" Maaf ya nak Sahman...Ayah sama ibu kebelakang dulu, mau belah sama jemur pinang yang kemarin dibawa dari kebun, kebetulan kayaknya cuaca cerah. Silahkan cicipin kue buatan ibu kalian, kalau mau nambah teh minta sama Ayu. " Ucap Pras pamit pada tamu putrinya.
Aini hanya senyum- senyum, mengikuti suaminya kebelakang.
" Baik Ayah...Pokoknya yang gratis - gratis pasti lebih enak! Itu prinsip orang kita. He...He ..Sahmanpun tak jauh dari situ. Yang penting kalau sudah habis ibu jangan ngeluh. "
" Ngak bakalan ibu ngeluh...dijamin nak Sahman! soalnya ngak ada juga yang makan disini selain Ayu,
Ayu juga ngak boleh kebanyakan ngemil, nanti jadi gendut ngak bagus jadi pengantin. " Celoteh Aini yang membuat
Ayu mengernyitkan dahinya.
" Ibu...ibu...yang namanya gendut jadi apa aja ngak bagus, kok larinya langsung kesitu? " Protes Ayu.
" Ngak tahu deh...Kebanyakan omong nanti buk guru protes terus. Kami cabut dulu kebelakang ya nak... " Ucap Aini sembari menatap Ayu.
" Ya Bu...tak apa, nanti kami nyusul kebelakang habis ngobrol dikit. " jawab Sahman.
Sedang Ayu kemudian diam. Hatinya terasa sesak dengan berbagai dugaan. Tanpa sadar ia menghembuskan nafas beratnya.
Sahman menatapnya Ayu lekat. Ayu yang mendapat tatapannya cukup panik,ia menunduk untuk menghindari mata
indah dengan sorotan tajam itu.
Setelah jengah dalam keheningan, Ayu memberanikan diri menatap Sahman.
Menarik nafas lembut, lalu berkata"
Semalam Pengumuman pemenang desa wisata, oleh mentri kepariwisataan pak Sandi. Semua dari daerah daerah lain,
paling yang dekat kita Samosir, itupun nomor Lima, tak pernah
daerah kita yang dapat. Sebagai Kadis, apa Abang ngak ada tekad untuk menaikan daerah kita? Sampai kapan terus dibelakang? padahal banyak tempat - tempat yang sangat indah yang
bisa dipromosikan. " Ujar Ayu memecah keheningan.
" Sebenarnya Abang sudah lama memikirkan itu dik. Tapi ada yang lebih penting sebelum promo, masyarakat kita masih sulit diarahkan soal menjaga kebersihan. Dimana - mana ada sampah, masyarakat masih kurang kesadaran dalam penanganan sampah.
" Sudah banyak cara penanganan sampah, sampai pada pembuatan ekobrik, tapi kebiasaan orang kita memang jelek, kemana berjalan sampah dicecerkan. " timpal Ayu.
"Pemda mestinya harus lebih keras lagi soal sampah, kalau perlu berikan sangsi bagi yang buang sampah dijalan, kesaluran air atau ditempat wisata.Kalau tak ada ketegasan selamanya akan begitu, kebiasaan jelek masyarakat akan terus berkepanjangan. Kalaupun ada petugas sampah, jika orang - orang masih buang sampah seenak perut, tempat kita akan selamanya tak enak dipandang, seperti gadis cantik yang mukanya tercoreng arang. Itulah perumpamaan untuk tempat indah yang tercemar sampah." Ayu tampak serius dengan ucapannya, Sahman menatapnya tanpa berkedip.
" Terima kasih atas sarannya gadis Cantik..Kelak kita usahakan biar wajahnya tidak tercoret arang sedikitpun.
Malah kita akan usahakan biar wajah cantiknya dikasih make Up pengantin, biar kecantikannya makin sempurna. He...he..." Kekeh Sahman Maulana.
Ayu tersipu, hingga pipinya kemerah- merahan." Abang sih, orang ceritanya tempat wisata, Abang larinya kepengantin." Protes Ayu menutupi kecanggungannya.
