja harus melalui jalan kecil. Tak cukup untuk dilalui kendaraan roda empat.
Jika di lihat sekilas, memang tak ada yang istimewa dengan bar itu. Tempat itu terlihat biasa saja.
Bagi orang yang hanya menilai sesuatu dari kulit luarnya, bar itu memang tampak biasa saja. Namun kalian akan menemukan hal berbeda setelah masuk ke dalam.
Nathan mulai menapaki tangga kecil. Sekilas ia bisa melihat pintu di sebelah kirinya. Berisi banyak sekali manusia berkumpul di dalam dengan alunan musik bergenre dance, dengan berhiaskan lampu warna-warni. Mereka menari dengan bebasnya.
Namun mereka kembali menaiki tangga menuju lantai atas. Dibalik pintu coklat berpelitur nan elegan itulah terdapat sebuah bar dengan suasana yang lebih tenang.
Sinar lampu lebih terang dengan alunan musik jazz mengalun. Sofa-sofa hitam tersusun rapi dengan meja kecil di tengahnya.
Bar Stool hitam panjang tertata dengan kursi-kursi tinggi berjejer. Berbagai macam bentuk, merek dan ukuran minuman beralkohol terpampang rapi di sana
Ruangan ini tampak lebih luas karena tidak terlalu penuh akan lautan manusia. Berbeda dengan ruangan di bawah sana.
Meski hampir semua kursi tampak terisi penuh, namun tak seliar ruangan bar sebelumnya. Semua yang ada disini seperti orang-orang berkelas.
Nathan duduk di depan Bar Stool. Tampak sang bartender yang tengah membuat minuman, beralkohol tentunya.
Sang bartender hanya seorang diri melayani puluhan pelanggan yang ada dalam ruangan ini. Senyum ramah menyambut kedatangan Nathan di sana.
"Siapkan yang seperti biasa untukku." Pinta Nathan pada pria di depannya.
"Sudah lama tidak melihatmu berkunjung, Boss?! Dan hari ini kau tampak sedikit berantakan."
"Hn,"
Nathan tak menggubris apa yang bartender itu katakan. Dia hanya berdehem, menanggapi ucapannya. Nathan terlalu malas untuk berbicara sekarang.
Plakkk...
Nathan kembali menutup matanya. Saat bayangan ketika dirinya menampar Aster tiba-tiba melintas di matanya. Pria itu memejamkan matanya.
Dengan tangan sedikit gemetar, Nathan menyabar gelas minumannya yang ada di atas meja kemudian meneguknya hingga tandas tak tersisa.
Nathan menyesali perbuatannya. Dia menyesali apa yang telah ia lakukan pada Aster tadi. Kenapa dia harus menamparnya? Kenapa dia tidak bisa menahan emosinya? Dan selama 10 tahun hidup bersamanya, ini pertama kalinya Nathan membuatnya menangis.
"Berikan satu gelas lagi untukku,"
"Baik, Boss."
Nathan mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Foto Aster yang sedang tersenyum manis terpampang jelas di layar ponselnya. Nathan menarik sudut bibirnya dan tersenyum tipis.
Gadis kecilnya yang dulu sangat polos dan sedikit pendiam sekarang telah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik.
Tak jarang Aster membuat jantung Nathan berdegup kencang, hanya dengan melihat senyum indah di wajah cantiknya.
Nathan tak bisa memungkiri, bila ia sering kali merasakan perasaan tak wajar ketika bersama putri angkatnya tersebut. Ada keinginan dalam hati kecilnya untuk memiliki Aster.
Namun sebisa mungkin Nathan mengendalikan perasaan tak wajar yang dia rasakan itu. Dia sadar akan posisi dan statusnya. Memang tak seharusnya dia mencintai putri angkatnya sendiri.
.
.
.
Nathan tiba di rumahnya pukul 2 dini hari. Rumah tapak sepi, dan Nathan yakin jika seluruh penghuninya sudah tidur saat ini. Nathan menghentikan langkahnya di depan pintu kamar Aster.
Dengan perlahan, Nathan mendorong pintu kamar Aster dan menemukan sang empunya sudah tertidur pulas di atas ranjang empuknya. Nathan menghampiri Aster kemudian duduk di samping dia berbaring.
Nathan masih dapat merasakan dadanya yang berdentum---sesak, dengan kembalinya bayangan itu seperti hantaman. Rasa bersalah menyelimuti dirinya.
