♥♥♥
Memandang gedung pencakar langit menjulang tinggi dihadapanya dan menghembus napas pelan untuk menangkan hatinya kemudian bergegas masuk kedalam gedung.
Betul saja pandangan tertuju padanya dengan tatapan penasaran, takut atau tidak suka mereka berikan dan ada juga yang tersenyum saat melihat kedatangannya.
Luna merasa tidak nyaman dengan suasana kantor yang begitu mencekam menurutnya, ia berharap bisa kembali ke awal dia masuk kerja, mereka tidak pernah mengenalnya.
"Luna". Panggil Karin dari tempatnya.
"Karin". Sapa Luna.
"Apa kamu sudah baikan?". Tanya Karin
"Sudah, kamu bisa lihatkan. Aku baik-baik saja". Balas Luna memperlihatkan dirinya bahwa dirinya sehat.
"Syukurlah, sejak kejadian waktu itu aku sangat cemas".
"Aku juga mau terima kasih karena, kalau bukan kamu yang memberi tahu Mbak Rani. Entahlah apa yang akan terjadi nanti".
"Tentu saja, karena kamu adalah temanku".
Disaat obrolan mereka terjaga, Rani dan Lukas datang menghampirinya dengan guratan kebingungan melihat Luna berada dikantor.
"Luna, kamu kok berada dikantor. Bukannya Pak Reza menyuruhmu untuk tidak datang lagi kemari". Kata Rani bingung.
"Aku menolak, karena aku mau selesaikan masa kerja magangku yang tinggal 2 hari lagi". Ucapnya menghela. "Aku harus profesional sama kerjaan juga, jadi aku harap Mbak mengerti". Jelas Luna.
"Baiklah, Mbak Paham".
"Ayo kita keruangan, nanti Pak Fredi ngamuk kita belum masuk ruangan". Sahut Lukas beritahu.
Seperti biasanya Luna mengerjakan tugasnya meski hatinya tidak nyaman sejak Reza mengumum bahwa dirinya calon istrinya.
Luna mengecek semua data dikomputer dan berkas-berkas mejanya yang sudah menumpuk, karena saat ia tidak masuk Mbak Rani dan Lukas mengerjakan tugas Luna meskipun tidak semua karena tugas keduanya sama-sama menumpuk.
Pak Fredi menyuruh Luna untuk meminta tandatangan pada Reza dan dia sengaja menyuruhnya agar tidak cepat di acc karena meminta tandatanganya sama saja memberikan nyawa, selalu banyak yang ditimbang oleh Reza karena dia selalu detail melakukan sesuatu tanpa ingin ada kesalahan.
Luna berajak memasuki lift dan didalam ada beberapa karyawan memberikan senyum dan tatapan cukup mengganggu, namun ia tidak peduli karena dirinya disini untuk bekerja bukan mengoda siapapun.
Sampai dilantai tempat Reza berada, ia menemui Soni dahulu, "Mas Soni, maaf menggangu Pak Reza ada ditempat tidak saya bawa berkas untuk ditandatangan oleh beliau".
"Mbak Luna, tumben yang bawa berkas?".
"Nggak tahu, Pak Fredi yang suruh".
Soni menelpon, dan mendengar hanya anggukan dan satu kata 'Baik' sebagai jawabanya. Dan setelah selesai dia menoleh pada Luna.
"Masuk aja, Mbak Luna".
"Terima kasih".
Luna pun mengetuk pintu, "Permisi Pak", ucap Luna menoleh pada pria didepanya terlihat mempesona dwngan setelan Jas hitam garis-garis terlihat cocok dengan bentuk tubuhnya.
"Kata Soni kamu bawa berkas dari Pak Fredi yang mau saya tandatangan?". kata Reza menatap wanita didepannya yang terlihat gugup, karena untuk pertama kalinya dia masuk kedalam ruangannya dan itu buat Reza sangat senang.
Luna memberi berkas tepat dimeja Reza didepannya, "Ini Pak". sahut Luna
Reza pun mengecek terlebih dahulu berkasnya dan setelah selesai diceknya dia pun mentandatanganinya dan memberikan kembali. "Terima kasih". Saat Luna beranjak dari tempatnya sebuah suara menghentikan.
"Nanti malam Mbak Sarah dan Mas Abdul ajakin kita malam dirumahnya, kamu bisa?".
"Bisa".
"Nanti kita pulang bareng aja".
"Tapi Luna mau kehotel dulu, Rara dan Abel mau ajakin Barrack pergi".
"Emang harus sekarang? Terus makan malamnya?".
"Tetap jadi, lagian mereka cuma mau ajakin ke mall aja biar Barrack nggak bete dihotel".
"Nanti kamu hubungi aku, kalau sudah selesai kita berangkat jam tujuh".
"Iya aku hubungi. Kalau gitu aku permisi dulu".
