Waktu terus berganti. Hari adalah hari minggu. Di rumah besar tersebut, ada peraturan kalau setiap hari minggu para pekerja di bebaskan bepergian. Namun, harus ganti-gantian dengan temannya yang lain. Di hari Minggu rumah terlihat lebih sunyi. Hanya ada beberapa pengawal yang berjaga. Begitu juga dengan pelayan yang bekerja. Jumlah masih bisa di hitung pakai jari.
Shazia dan David sudah ada di meja makan. Sejak Shazia ada di rumah itu, David juga selalu melewati sarapan, makan siang dan makan malamnya di meja makan. Para pelayan yang menunggu Shazia dan David sarapan hanya bisa saling memandang dengan wajah bingung.
Bagaimana tidak. Sudah hampir satu menit yang lalu Shazia memberikan sesendok bubur kepada David. Tapi, setelah sendoknya masuk ke mulut David, Shazia tidak kunjung menarik kembali sendoknya. Sendok itu dibiarkan ada di dalam mulut David. Sedangkan Shazia hanya diam melamun entah memikirkan apa.
"Bagaimana ini? Kasihan Tuan David jika Nona Shazia tidak kunjung menarik sendoknya."
"Iya benar. Tapi kenapa Tuan David tidak marah? Bukankah hal ini sudah sangat fatal. Sudah seharusnya Nona Shazia di beri hukuman atas sikapnya yang tidak sopan," sambung pelayan lainnya.
David berusaha menarik kepalanya pelan-pelan agar sendok itu terlepas dari mulutnya. Namun, sedikit susah karena Shazia seperti menahan sendok tersebut agar tetap ada di mulut David.
"Nona ...." Pelayan wanita yang biasa melayani Shazia menepuk pundak Shazia dengan takut-takut. Hal itu membuat Shazia kaget hingga sendok di tangannya terjatuh. Bubur yang ada di sendok belum sempat di makan David. Kini bubur itu mengotori celana David.
"Maafkan aku." Shazia yang menyadari kesalahan yang ia perbuat segera membungkuk untuk mengambil sendok. Namun, pelayan wanita itu lebih dulu melakukannya.
"Nona, anda baik-baik saja?"
"Ya," jawab Shazia cepat. Ia mengambil selembar tisu dan membersihkan celana David yang kotor.
David memandang Shazia dengan tatapan tidak terbaca. Seperti biasanya. Semua pelayan berpikir kalau David akan marah. Namun kali ini justru David terlihat kasihan terhadap Shazia.
"Apa kau mau makan lagi?" tanya Shazia kepada David. Shazia mengambil sendok baru dan menyuapi David. Namun kali ini David tidak membuka mulutnya. Hal itu sebagai pertanda kalau ia sudah tidak berselera.
"Nona, mungkin Tuan David sudah kenyang," ujar pelayan itu agar Shazia tidak lagi memaksa David untuk makan.
Shazia menghela napas. Ia meletakkan sendok tersebut di mangkuk bubur. "Aku merasa tidak enak badan."
"Nona, anda sakit?" Pelayan itu khawatir. Begitu juga dengan David yang sejak tadi diam-diam memperhatikan wajah Shazia.
"Aku hanya butuh istirahat." Shazia memandang pelayan wanita di sampingnya. "Apa kau mau membantuku?"
"Apa yang bisa saya bantu, Nona?"
"Tolong jaga David. Aku hanya butuh waktu 1 jam saja untuk istirahat."
Pelayan itu tersenyum dan mengangguk. "Baik, Nona. Apa Anda mau saya panggilkan dokter?"
"Tidak. Aku hanya butuh istirahat saja. Nanti setelah kau selesai membawa David berjemur, aku juga sudah enakan."
"Baiklah, Nona."
Setiap pagi David selalu berjemur agar kulitnya tidak pucat. Biasanya Shazia selalu menyempatkan diri untuk menemani David berjemur. Tapi kali ini, ia benar-benar ingin istirahat. Bayangan Nora terus saja menghantuinya. Shazia sudah menyuruh pasukannya untuk mencari pria yang menjadi dalang pembunuhan Nora. Namun, hingga detik ini belum juga ada kabar.
Saat Shazia berjalan ke kamar, David bersama pelayan wanita pergi menuju halaman belakang. Pagi itu David akan berjemur di dekat kolam renang.
"Aku harus turun tangan langsung untuk mencari dalang di balik pembunuhan Nora. Aku tidak bisa diam di sini terus-menerus," gumam Shazia di dalam hati.
Saat Shazia ingin menaiki tangga, tiba-tiba Logan muncul dan menarik lengannya secara paksa. Bahkan pria itu membawa Shazia ke sebuah ruangan yang Shazia sendiri belum pernah masuk ke dalamnya.
"Apa yang ingin kau lakukan?" protes Shazia dengan kedua mata melebar.
"Aku butuh bantuanmu kali ini."
"Bantuan?" Shazia mengeryitkan dahi dengan wajah bingung. Selama ini mereka tidak akrab. Bagaimana mungkin Logan butuh bantuan darinya.
"Ya. Ingat, kau tidak bisa meminta pertolongan siapapun di rumah ini. Hidup dan matimu ada di tanganku. Jadi, menurutlah dan lakukan apa yang akan aku perintahkan jika kau masih mau tinggal dan menjadi nyonya besar di rumah ini!" Logan terlihat serius. Pria itu mengancam Shazia dengan rasa percaya diri. Ia tidak pernah tahu kalau mungkin nanti ketika Shazia melawan, Shazia bukan tandingan yang bisa ia sepelekan begitu saja.
Shazia melipat kedua tangannya. "Apa yang kau inginkan dariku?"
Logan tersenyum. "Kau harus membantuku menjebak pria cacat itu."
"Menjebak? Kau ingin mencelakai suamiku?"
Logan menghela napas. "Tidak. Kali ini permainannya justru akan mencelakai dirimu. Kita bisa lihat nanti, dia akan melakukan tindakan untuk menolongmu atau tidak."
"Aku? Apa yang ingin kau lakukan? Dan kenapa harus melakukan semua ini?"
"Karena hingga detik ini aku tidak percaya kalau David cacat!"
Shazia tertegun. Ia sendiri juga pernah memiliki pemikiran yang sama seperti Logan. Karena perusahaan milik David berjalan dengan lancar. Memang semua kepercayaan itu diberikan kepada Albert. Tapi, tetap saja jika tidak ada campur tangan David, semua tidak akan mungkin berjalan lancar seperti ini. Apa lagi Albert bukan orang yang berpendidikan tinggi.
"Sekarang, pergilah ke kolam renang. 15 menit lagi, rencananya akan di mulai!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
StAr 1086
next thor
2022-09-08
0
Tina
mau gak ya Shazia mudahan gak mau
2021-12-13
0
Chandra Dollores
kok aq seram ya baca bab berikutnya
penulisnya punya daya khayal dahsyat
q takut ga sanggup menghadapi "kenyataan" alur cerita hihihi
2021-11-05
1