Jari-jari besarnya mengusap pipi kanan Aster yang sore tadi menjadi pendaratan tangannya. Ia sungguh-sungguh menyesal karena telah menampar gadis ini. Sebesar apapun emosi yang tengah menguasai dirinya, seharusnya Nathan bisa mengendalikannya.
Sentuhan pada pucuk kepalanya membuat kedua mata Aster yang sebelumnya tertutup perlahan terbuka. Kedua matanya lantas membelalak melihat sosok yang duduk di hadapannya.
"PAMAN, NATHAN!!"
Nathan menarik Aster ke dalam pelukannya. Memeluk gadis itu dengan erat sambil berkali-kali mengucapkan kata maaf.
Sudut bibir Aster terus berkedut, cairan-cairan bening sudah menggenang di pelupuk matanya. Mendorong untuk segera menetes dan kemudian membasahi pipinya.
Aster mengangkat kedua tangannya dan membalas pelukan Nathan. "Aku tidak akan memaksa Paman menerima perasaanku, apalagi membalasnya."
"Tapi aku mohon biarkan aku mencintaimu. Aku tidak bisa membuang dan mengenyahkan perasaan ini dari hatiku. Aku terlalu mencintaimu."
Nathan menutup matanya. Nathan bisa merasakan nafas Aster yang menjalarkan rasa aneh di sekitar tubuhnya. Sentuhan tangan gadis itu pada kulitnya membuat dirinya merasakan gejolak aneh pada dadanya.
Sekali lagi Nathan merasakan sesuatu yang berdetak begitu keras di dalam sana. Itu adalah jantungnya, entah kenapa ia merasakan kalau jantungnya kembali berfungsi ketika ia memeluk Aster.
"Tidak akan, kau boleh mencintai diriku sesuka hatimu."
Kata sederhana itu membuat Aster kembali meneteskan air matanya. Aster menangis dan merasakan dirinya kini bertumpu pada dada bidang Nathan yang tersembunyi di balik pakaian yang dia pakai, ia menangis tersedu-sedu.
Nathan tersenyum dan mencium kepala Aster. Ia tidak mengerti apa yang ia lakukan, tapi yang ia tahu, itu adalah dorongan hatinya.
Aster tersenyum dan mempererat pelukannya. Nathan selalu menjadi alasan kenapa Aster menangis, tapi dalam waktu yang bersamaan ia juga akan selalu menjadi alasan kenapa dirinya tersenyum.
Nathan melepaskan pelukannya. Jari-jarinya menghapus jejak air mata di pipi Aster. "Uhh, Paman habis minum ya?" Aster menutup hidungnya saat mencium aroma tak sedap yang keluar dari bibir Nathan.
"Hn."
"Dan ini kenapa? Kenapa kening Paman sampai di perban begini?" Aster menunjuk perban yang melilit kepala Nathan dengan bercak merah darah tepat di atas alis kirinya.
"Tidak apa-apa. Hanya luka kecil saja. Tidurlah lagi, ini masih malam. Paman, juga lelah dan kepala Paman terasa pusing." Nathan mencium kening Aster dan melenggang pergi.
Aster tersenyum lebar. Gadis itu menjatuhkan tubuhnya pada kasur empuk miliknya dan berguling-guling tidak jelas.
"Paman Nathan, kenapa kau begitu mempesona. Kata-katamu membuatku serasa di atas awan." Ujar Aster sambil memeluk gulingnya
"Tidak akan, kau boleh mencintai diriku sesuka hatimu." Aster menirukan kata-kata Nathan dengan ekspresi yang begitu menggemaskan.
Gadis itu berjingkrak dalam posisi berbaringnya. "Ahhh, Paman Nathan, kenapa kau begitu romantis sih?" Gadis itu terus berguling di atas tempat tidurnya dan....
Brugg...
Aster terjatuh dari tempat tidurnya dan berakhir di lantai dengan posisi yang tidak elit. Pantatnya mendarat duluan. Untung tidak ada siapa pun di kamar itu, jadi Aster tidak perlu menjadi badut pertunjukkan dari kaum-kaum menyebalkan.
-
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 227 Episodes
Comments
Puput
Orang kek Gangsing kok pantes jatoh, ini kalau di jadikan komik cocok banget ini
2024-05-21
0
Dewi Zahra
keren kak
2023-09-14
0
Aufa Aqli,.😍
tak berbelit2 ,,,selalu lugas di setiap karya author satu ini,,jdi tidak bikin pembaca bisan
2022-09-23
0