Enam tahun telah berlalu, Lala kembali ke kota kelahirannya. Sudah satu bulan Lala menetap di kota ini. Ia menyewa rumah sederhana untuk ia tinggali. Ayah Lala menetap di desa. Beliau ingin menghabiskan masa tuanya disana. Lala terpaksa mengikhlaskan Pak Ghani tidak ikut karena ini adalah permintaan Pak Ghani sendiri.
Hidup di kota, Lala tidak tinggal sendiri. Lala tinggal bersama tiga bocah kecil berusia lima tahunan. Mereka tiga bocah yang kembar identik. Lala biasa menyebut mereka dengan panggilan triplet. Nama mereka yaitu Matt Erland, Max Ervan dan yang terakhir Oliver Eric.
Kurang lebih enam tahun yang lalu, Lala berhasil melahirkan mereka dengan perjuangan yang tidaklah mudah. Mulai dari masa mengandung Lala sudah berjuang keras demi menghidupi Pak Ghani dan hidupnya selama kehamilan.
Kini anak-anak Lala sudah besar. Mereka tumbuh dengan baik. Lala sangat menyayangi mereka. Bagi Lala triplet adalah harta yang tidak mungkin ia bisa ukur seberapa berharganya.
'' Hei, Max kembalikan prosesor ku kemarin,'' ucap seorang bocah kecil berusia lima tahunan.
'' Tidak bisa. Aku sudah memakainya. Bukankah kamu sendiri yang memberikannya padaku,'' bantah anak itu yang bernama Max.
'' Kamu bilang hanya meminjam, tapi malah tidak kamu mengembalikan. Itu beda arti Max,'' ucap anak itu tak mau kalah.
'' Oliver, Max kalian bertengkar lagi,'' peringat Lala yang baru muncul dari dapur membawa sepiring makanan kecil.
'' Ma, salahkan Max. Dia selalu usil padaku,'' ucap anak yang bernama Oliver.
'' Oliver kamu kenapa sayang? Max kamu mengganggu adik mu lagi? '' tanya Lala menyelidik.
'' Ma. Jangan salahkan Max saja, Oliver juga yang salah. Max bilang kemarin kalau mau meminjam prosesor milik Oliver, tapi Oliver bilang kalau Max harus mengembalikannya. Kan prosesor nya sudah Max pakai,'' jelas Max.
Lala merasa pusing dengan kelakuan dua bocah yang sedang bertengkar sekarang ini. Mereka sama-sama keras kepala dan tidak mau mengalah.
'' Hei, kalian lihat! Aku membawakan kalian prosesor baru,'' ucap anak yang baru muncul.
'' Kamu habis darimana Matt?'' tanya Lala kepada anak yang baru datang.
'' Dari kamar, ma '' jawab Max sekenanya.
Seperti itulah keramaian yang terjadi di dalam rumah sederhana milik Lala. Rumah itu berlokasi dekat dengan sekolah triplet. Triplet bersekolah di sekolah swasta milik pengusaha kaya raya di kota tersebut.
Sekolah itu merupakan sekolah yang direkomendasikan Pak Ghani ayah Lala ketika mereka masih di desa. Pak Ghani berharap selama di kota cucu-cucunya mendapatkan pendidikan yang menunjang berbagai keahlian mereka.
Selama satu bulan menetap di kota, Lala belum beraktivitas banyak. Selain mengurus surat kepindahan, sekolah triplet yang baru, kegiatan Lala hanya itu saja. Kini dirinya sedang mempersiapkan usaha barunya disini. Ia ingin membuka cabang kedai bakso nya yang di desa.
Semenjak Pak Ghani mengundurkan diri dari pekerjaannya, ia memberi modal Lala untuk membuat usaha. Lala berhasil mengembangkan usahanya di desa. Lalu kini ia beralih membuka di kota sebagai sumber penghasilan ekonomi yang baru.
...****************...
'' Matt , Max, Oliver bangun nak,'' ucap Lala di pagi hari.