Reza hanya tersenyum mengangguk kecil dan melihat kepergian Luna dari pandangannya.
Aku harus cepat-cepat mengikatnya. Batin Luna.
•••
"Ayolah kak aku ingin keliling Jakarta, ini untukku yang kedua kalinya kesini". Ucap Barrack dengan logat bule meski dia fasih dalam ngucapakan 'Bahasa' karena dia sangat menyukai negara ini meski tidak lahir ataupun dibesarkan disini.
"Baiklah akhir pekan, karena aku harus menuntaskan masa magangku 2 hari ini". Balas Luna mengelus lengan Barrack yang terlihat cemberut karena bosan berada dihotel seharian.
"Yeah, I know". Keluhnya.
"Ayah kemana? Aku tidak melihatnya". Luna mencari semua sudut ruangan tapi tidak melihat sosok Gerraldy dimana-mana.
Ternyata memang sangat bosan bila berada dikamar atau tempat seharian tanpa aktifitas. Luna mengajak Barrack ketempat
"Tadi dia bilang mau bertemu teman lamanya?".
"Benarkah? Siapa?".
"Entahlah".
Karena tidak ingin mati bosan berada dihotel akhirnya, Luna megajak Barrack kesuatu tempat keluar dari kamar dan turun kebawah, saat berada dilobby Luna bertemu dengan sosok pria dimasa lalunya, yaitu Aldo.
Berdiri dimeja resepsionis seperti sedang mencari info tentang seseorang yang berada dihotel, untung mereka tidak bertemu atau berpapasan karena hanya Luna yang menyadarinya karena dia sedang sibuk dengan pegawai wanita itu.
Dia sedang apa dihotel? batin Luna.
"Kak, mau kemana?". Sahut Barrack menghentikan lamunan Luna.
Luna menoleh kaget, "Ah! Nanti juga kamu tahu".
Mereka pun berjalan keluar hotel dan melihat mobil Rara sudah berada didepan menyambutnya.
Bergegas masuk mobil.
Karena sebelumnya ia sudah menelpon agar temanya bisa menjemput dihotel.
"Hai, Barrack". Sapa Rara menoleh kebangku belakang.
"Hai". Balas singkat.
"Wah, Adik kamu cakep banget Lun?". Sahut Abel yang berada didepan samping Rara yang sedang menyetir.
Memandang binggung, "Jangan bilang kamu juga ngincer Barrack Bel?".
Sementara pria bule dihadapannya hanya bingung dengan ucapa ketiga wanita dihadapannya, karena Barrack belum begitu pasih dan belum mengerti banyak.
"Nggaklah, tapi kalau Barrack mau aku nggak akan tolak". Abel senyum mengoda kearah Luna yang tidak suka.
Ketiganya pun tertawa tanpa Barrack kebingungan.
"Aku nggak bisa lama, soalnya ada acara makan malam sama Mas Reza?".
"Siap Boss". kata Abel menoleh kebelakang kursinya.
•••
Memang ini bukan makan malam pertama untuk Luna, tapi ini makan malam setelah mereka memutuskan untuk pacaran, rasa seperti pertama kali mau bertemu dengan perasaan gugup dan berdebar-debar takut salah dalam penampilan ataupun sikapnya nanti.
"Ini kan bukan pertama kali kamu makan malam sama mereka?". Reza yang sedang mengemudi menoleh pada kekasihnya disamping, menenangkan kegelisah Luna sembari tadi.
"Aku tahu, tapi sekarang itu aku makan malam sebagai pacarmu, Mas?". Cerutu Luna.
Reza menggambil dan mencium lama tangannya lama dan masih menghadap badannya kedepan karena sedang menyetir. "Kan ada aku". senyum Reza masih memegang tangan Luna.
Luna hanya tersenyum dan menikmati pemandangan diluar jendela dengan bincangan-bincangan ringan bersama Reza, agar tidak terlalu bosan saat dalam perjalannya.
Mereka menelusuri perumahan-perumahan besar yang dan mewah, mobil memasuki perkarangan dimana seorang pria berseragam membuka gerbang.
Sebuah rumah mewah nan besar terpampang jelas dihadapan Luna, megagumi setiap design yang terlihat seperti sebuah istana dengan dominasi putih dan tiang atau pilar menjulang tinggi yang membuat rumah terlihat elegant.
Seorang pria keluar menyambut keduanya dengan sumbringah dan tak lama seorang gadis umur kira-kira 15 tahun pun ikut menyambut, dan mencium punggung Luna maupun Reza dengan senyuman dipipinya.
"Ayo masuk". Kata Abdul mengajak keduannya dan mengikutinya keruang tamu yang tampak besar dengan gaya vintage, terpajang sebuah lukisan-lukisan yang terlihat bersejarah seperti lukisan seorang wanita berpakaian kebaya sedang duduk elegant dengan senyum masamnya.
