"Ueeek Ueeek!" Shazia merasa sangat mual hingga ingin muntah. David sudah rapi dan wangi. Sedangkan Shazia, masih ada di kamar mandi untuk membersihkan dirinya sendiri. Bayang-bayang milik David yang sudah terlihat memang tidak bisa hilang dari ingatannya. Kini Shazia terus memikirkannya. Sangat sulit melupakannya karena memang ini pengalaman pertama dirinya.
"Pria itu ... oh tidak. Aku benar-benar terjebak di situasi yang sulit!" Shazia membasuh wajahnya dengan air di wastafel. Tubuhnya terlilit handuk karena memang baru saja selesai mandi. Kali ini Shazia tidak mau berendam. Ia lebih memilih mandi cepat saja.
"Shazia, dia suamimu. Tidak ada yang salah bukan?" gumam hati kecilnya untuk menghibur.
"Tapi, kenapa harus." Shazia kembali menutup kedua matanya. Ia memutar tubuhnya hingga bersandar di meja wastafel. "Sudahlah. The Felix juga tidak mengetahuinya. Apa yang harus aku pikirkan? Toh, di mata The Felix aku tetap wanita tangguh."
Shazia melangkah ke keluar untuk mengenakan pakaiannya. Perutnya sudah lapar dan ia ingin segera sarapan. Ada banyak hal yang harus ia lakukan hari ini. Shazia juga tidak mau pengorbanan besarnya menjadi sia-sia.
Di sisi lain, David sudah ada di depan jendela dengan pakaiannya yang telah rapi dan wangi. Sebenarnya pria itu juga sama seperti Shazia. Tidak tenang hingga akhirnya terus saja memikirkan adegan ganti pakaian tadi. Shazia memejamkan matanya, tapi semua tidak membantu. Sesekali wanita itu harus membuka kedua matanya agar pakaian yang ia kenakan di tubuh David melekat sempurna.
"Dia benar-benar wanita yang aneh! Tidak ada yang salah bukan? Kenapa dia sampai muntah-muntah seperti itu. Apa aku terlihat sangat menjijikan?"
Sudah bertahun-tahun David hidup dengan pikiran yang santai dan tenang. Sejak Shazia hadir di hidupnya, David tidak lagi mengenal ketenangan itu. Kini hatinya seperti roller coaster yang bisa berubah posisi dalam waktu seperlima detik. Terkadang ingin marah terkadang ingin tertawa.
Suara pintu terbuka membuat David sadar kalau seseorang hadir di kamarnya. Pria itu melangkah semakin dekat ke posisi David berada.
"Selamat pagi, Boss!" sapa pria itu sambil menunduk hormat. Posisinya masih membelakangi David.
"Maafkan saya datang terlambat. Tapi, wanita yang ingin menikah dengan Anda telah tewas. Wanita yang kini bersama Anda bukan wanita yang telah saya tentukan!"
David mengangkat kedua bola matanya. Ia mulai merasa ada yang salah di sana. Memang sejak awal feeling nya tidak pernah meleset. Shazia memang bukan wanita sembarangan.
"Saya akan menyelidiki semuanya. Termasuk penyerang tadi malam," ucap pria itu ketika Shazia keluar dari walk in closet.
"Siapa kau?" ketus Shazia penuh curiga.
Pria itu memandang Shazia dan menunduk hormat. "Selamat pagi, Nona. Perkenalkan, saya Albert."
"Albert? Pria yang bertugas menggantikan baju?" teriak Shazia histeris. "Kenapa kau baru datang sekarang. Semua sudah selesai. Apa kau datang ke sini untuk memeriksa penampilannya?" Shazia berjalan ke arah tempat tidur. Ia mau mengambil ponselnya yang tergeletak di sana.
"Maafkan saya, Nona. Seharusnya saya menemui Anda dan menjelaskan semuanya sebelum semua ini terjadi. Saya sangat menyesal." Albert menunduk dengan penuh rasa bersalah.
"Hmmm, sudahlah. Aku tidak lagi mau mempermasalahkannya." Shazia duduk di atas ranjang dan mengotak-ngatik ponselnya.
Albert memegang kursi roda David dan memutarnya. Hal itu mencuri perhatian Shazia.
"Mau ke mana?"
"Saya akan membawa Tuan David jalan-jalan pagi, Nona."
"Tapi dia belum sarapan!" protes Shazia tidak setuju.
"Tuan biasa memakan buah di pagi hari."
"Jika kamar ini kosong, aku bisa dengan leluasa memeriksa isinya," gumam Shazia di dalam hati.
"Nona, apa Anda mau ikut?"
Shazia menggeleng cepat. "Tidak. Ada beberapa hal yang harus aku selesaikan. Oh ya, siang ini aku ada janji dengan seseorang. Apa aku boleh keluar?"
