Sazhia mendorong pintu berukuran besar berwarna putih yang terbilang cukup berat dengan penuh semangat. Bahkan pelayan yang ingin melakukannya saja tidak ia beri kesempatan. Saat pelayan wanita itu susah bernapas karena terlalu jauh berlari, Shazia justru bertingkah biasa saja. Berlari dan melompat ke gedung satu ke gedung lain memang sudah permainannya setiap hari.
Setibanya di dalam kamar Shazia melihat dua orang pria berdiri membelakanginya. Dua pria itu memakai pakaian serba hitam dan menghadap ke jendela. Namun, ketika mengetahui kehadiran Shazia. Dua pria itu memutar tubuh mereka agar bisa melihat Shazia dengan jelas dan menyingkir hingga memperlihatkan seorang pria duduk di kursi roda. Pria di kursi roda itu menatap Shazia dengan tatapan sendu. Shazia tertegun untuk beberapa saat. Ia membisu dan tidak mengatakan satu katapun. Batinnya mulai menjelaskan kalau pria di kursi roda itu adalah suaminya.
Pelayan wanita dan dua pengawal yang ada di kamar itu memandang Shazia dengan bingung. Mereka takut jika setelah ini Shazia akan memutar tubuhnya dan berlari pergi. David bukan pria pemaksa. Dia tidak akan menangkap Shazia jika pada akhirnya wanita itu memutuskan untuk kabur.
Satu hal yang tidak di sangka. Secara perlahan kaki Shazia melangkah maju. Wanita itu masih menatap wajah suaminya yang kini duduk di kursi roda seperti orang tidak berdaya. Dua pria yang ada di dekat pria itu menyingkir untuk memberi jalan kepada Shazia. Pelayan wanita tadi juga lebih memutuskan diam di tempat dan menyaksikan apa sebenarnya yang ingin dilakukan Shazia.
Kedua tangan Shazia yang semula menggenggam gaun pengantin itu terlepas hingga membuat gaunnya yang indah menyeret di lantai. Shazia terlihat sangat anggun bak seorang bidadari yang turun dari kayangan.
“Tuan David ….” Bibir Shazia mulai berbicara. Namun, sosok yang ia ajak bicara sama sekali tidak menjawab. Hanya tatapannya saja ke arah Shazia yang seolah sedang mengajak Shazia berbicara.
“Nona, Anda pasti sudah tahu kalau Tuan David tidak bisa bergerak, berjalan dan berbicara. Mungkin sesekali Tuan David akan menggerakkan jarinya. Tapi, itu tidak sering terjadi,” ujar pria di sisi kanan Shazia.
“Tapi, dia seorang pria kan?” celetuk Shazia dengan wajah polosnya.
Semua orang tertegun. Di tambah lagi ketika Shazia duduk di atas pangkuan David yang tidak berdaya. “Aku butuh seorang pria,” goda Shazia sambil mengusap wajah David yang dipenuhi bulu. Ingin sekali detik ini juga Shazia membersihkan bulu-bulu itu agar ia bisa melihat jelas wajah sang suami.
“Maaf, Nona. Tuan David tidak suka jika Anda-”
Ucapan pria itu tertahan ketika tiba-tiba David menggerakkan jarinya. Hal itu menandakan kalau mereka harus pergi. Setelah memberi hormat kepada David dan Shazia, dua pengawal itu berjalan pergi. Mereka juga membawa pelayan wanita yang semula menemani Shazia.
“Saya permisi dulu, Nona. Jika Anda perlu sesuatu, Anda bisa memanggil saya,” ucap pelayan wanita sebelum menghilang di balik pintu.
“Kau tidak marah aku duduk di sini? Suamiku,” ledek Shazia dengan satu kedipan mata. David masih tetap diam sambil menatapnya. Shazia melingkarkan kedua tangannya di leher David.
“Kau sangat wangi. Pasti Parfum orang kaya sangat mahal,” sambung Shazia lagi. Ia tidak segan-segan menghirup aroma parfum yang ada di leher David. Memang pria itu walau terlihat tidak berdaya, tapi ia sangat rapi dan wangi. Apa lagi pakaian yang ia kenakan. Walau sekedar kaos, tapi terlihat nyaman dikenakan di tubuh David.