Sudah hampir satu bulan triplet bersekolah. Sudah tercipta pula kebiasaan Lala yang harus membangunkan mereka di pagi hari. Mereka bertiga memiliki kebiasaan bangun siang. Bahkan jika di desa dahulu, Pak Ghani harus membangunkan mereka dengan kentongan agar para cucunya mau bangun.
'' Astaga, kalian ini. Kalian memang kembar tetapi mengapa sifat kalian juga sama? '' keluh Lala melihat tingkah para putranya.
Satu jam kemudian Lala berhasil membuat triplet berdiri di sekolah mereka. Kini Lala siap melepas triplet untuk bersekolah. Triplet berpamitan kepada Lala. Lala senang walaupun triplet lahir tanpa seorang ayah, mereka tetap tumbuh menjadi anak yang baik.
Terkadang Lala merasa sedih jika mengingat siapa ayah triplet yang sama sekali tak dikenal Lala. Namun kembali lagi kebahagiaan Lala hanya triplet tidak perlu mencari kebahagiaan lain karena triplet adalah sumber kebahagiaan itu.
'' Ngurus anak sudah. Saatnya mulai cari cuan,'' monolog Lala kemudian pergi meninggalkan halaman sekolah triplet.
Sepanjang perjalanan menuju kelas, triplet selalu menjadi sorotan para teman-temannya. Banyak yang mengagumi triplet walaupun mereka masih kecil, mereka berhasil menjadi pusat perhatian.
Guru-guru sekolah triplet juga merasa bangga memiliki murid cerdas di usia yang masih kecil seperti triplet. Bahkan di usia segitu anak lain belum mampu melakukan aktivitas jika tanpa dampingan orang tuanya. Namun triplet berbeda, mereka sudah mandiri sejak kecil. Lala selalu mengajarkan triplet untuk tidak selalu bergantung kepada orang lain.
'' Hai Matt, Max dan Oliver,'' ucap seorang anak perempuan yang seusia dengan mereka.
'' Hai, juga Cantika '' jawab Oliver dan Max bersamaan.
Matt hanya diam saja. Dirinya hanya mengangguk menanggapi sapaan anak gadis di depannya. Diantara triplet memang Matt yang paling pendiam. Anak sulung yang satu ini sangat irit bicara namun di sisi lain juga memiliki sifat hangat kepada siapapun yang dekat dengannya.
Mereka kemudian masuk menuju kelas bersamaan. Tidak lama guru datang mengajar kelas triplet. Guru itu menyampaikan materinya hari ini. Semua murid tampak mendengarkan dengan seksama.
'' Ada yang tahu siapa itu Mark Zuckerberg? '' tanya guru itu kepada muridnya.
'' Seorang pemrogram komputer dan pengusaha Internet. Ia dikenal karena menciptakan situs jejaring sosial Facebook bersama temannya, yang dengan itu ia menjadi pejabat eksekutif dan presiden,'' ucap Matt setelah dirinya mengangkat tangan.
'' Iya benar sekali Matt. Kamu tahu dia?''
'' Pernah berinteraksi sekali, Mam '' jawab Matt kepada gurunya yang biasa ia sebut mam.
'' Maksud kamu?''
Max langsung menyenggol lengan Matt yang duduk di sampingnya. Jangan sampai guru itu tahu jika mereka pernah berinteraksi dengan Mark Zuckerberg yang merupakan pengusaha internet terkaya di dunia.
'' Tidak mam. Matt hanya bercanda. Dia memang ingin melucu agar teman-teman yang lain tertawa. Tapi sayangnya lelucon Matt sangat garing sehingga membuat yang lain bingung,'' ucap Matt menjelaskan.
Guru yang mengajar mereka percaya saja. Tidak ingin membuang waktu lebih guru itu melanjutkan diskusi tentang materinya.
'' Matt bisakah kamu tidak ember?'' bisik Oliver yang duduk di belakang Matt.
'' Tidak usah khawatir, mereka juga tidak percaya '' jawab Matt santai tanpa beban.
'' Dasar kulkas!'' ucap Oliver di belakang Matt.
