Tiga bulan sudah Gwen pergi meninggalkan Jakarta, banyak perubahan yang sudah terjadi. Ernest masuk sekolah pilot di Filipina, Erich kuliah di Universitas Queensland di Australia mengambil jurusan hukum, Gibran naik tingkat ke tingkat SMA, saat ini kepengurusan cafe di serahkan sepenuhnya kepada Gibran.
Sedangkan Ezra sendiri baru akan mulai kembali menata hidupnya, ia memilih untuk meninggalkan Jakarta, kota yang telah memberikannya banyak kenangan indah bersama Gwen, Ezra akan memulai lembaran barunya di Los Angeles, California.
"Abang yakin mau ke L.A?" tanya Felly memastikan keputusan yang di ambil oleh putra sulungnya, ia berharap Ezra mengurungkan niatnya untuk melanjutkan pendiridikannya di L.A, selain takut kesepian karena kedua anak kembarnya telah pergi kuliah ke luar negeri, Felly juga takut terjadi apa-apa pada Ezra.
"Mama tidak perlu khawatir, abang baik-baik saja." Ezra menggenggam tangan mamanya, meyakinkannya jika dirinya pergi dari Jakarta benar-benar untuk kuliah.
"Lalu kapan Abang berangkat?"
"Setelah visa Abang jadi, harusnya sih minggu-minggu ini sudah jadi" jawab Ezra, rencananya ia akan meneruskan pendidikan S2nya di University of Southern California, jurusan bisnis.
"Mama antar ya" Felly ingin memastikan tempat tinggal putra sulungnya aman dan nyaman, selama ia menempuh pendidikannya di California.
"Jika mama mengantar aku, lalu papah sama siapa? bukankah papa lagi sekolah pendeta HKBP? Aku baik-baik saja mah, percayalah!" Ezra, kembali menyakinkan mamahnya jika dirinya baik-baik saja.
"Iya sudah kalo begitu, mama ke bawah dulu ya. Mama mau buat makan malam, kamu mau makan apa?" tanya Felly.
"Apa pun yang mama masak pasti akan Abang habiskan semuanya" Ezra tersenyum kepada mamanya.
"Ya sudah" Felly pun turun ke dapurnya, mulai membuat makan malam untuk anak dan suaminya.
Sambil mengaduk sup buatannya, ia menghela nafas beratnya. Bukan hanya kondisi Ezra saja yang menjadi perhatiannya, Felly juga memikirkan kondisi Gwen. Sepekan lalu Ghaizka mengabari Felly jika Gwen kembali masuk rumah sakit karena terkena tifus dan asam lambung, hal ini tentu membuat Felly terpukul, pasalnya ia telah menganggap gadis cantik itu seperti anak kandungnya sendiri.
Ghaizka meminta Felly untuk tidak memberi tahu kondisi Gwen kepada Ezra, karena Ghaizka tak ingin membuat Ezra khawatir dan nekat menyusuli Gwen ke Osaka.
"Bagaimana kondisi Gwen?" tanya Rey, ia menghampiri istrinya yang tengah melamun di dapur.
"Puji tuhan Gwen sdah keluar dari rumah sakit dua hari yang lalu, namun masih dalam tahap pemulihan" ucap Felly, ia menundukan kepalanya.
"Rey, aku tidak tega mendengar Gwen jatuh sakit hiks..." tangis Felly dalam peluka suaminya.
"Aku sempat menghubungi Galen, mengutarakan niatan Ezra untuk menikah di luar negeri, seperti dugaanku mereka berdua dengan tegas menolaknya. Kita tidak bisa berbuat apa-apa selain mendoakan yang terbaik untuknya, aku pun juga sangat menyanyangi Gwen, aku sangat sedih mendengar Gwen jatuh sakit" Rey mengusap air mata Felly dengan jarinya.
"Aku janji setelah Ezra pergi ke L.A kita jenguk Gwen ke Osaka" Rey membelai wajahnistrinya menenangkannya agar istrinya tak bersedih lagi.