“Bisa-bisanya di hari pernikahan kita kau menggunakan pakaian santai seperti ini. Sedangkan aku, harus memakai gaun pengantin. Tapi, tidak masalah. Gaun ini sangat cantik dan aku sangat menyukainya,” protes Shazia.
Shazia beranjak dari pangkuan David. Ia mengitari sekeliling kamar mewah yang kini ada di depannya. Semua tertata rapi pada posisinya. Shazia melipat kedua tangannya di depan dada. Sorot matanya sangat tajam. Ketika ia menatap tempat tidur ukuran besar, Shazia kembali ingat dengan statusnya. Setiap malam ia akan tidur di atas tempat tidur itu bersama David. Ya, walaupun David tidak akan melakukan hal buruk padanya. Tapi, tetap saja ini pengalaman pertama Shazia tidur satu ranjang dengan seorang pria.
“Apa buku itu ada di kamar ini? Jika memang benar, bagaimana caranya aku bisa mendapatkannya. Apa aku pura-pura beres kamar saja ya. Tidak! Aku tidak boleh gegabah. Aku baru satu hari di sini. Aku tidak bisa memperlihatkan siapa aku sebenarnya. Ya, walaupun pria ini tidak akan berbuat apa-apa setelah mengetahuinya, tapi aku tetap harus waspada,” gumam Shazia di dalam hati.
Ketika Shazia hendak melangkah, tiba-tiba kakinya tersandung kaki David. Wanita itu menahan langkah kakinya dan memandang David dengan dahi mengeryit. “Ada apa? Apa kau membutuhkan sesuatu?”
David mengedipkan matanya. Jemarinya menunjuk ke arah meja. Shazia juga mengikuti arah pandang jari David. Ketika ia melihat minum di sana. Shazia langsung mengerti dan segera mengambilkannya. Shazia menuang air minum ke dalam gelas dengan wajah yang tenang setelah itu membawanya dan meletakkannya di depan mulut David agar pria itu bisa dengan mudah meminumnya.
“Aku tidak tahu bagaimana caranya kita berkomunikasi. Ini pengalaman pertamaku. Aku belum pernah bertemu dengan paket komplit sepertimu,” ujar Shazia tanpa memikirkan perasaan David. Ia kembali meletakkan gelas tersebut setelah isinya kosong. Shazia membawa kursi roda David ke arah sofa. Wanita itu duduk dan menghadap ke David. Ia memandang David dengan saksama lagi.
Kepala Shazia miring kanan miring kiri seperti sedang memastikan kalau David benar-benar cacat. Bukan sekedar pura-pura. Bahkan dengan sengaja Shazia menepuk kedua tangannya di depan wajah David. Ketika melihat David mengedipkan matanya, justru Shazia tertawa. David sudah seperti boneka mainan bagi Shazia saat ini.
“Maafkan aku. Hahahaha.” Walau begitu tawanya belum selesai. Ia masih tetap saja menjahili David yang tidak bisa apa-apa.
“Oke, begini. Aku hanya ingin kerja samanya. Anda bisa mengedipkan kedua mata dan menggerakkan jari. Jadi, setiap kali aku bertanya jika Anda mengedipkan mata itu tandanya setuju. Jika Anda menggerakkan jari berarti Anda tidak setuju. Bagaimana?” Shazia menatap kedua mata David dan jarinya dengan saksama. Berharap pria itu memberikan respon atas ide yang ia berikan.
“Ayolah. Jawab,” lirih Shazia frustasi. Ia mengambil bantal kursi dan membaringkan kepalanya di sana. “Aku lelah. Apa aku boleh tidur?” Secara perlahan Shazia memejamkan matanya. Walau dengan posisi duduk, tapi wanita itu sangat mudah untuk terlelap. Dalam waktu lima menit saja Shazia sudah menghembuskan napas yang tenang layaknya orang yang sedang tidur nyenyak dan bermimpi.
David masih memandang wajah Shazia yang kini tertidur dengan lelapnya. Secara perlahan pria itu menyunggingkan senyuman tipis. “Menarik!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
love sick
dgnttn
2024-10-22
0
moemoe
Hah kn dia bisa cakap,.. klo gk kek mna dia mimpin timny?
2022-09-07
0
Lyn
sama2 berakting kh ini. sama2 pura2. wkwk
2022-05-24
0