"Tentu saja, Nona. Lakukan hal apapun gang membuat anda nyaman tinggal di rumah ini," jawab Albert tersenyum.
"Baiklah."
"Kalau begitu saya permisi dulu, Nona."
"Ya."
Shazia memandang kepergian Albert dan David. Ia kembali duduk di ranjang sambil menekan nomor telepon seseorang. Tidak lama kemudian panggilan itu tersambung.
"Nora, maafkan aku. Aku benar-benar sibuk semalam. Aku baru saja membaca semua pesanmu pagi ini," lirih Shazia dengan wajah menyesal.
"Shazia, sepertinya aku tidak mau hidup di dunia ini lagi."
"Hei, apa yang kau katakan? Kau memiliki masalah? Ceritakan padaku. Aku pasti akan membantumu!"
"Shazia, aku tidak sanggup lagi."
"Nora Hei! Nora!" Shazia semakin panik. Ia melihat ke layar ponselnya yang telah mati.
"Apa yang terjadi?" Shazia tidak mau tinggal diam. Ia segera melangkah untuk mengambil tasnya. Wanita itu ingin segera pergi menemui sahabatnya Nora yang kini tidak tahu bagaimana kabarnya.
"Nora. Aku harap kau baik-baik saja," gumam Shazia di dalam hati dengan penuh rasa khawatir.
Di depan kamar ia di sambut dengan pelayan wanita yang biasa melayaninya. Wanita itu menunduk hormat.
"Nona, sarapan Anda mau di antara ke-"
"Aku harus pergi!"
Pelayan wanita itu melebarkan kedua matanya. Ia berpikir kalau kini Shazia telah menyerah karena tidak tahan mengurus David.
"Nona, anda bisa pikirkan semua ini dengan hati yang tenang. Berusahalah menerima Tuan David apa adanya. Di hati saya, Nona adalah wanita yang tepat untuk menemani Tuan David," bujuk pelayan itu agar Shazia tidak pergi. Hingga akhirnya membuat Shazia menahan langkah kakinya dengan wajah bingung.
"Apa yang kau katakan?"
Pelayan itu berdiri di depan Shazia. "Nona, Tuan David bersikap sangat baik selama Anda masuk ke rumah ini. Kami pelayan wanita selalu merasa kesulitan menghadapi Tuan David setiap pagi. Tapi pagi ini, sejak anda ada di dekatnya. Ia terlihat menurut. Nona, bertahanlah di rumah ini hingga beberapa hari. Jika anda benar-benar tidak sanggup, anda boleh pergi sesuka hati anda."
"Apa yang dia pikirkan? Apa dia pikir aku akan pergi meninggalkan David?" gumam Shazia di dalam hati.
"Nona, tolong pertimbangkan lagi," bujuk pelayan itu tanpa kenal putus asa.
Dari kejauhan seorang pria berbadan tegap berjalan menghampiri Shazia. Sebelumnya Shazia sudah pernah bertemu dengannya. Shazia menatap wajah pria itu dengan saksama.
"Siapa namanya?" tanya Shazia dengan suara sedikit pelan.
"Dia ... dia Logan Nona. Kepala pengawal tang bertanggung jawab atas keamanan di rumah ini."
"Logan?"
Ketika Logan tiba di depan Shazia, pria itu menunduk hormat. "Selamat pagi, Nona Shazia. Apa ada yang bisa saya bantu? Kelihatannya anda mengalami kesulitan."
"Bukankah kau pria tadi malam? Maksudku, pria yang membawa penyusup itu pergi?"
Logan memasang wajah setenang mungkin. "Benar, Nona."
"Penyusup?" Pelayan itu menutup mulutnya ketakutan. Shazia menyadari arti ketakutan pelayan wanita itu.
"Pergilah. Aku tidak pergi untuk meninggalkan suamiku. Aku hanya ingin menemui sahabatku sejenak."
"Apa semua itu benar, Nona? Anda tidak bohong?"
"Ya. Pergilah. Aku akan kembali nanti sore."
"Ba ... baik Nona." Pelayan wanita itu pergi dengan wajah berseri. Ia bisa kembali tenang ketika mendapat kabar kalau Shazia akan bertahan di rumah itu.
Shazia kembali memandang wajah Logan. "Di mana penyusup itu sekarang?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
moemoe
Ouh s logan ni yg jaahat,,smog bukan albert
2022-09-07
0
moemoe
Si albert ni kah yg jdi racun dalam daging? Musuh dalam selimut? Atau da yg lain?
2022-09-07
0
" sarmila"
ohhhh zeroun😘😘😘😘😍😍😍😍😍😍 aku kangen
2022-01-09
0