"Jangan nangis, nanti Ezra melihatnya. Dia akan mengira jika aku memarahimu, padahal aku tidak pernah memarahimu" Rey teringat jika Ezra pernah marah terhadap Rey karena melihat mamanya menangis, Ezra mengira jika Rey memarahi mamanya, tapi ternyata Felly menangis karena menonton drama korea.
"Sekarangkan Ezra sudah dewasa, ia tidak akan seperti itu lagi" Felly mulai tersenyum.
"Sama saja, semua anak-anak kita selalu membelamu. Tapi wajar saja, karena kamu satu-satunya ratu di rumah ini" Rey mencium kening felly, ia membantu istrinya menyiapkan makan malam.
Setelah keluar dari kantor Galen, Rey jadi memiliki banyak waktu untuk bersama istrinya dan juga untuk beribadah. Selain itu ia bisa mendukung dan membantu bisnis baru istrinya di bidang kecantikan, Felly baru saja membuka tiga cabang klinik kecantikan.
Osaka
"Bang ezra, Bang Ezra, Abang..." Gwen tersentak, ia terbangun dari mimpinya bertemu dengan Ezra.
'Jika mimpi lebih indah, rasanya aku tidak ingin kembali ke dunia nyata yang menyakitkan' gumam Gwen, hati dan pikirannya masih saja terus tertuju pada Ezra.
Ia mengambil termometer infrared di atas mejanya, kemudian ia mengukur suhu tubuhnya.
"38°" Gwen menaruh kembali termometernya.
Meski suhu tubuhnya belum normal, ia tetap memaksakan dirinya untuk ke kampus karena hari ini merupakan hari di mana ia menjalankan tes wawancara. Setelah bersiap, ia bergabung bersama mommynya untuk sarapan.
"Kamu mau ke mana sayang? kok jam segini sudah rapih?" tanya Ghaizka heran, padahal ia baru saja akan membawakan sarapan untuk putrinya ke kamarnya.
"Aku mau ke kampus mom, hari ini kan ada tes wawancara" jawab Gwen sambil tersenyum untuk menutupi rasa lemas di tubuhnya, agar mommynya tak begitu mengkhawatirkan dirinya.
"Tapi gwen, badanmu masih demam, Mommy bisa meminta dispensasi sampai kamu benar-benar pulih" Ghaizka memegang kening putrinya dengan telapak tangannya.
"Tidak usah Mom, ini kan hanya wawancara sebentar" Gwen duduk di meja makan, meski ia masih merasakan pahit di mulutnya, namun ia tetap memaksakan untuk menelan makanannya beberapa sendok agar dirinya bisa minum obat.
Setelah sarapan, Ghaizka mengantar putrinya ke kampus.
"Maaf ya mom, aku jadi merepotkan Mommy" ucap Gwen.
"Kamu ini bicara apa sih Gwen, Mommy tidak pernah merasa di repotkan olehmu."
"Harusnya Gwen bisa survive di sini sendiri, jadi Mommy bisa kembali ke Jakarta, gara-gara gwen Mommy dan Daddy jadi LDR" Gwen merasa tak enak dengan mommynya karena terus menerus merepotkannya, mengurusi dirinya yang sering jatuh sakit.
"Itu tidak masalah buat kami, bagi kami yang terpenting kamu dan Gibran." Ghaizka menepikan mobilnya diparkiran kampus putrinya.
"Mommy tidak perlu menungguku, nanti aku akan pulang sendiri" Gwen mencium tangan Ghaizka.
"Tapi gwen.."
"Aku baik-baik saja, mommy pulanglah" Gwen mencium pipi ghaizka kemudian ia turun dari mobil Ibundanya.
Gwen menelusuri ruangan demi ruangan di kampusnya, ia mencari ruangan tempat dirinya akan menjalani tes wawancara.
"Awww" Gwen terjatuh karena tali sepatunya terlepas dan terijak olehnya, sesaat ia teringat pada Ezra yang selalu mengikatkan tali sepatunya.
