Malam harinya. Shazia terbangun dengan mata yang masih berat. Wanita itu meregangkan kedua tangannya. Otot-otot tubuhnya terasa sangat kaku karena sudah berjam-jam tertidur. Sejenak ia melupakan dimana kini dirinya berada. Wanita itu justru melanjutkan tidurnya lagi karena mengantuk. Hingga tidak lama kemudian, ia melebarkan kedua matanya dan duduk di atas tempat tidur. Ya, kini Shazia telah ada di atas tempat tidur dengan pakaian yang telah terganti.
“Apa yang terjadi? Ini di mana?” Shazia seperti orang amnesia ketika ia bangun tidur melihat kamarnya sangat asing. Kepalanya miring ke kanan dan menemukan David yang masih duduk di kursi roda kini memandang wajahnya. Shazia langsung sadar kalau kini dirinya telah menjadi istri David.
“Kenapa bajuku bisa terganti? Siapa yang mengganti pakaianku?” tanya Shazia kepada David. Namun, tidak ada jawaban di sana selain tatapan David yang tidak tahu apa maksudnya.
“Astaga. Aku lupa kalau kau tidak bisa berbicara. Lupakan saja.” Shazia menyingkirkan selimut di atas tubuhnya dan turun dari tempat tidur. Ia berjalan pelan ke arah David dan duduk di pinggiran tempat tidur dengan posisi menghadap ke David. “Apa kau sudah mandi?”
Shazia memperhatikan penampilan David dari ujung kaki hingga ujung kepala. Pakaian pria itu sudah terganti dan sangat rapi. Padahal tadinya ia pikir setelah menikah dengan David dirinya lah yang akan memandikan pria cacat tersebut.
“Siapa yang membersihkan tubuhmu?” tanya Shazia lagi. Wanita itu seperti tidak ada capeknya bertanya. Padahal jelas-jelas lawan bicaranya juga tidak akan menjawab satu katapun.
“Sudahlah. Lupakan. Aku lapar. Aku mau makan.” Shazia beranjak dari posisinya. Ia berdiri di belakang kursi roda David dan mendorong kursi roda tersebut ke arah pintu. Ia sudah tidak sabar untuk berada di meja makan dan menyantap makanan di sana.
“Tidak mungkin juga pria ini yang membersihkan tubuhku. Pasti ada pelayan wanita yang melakukan semuanya,” gumam Shazia sembari mempercepat langkah kakinya.
Setelah keluar dari dalam kamar, Shazia dan David di sambut beberapa pengawal yang memang bertugas untuk jaga malam di depan kamar David. Melihat Shazia membawa David bersamanya, mereka segera menghadang Shazia.
“Selamat malam, Nona. Apa yang akan Anda lakukan? Kenapa Anda membawa Tuan David keluar kamar? Ini sudah malam,” ujar salah satu pengawal yang kini berdiri di depan Shazia.
“Aku lapar,” jawab Shazia sembari meninggalkan dua pengawal itu begitu saja.
Salah satu pengawal menahan kursi roda David agar tidak pergi lebih jauh lagi. “Tapi Tuan David tidak pernah keluar kamar jika tidak ada keperluan yang mendesak.”
Shazia menatap satu persatu pengawal yang menghalanginya. “Apa hak kalian melarangku membawa suamiku turun ke bawah! Aku lapar dan aku ingin makan malam. Aku juga tahu kalau suamiku ini belum makan. Jadi, jangan halangi langkahku lagi!” teriak Shazia tidak terima.
“Tapi, Nona. Akan ada pelayan yang mengantarkan makan malam untuk Anda di kamar nanti.”
“AKU TIDAk CACAT! Jadi, berhentilah memperlakukanku seperti wanita yang tidak bisa apa-apa.” Shazia tetap bersih keras untuk turun ke lantai bawah.
“Maaf, Nona. Tapi.”
Shazia melepas kursi roda David yang sejak tadi ada di genggamannya. Ia melangkah ke depan David dan menatap wajah pria itu dengan saksama. “Suamiku. Aku mau makan di bawah. Boleh ya,” bujuk Shazia dengan senyum manis di bibirnya.