'' Aku manusia,''
Max hanya menyimak obrolan kedua saudaranya. Ia lebih memfokuskan diri pada pelajaran yang sudah lama ia kuasai. Memperhatikan guru bukankah cerminan anak baik. Begitulah pikir Max.
Pelajaran berlangsung hingga tengah hari. Mereka mengikuti pelajaran seperti biasa. Dan sekarang triplet menunggu Lala yang sudah tiga puluh menit yang lalu tak kunjung datang.
'' Apakah mama masih lama? '' keluh Max.
Matt menggerakkan dagunya ke arah jalan raya. Ia berniat memberi tahu jika Lala sudah muncul di balik angkot yang baru menurunkan penumpang.
Ketika Lala hendak menyebrang jalan tiba-tiba ada sebuah mobil yang melintas. Brugg kecelakaan tidak dapat dihindarkan. Mobil terkenal merk Lamborghini Aventador menabrak trotoar pinggir jalan. Pemilik mobil yang menabrak itu langsung keluar dari mobil dan menemui Lala yang masih syok.
“ Maaf nona, saya tidak sengaja, “ ucap seorang laki-laki yang memakai seragam hitam.
“ Justru saya yang minta maaf tuan. Saya tidak melihat ada mobil yang melintas tadi. Dan sekarang mobil anda yang menabrak trotoar,” ucap Lala merasa tidak enak.
Banyak orang berkumpul untuk melihat kecelakaan ringan itu. Untung saja tidak ada korban dan keadaan mobil yang menabrak juga tidak ada yang rusak. Kemudian keluar lagi seorang pria dari mobil itu. Pria itu memakai stelan jas biru tua yang dipadukan dengan kemeja berwarna putih. Laki-laki itu tampak gagah ditambah dengan aksen kacamata hitam yang bertengger di matanya. Dari tatapan penampilanya saja semua orang tahu jika dia adalah seorang yang tampan nan kaya raya.
'' Jek, ada apa? Apakah masalahnya serius? Kamu beri uang saja, dan cepat kita pergi dari sini. Aku sudah tidak tahan dengan cuaca panas,'' ucap laki-laki itu.
" Sombong sekali orang ini, " batin Lala di dalam hati.
'' Baiklah Tuan Jason, ''
'' Nona, jika tidak ada masalah serius kita harus pergi,” ucap laki-laki yang memakai seragam hitam.
Degg... Jason. Bukankah Lala pernah mendengar nama itu tapi dimana? Lala masih tampak berfikir kemudian Lala mengiyakan saja kedua laki-laki yang ia yakini beda profesi itu pergi. Toh kejadian tadi memang salah dari kedua pihak. Dari mobil Lamborghini yang menggunakan kecepatan tinggi di area jalanan dengan kecepatan sedang ditambah Lala yang tergesa-gesa untuk menyebrang.
'' Mama , are you Ok? '' tanya triplet yang tampak khawatir.
'' I am OK, sayang. Untung tadi kalian tidak menyusul mama yang di jalan. Lain kali mama janji mama akan lebih berhati-hati, ''
'' Awas saja! Coba tadi kita tahu pemilik mobil itu ya Matt , Max pasti kita akan omeli mereka. Bisa-bisanya mereka mau menyerempet mama kita,'' omel Oliver.
'' Sudahlah, mama baik-baik saja. Mari kita pulang! '' ajak Lala kepada anaknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Aries suratman Suratman
Iya Thor, ceritanya terlalu cepat dan lurus dan kurang berkesan, harusnya ceritain saat-saat kehamilan Lala
mulai dari Jason kaya lagi ngidam (Covid Sindrom) biar Jason ikut merasakan Susah dan merasa bersalah Dan berusaha Mencari Lala,
ini tiba-tiba udah 6th kemudian, Udah gitu nggak ada Perasaan getaran Ikatan batin dengan Lala
2025-03-23
0
Mazree Gati
uda damai di desa ngapain kekota sengaja biar ktmu papanya anak2, labayyyy
2025-03-03
0
Supartini
lanjut
2024-05-21
0