" Ayu juga yang mulai duluan, tahu Abang kesini membicarakan hubungan kita, Eh Ayu bawanya ke Desa wisata. Kan Ayu juga yang menghubungkan, ngak salah juga Abang lanjutkan. Gimana? sudah siap jadi pengantin wanitanya Maulana?"
Tanyanya memberanikan diri.
Ayu terdiam dengan jantung dag Dig dug,
bagaimana bisa semudah ini lelaki didepannya mengucapkan permintaan seberat itu, seperti tak ada rasa atau beban mengucapkannya, tidak seperti lelaki lain yang gerogi melamar gadisnya.
Ia tahu Sahman orang lapangan, pria itu juga singa podium, tapi kalau urusan menyatakan cinta tak semudah itu juga. Tiba- tiba hati Ayu diselimuti keraguan. Ia teringat kembali pada kegagalan- kegagalan cintanya dimasa lalu, lalu Bayangan Raja Sahman yang menitikkan airmata semalaman kembali berputar- putar dikepalanya, Keringat Ayu bercucuran, kepalanya pusing, matanya menggelap. Detik berikutnya ia pingsan ditempat duduknya.
Sahman Maulana tercengang beberapa detik, melihat gadis didepannya terkulai lemas di sofa. Ada perasaan takut disalahkan orang tuanya. Sahmanpun berusaha untuk tenang. Membawa Ayu kepangkuannya. Meletakkan tangannya dipuncak kepala berbalut kerudung itu, lalu membacakan Alfatiha, Ayat kursi dan Surat Yasin yang bunyinya" Alam Ahhad ilaikum ya Bani Adama Alla ta'budussaiton, Waani' buduni Haza sirotimmustaqim... lalu ditutup dengan Alfalaq dan Annas.
Sahman hanya mencoba saja, dan ternyata itu berhasil, Ayu membuka matanya, tapi disudut matanya ada titik airmata. Sadar dia ada dipangkuan Maulana, ia berusaha melepaskan diri.
" Maaf...Abang hanya panik Ayu pingsan, Abang coba bacakan Ayat- ayat pendek, syukurlah Ayu sudah sadar. Bukan maksud menyentuh Ayu sembarangan.
" Mhu...Tak apa bang...Ayu tahu, tadi Ayu pusing sekali, taunya sudah tak sadarkan diri. Sahman yang melihat Ayu masih lemah dan suaranya serak, ia segera menuangkan air dari teko yang dimeja kegelas, menyerahkannya pada Ayu.
" Minumlah dulu! Siap ini ada yang mau Abang tanyakan pada Ayu, kali ini Ayu harus jujur." Ucap Sahman lirih.
Ayu mengangguk dan lalu minum.
Melihat Ayu yang mulai segar. Sahman berfikir sejenak bagaimana memulai pertanyaannya. Merasa belum siap dan takut Ayu Shok lagi, Sahmanpun berdiri dari duduknya.
" Ayo kita melihat Ayah dan ibu membelah pinang, Abang pengen lihat kondisi taman belakang. Apa boleh? - Sahman Maulana.
Ayu menarik nafas berat. Perasaannya kembali dipenuhi dugaan. " Apa yang mau dipertanyakan ya padaku? kenapa kali ini tersihat sangat berhati- hati? Apa masalah hubunganku dengan suami tak terlihatku ? Apa ia bisa melihatnya seperti Aku?" Batin Ayu berkecamuk dengan berbagai dugaan, entah mengapa
terasa ada batu besar menghimpit kalbunya, perasaan takutpun ada juga, takut pria ini meninggalkannya, kalau tahu yang sebenarnya.
Disisi lain hatinya, ia juga berat meninggalkan suami Jinnya yang sudah menjadi bagian dalam hidupnya. Perasaan itulah yang seperti batu besar yang menghimpit batinnya.