"Huft.." Gwen menghela nafasnya, ia mencoba mengusir rasa kesedihannya setiap kali mengingat tentang Ezra, ia mengikat kembali tali sepatunya hingga benar-benar kencang.
"Daijoubu desu ka?" seorang pria mengulurkan tangannya, Gwen pun menerima uluran tangan pria tersebut dan berdiri kembali.
Gwen melihat wajah pria tersebut seperti wajah asli orang Indonesia.
"Thank you. Sorry, Where do you come from?" tanya Gwen dengan sopan.
"I'm from Indonesia."
"Perkenalkan saya Gwen, terima kasih sudah menolongku." Gwen mengulurkan tangannya.
"Sama-sama, nama saya Fahri" Fahri menerima menjabatan tangan Gwen.
"Sepertinya kamu mahasiswa baru di sini? ada yang bisa aku bantu?" Fahri menawarkan bantuan kepada Gwen.
"Aku mencari ruangan tempat tes wawancara untuk mahasiswa baru"
"Oh itu di sana. Kamu lihat kan banyak mahasiswa baru yang berkumpul di sana." tunjuk Fahri.
"Mari aku antar?" Fahri menawarkan dirinya untuk mengantar Gwen.
"Tidak usah, aku tidak ingin merepotkan Kak Fahri."
"Aku sedang tidak sibuk, ayolah aku antar nanti kamu terlambat" ucap Fahri.
Gwen pun menganggukan kepalanya, kemudia ia berjalan mengikuti Fahri ke tempatnya wawancara.
"Nanti namamu akan di panggil, aku tinggal ya. Good luck!!" Fahri pergi meninggalkan Gwen.
"Sekali lagi terima kasih ya kak."
Baru menunggu beberapa menit, Gwen merasakan pusing di kepalanya, suhu badannya kian meningkat.
'Ayo Gwen semangat, kamu pasti bisa melewati ini!!' Gwen menyemangati dirinya sendiri.
Setelah satu setengah jam menunggu tibalah giliran nama Gwen yang di panggil, dengan rasa percaya diri, Gwen melangkah masuk.
Kurang lebih dua puluh menit berada di dalam, gwen mampu menjawab semua pertanyaan dengan baik, Gwen pun keluar ruangan, saat ia baru saja menutup pintu ruangan.
Bruuuggg...
Gwen terjatuh pingsan, untung saja Fahri berhasil menangkap tubuh Gwen sehingga tubuh Gwen tidak jatuh ke lantai. Fahri langsung membawa Gwen ke klinik yang masih di sekitaran kampus.
Setelah Gwen mendapatkan pertolongan pertama, dokter menyarankan Fahri untuk membawa Gwen ke rumah sakit, namun Gwen menolaknya.
"Aku ingin pulang saja" Gwen mengambil handphonenya, ia meminta Mommynya untuk segera menjemputnya.
"Baiklah, aku kan menemanimu sampai orang tuamu datang menjemputmu" ucap Fahri, Gwen mengangguk lemah.
Dua puluh menit kemudian Ghaizka pun datang, dengan wajah yang sangat cemas.
"Bagimana kondisimu nak? tadikan Mommy sudah bilang jangan ke kampus dulu." Ghaizka benar-benar mengkhawatirkan putrinya.
"Aku baik-baik saja Mom, pulang yuk" ajak Gwen.
Sebelum pulang Gwen dan Ghaizka tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Fahri yang telah menolongnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
༄༅⃟𝐐✰͜͡w⃠🆃🅸🆃🅾ᵉᶜ✿☂⃝⃞⃟ᶜᶠ𓆊
apakah 🤔🤔🤔🤔
2021-10-13
0
oen
tdk ada yg dpt memisahkan gwen dan ezra krn sejatinya mereka ditakdirkan bersama.
2021-10-03
1
AH hhhhh
semangat Thor..
Next
2021-10-03
0