David hanya diam menatap wajah Shazia. Hingga tidak lama kemudian, Shazia menepuk kedua tangannya di depan mata David hingga membuat pria itu berkedip. “Lihatlah. Dia berkedip. Itu tandanya suamiku setuju. Sebaiknya kalian menyingkir saja,” ucap Shazia kegirangan.
Dua pengawal itu hanya bisa menggarung kepala mereka yang tidak gatal. Ini pertama kalinya mereka melihat ada orang yang berani melakukan hal konyol seperti itu di depan David. Dan anehnya David tidak marah. Bahkan tidak mau menggerakkan jemarinya untuk memberi perintah apapun. Melihat pengawal itu telah kalah, Shazia kembali mendorong kursi roda David. Senyum indah mengembang di bibirnya.
“Ini masih hari pertama. Hari selanjutnya akan banyak kejutan yang akan aku berikan kepada kalian semua. Bersiap-siaplah untuk menerima kejutan yang akan aku berikan,” gumam Shazia di dalam hati.
Shazia turun ke lantai bawah dengan menggunakan lift yang ada di rumah itu. Ia merasa sangat kesal karena tadi siang harus menjejaki tangga yang panjang. Jika saja ia tahu ada lift di sudut ruangan, mungkin ia akan naik lift saja daripada harus capek-capek naik tangga.
Setibanya di meja makan, Shazia berdiri mematung memandang ke depan. Tidak ada makan malam di sini. Tidak sama seperti yang ia bayangkan. Tadinya ia berpikir akan ada banyak makanan yang mengugah selera di meja makan. Namun, semua zonk. Hanya meja kosong yang terdapat pot bunga di atasnya. Tidak ada satu makananpun yang bisa ia santap.
“Nona, apa yang Anda lakukan?” Seseorang menyapa Shazia.
“Aku mau makan,” jawab Shazia dengan wajah polosnya.
“Makan? Maafkan kami, Nona. Kami mau mengantar makan malam sejak beberapa menit yang lalu. Tapi Nona masih tidur dan kami takut mengganggu tidur Nona,” jawab pelayan itu apa adanya. Shazia memiringkan kepalanya dan memandang wajah pelayan yang berbicara di dekatnya. Pelayan wanita itu adalah pelayan yang sama dengan pelayan yang tadi siang menemaninya.
“Tapi aku mau makan di sini. Aku tidak suka makan di kamar,” rengek Shazia. Ia duduk di salah satu kursi yang ada di sana.
“Makan di sini?” Pelayan itu terlihat bingung. Semua sudah di tata dengan rapi tapi kini Shazia ingin makan di meja makan.
“Apa tidak sebaiknya makan di kamar saja Nona,” bujuk pelayan wanita itu lagi.
“Tidak. Aku mau makan di sini.” Shazia memandang David beberapa detik sebelum menjatuhkan kepalanya di atas meja makan. “Aku tidak suka makan di kamar.”
Pelayan itu menghela napas. “Baiklah Nona. Saya akan mempersiapkan makan malam Anda di meja makan.”
Shazia mengangkat kepalanya dan tersenyum bahagia. “Benarkah? Baiklah. Cepar persiapkan. Aku yakin, suamiku juga sudah sangat lapar. Bukankah begitu suamiku?”
“Iya … istriku” jawab Shazia sendiri dengan suara kecil.
“Kalian dengarkan? Suamiku sangat lapar. Ayo cepat persiapkan makan malamnya!”
Mungkin hal itu terdengar seperti meledek. Tapi bagi David. Pria itu ingin tertawa karena melihat tingkah konyol istrinya. Pelayan wanita yang mendengar perkataan Shazia saja sampai menggeleng kepala. Dia ingin tertawa tapi takut kena hukuman karena terkesan meledek.
“Nona Shazia seperti pelangi. Dia mulai memberi warna di rumah ini. Sudah lama aku tidak mendengar keramaian yang seperti ini. Walau hanya Nona Shazia yang tertawa, tapi seperti ada kebahagiaan di wajah Tuan David,” gumam pelayan itu di dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
StAr 1086
kayaknya David gak cacat beneran deh....
2022-09-08
0
Lyn
Sazhia lucu bangettt wkwk
2022-05-24
0
Darmiati Thamrin
Menarik thor 👍 lanjut baca 📖
2022-04-08
0