" Gimana ? ngak boleh? " tanya Maulana yang membuyarkan lamunan Ayu.
" Eh...Boleh...Ayo kita kesana. Dibelakang cukup sejuk. Dibelakang cukup banyak bunga, Ada pohon mangga udang yang dan mangga apel yang sedang berbuah,
Nanti Ambilkan buat Ayu ya. Abang bisa manjatkan?" tanya Ayu sembari menelan liurnya, membayangkan makan manngga Apel yang diambilkan oleh Maulana.
" Bisa juga...Paling ngak bisa matahin rantingnya! He...He...Ayu yang benar saja,badan Abang Bodyguard begini, masak tahan manjat mangga. Tapi baiklah...Abang akan mengambilkannya dengan cara apapun." Janji Sahman seraya berjalan kedalam.
" Adik yang duluan ya! Biar Abang yang mengikuti, Abangkan belum hafal jalan. " usulnya kemudian.
Ayu pun mengangguk, lalu berjalan terlebih dahulu.
Dibelakang rumah, sesuai cerita Ayu, memang ada tamannya, juga tempat penjemuran padi berlantai semen, berukuran 4x 7. Ada juga pondok kecil tempat santai untuk berteduh menghalau burung saat menjemur. Sahman duduk dipondok itu. Memandang sekeliling.
Mencari pohon mangga yang disebut Ayu dengan matanya.
Sungguh belakang rumah orang yang paling bersih dan nyaman yang pernah kulihat. Bunga - bunga tersusun rapi ditaman sebelah kanan. Sedang sebelah kiri, Ada tanaman sayuran yang dipetak dengan baik, seorang lelaki setengah baya, sedang Asyik memperkuat junjungan timun dan japannya.
Sedang ditengah penjemuran ada jemuran. Bu Aini sedang menyusun pinang yang sudah dibelah.
Diujung penjemuran, terdapat kolam ikan dengan pohon mangga Disetiap sudut. Tidak salah gadis ini menuntut kebersihan dan keasrian, serta memberi kritik tempat wisata daerahnya. Taman ini bebas dari sampah. Dua tong sampah besar nampak tertutup rapi.
" Kalian sudah datang? Tanya Bu Aini sadar ada langkah yang mendekatinya.
" Iya Bu...Ayu ingin mangga, apa boleh Sahman Ambilkan? " tanya Maulana.
" Tentu...Ambillah semau kalian, bawa untuk oleh- oleh kekota juga! itu sudah ada yang matang, barang kali sudah ada yang jatuh. " Jelas Aini.
" Bang...Ayu ngak mau yang jatuh, maunya yang Abang ambil langsung! " Seru Ayu dari pondok. Sahman hanya tersenyum, sembari berjalan menghampiri pohon itu.
Sahman berhasil memilih mangga yang mengkal sebanyak setengah keranjang. Ia membawanya pada Ayu.
Ayu menepukkan disisinya, memberi kode untuk Sahman duduk. Mengerti maksud Ayu, Sahman segera mengupas mangga untuk Ayu dengan pisau yang ada dipondok itu.
Ayu memakan mangganya dengan lahap.
Mangga yang belum masih mengkal itu sepertinya begitu manis bagi Ayu.
Sahman merasa ngilu melihatnya, tapi ia tetap mengupasnya dengan sabar.
" Krak....Ayu bersendawa setelah makan mangga.
" Ayu hamil anak raja Jin Itu? " tanya Sahman langsung, membuat wajah Ayu memucat seketika.
" A...apa Abang melihatnya juga? " tanya Ayu gugup.
" Abang tak bisa melihat dengan mata seperti Ayu. Tapi mata hati Abang melihatnya begitu, itu benarkan ? hubungan kalian sudah sejauh itu! " ujarnya Maulana Apa adanya. Ia ingin Ayu jujur, karna Ayu adalah gadis yang sudah ia pilih dengan hatinya, untuk masa depan, kejujurannya sangat penting bagi pria itu.
Bersambung?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 50 Episodes
Comments