"Eh, pasangan kita. Untung makanannya udah selesai dibuat, special buat kalian berdua". Ejek Sarah buat kedua pasangan terlihat kikuk dan malu.
"Nggak usah repot-repot Mbak". Balas Luna
"Nggak repot kok. Kan bukan Mbak yang masak Mpok iyam". Jawabnya sambil memandang sekilas pada wanita beruban yang sudah selesai dengan acara masaknya.
"Sudah, hayu kita mulai acara makannya kasian lihat keduanya sepertinya sudah kelaparan karena perjalanan panjang mereka". Sahut Abdul melihat kearah keduanya terlihat lelah mungkin juga lapar.
Mereka pun masuk keruang makanan dan duduk dimeja besar berbentuk oval dan makanan terhidang dengan banyak menu seperti acara jamuan.
"Jadi kapan kamu kenalin Luna sama Ayah?", seru Abdul membuat Reza terhenti dari aktifitas makannya sejenak dan melebarkan kelopakkan matanya.
Masih diam.
Luna disamping hanya melihat bingung dengan rautan wajah kaku saat Abdul membicarakannya tentang ayahnya.
"Secepatnya_Mas". Reza sedikit kaku.
"Bagus kalau gitu lebih cepat lebih baik sebelum dia_", ucapnya terhenti.
"Luna! ayah sama adik kamu pulang dari Jerman?". tanya Sarah mengalihkan bincangan suaminya yang membicarakan mertuanya, dan melihat Reza sedikit kalut memang karena keduanya begitu tidak suka dengan sikap ayahnya yang selalu ikut campur.
"Iya, tapi cuma seminggu aja". Jawab Luna tahu kalau Mbak sarah sedang mengalihkan pembicaraan mereka tadi.
"Seminggu?". Gerutu Sarah, "Reza kamu harus cepat kenal dekat dengan calon mertua kamu mumpung masih ada dijakarta". Jelasnya.
Reza mengeratkan kan dahinya, merasa risih dengan sikap Sarah yang berlebihan karena dia selalu berpikir kalau dirinya tidak bisa melakukan apa-apa.
"Mas Reza, pekan ini akan bertemu ayahku". Seru Luna.
"Benarkan? Gitu dong Reza". Ujar Sarah.
Reza hanya senyum diam tanpa bicara, karena pikirannya mulai gusar. Dan terbayang kembali dimana dirinya dengan Lisa berhubungan, terus meninggalkan kekasihnya sedang hamil tepatnya mengandung Biboy anaknya sekarang.
Rasa penyesalan terus menghantuinya setiap saat dan pria tua yang sangat dibenci tidak ada tampak sesali perbuatannya sendiri dia hanya menikmati hasilnya dan tak dipungkiri dia juga sangat membayangi anaknya.
Mungkin acara makan malam ini tidak begitu baik untuk Reza yang terlihat diam dan dingin saat berada dirumah Abdul kakaknya, entah apa yang membuat dirinya terdiam tanpa ingin bicara sedikit pun saat Luna memandang cemas disampingnya.
"Mas! Bisa berhenti sebentar?". Tanya Luna menyentuh pelan lengan pria disampungnya terihat banyak pikiran.
"Ada apa?". Reza bingung.
"Biar aku saja yang menyetir kamu kelihatan lelah dan tidak fokus". Ucap Luna cemas.
"Aku nggak apa-apa kok". Reza berbohong dan mengelus lembut rambut Luna.
"Mas jangan bohong, aku dari tadi perhatikan kamu, kelihatan sangat gusar sekali".
Mobil berhenti dipinggir jalan.
"Maafkan aku".
"Maaf untuk apa?".
Tiba-tiba Reza memeluk kekasih hatinya dengan erat dan mencium aroma wangi ditubuh.
"Mas! Kamu kenapa? kalau memang mau cerita, aku siap dengarin?".
"Aku cinta sama kamu, aku nggak akan pernah tinggalin kamu"
"Aku tahu".
Luna mengelus punggungnya dan menenangkan hati pria yang masih memeluknya, yang terlihat aneh dan membuat Luna penasaran.
Setelah bertukar tempat duduk, sekarang Luna yang menyetir dan Reza duduk bersandar menengkan pikirannya dan mungkin merasa sedikit kantuk dalam perjalanan pulang Reza terlihat lelah dan tidur lelap karena ia tahu pekerjaanya begitu padat.
Sekarang Reza masih belum ingin bercerita tentang masalahnya mungkin saja butuh waktu, dan membuat Luna semakin bertanya-tanya apa masalah yang membuat Reza begitu terlihat kaku dan cemas saat membicarakan ayahnya.
Pikiran itu pun membuat Luna selalu terbesit setelah mereka sampai apartemen dan tetap senyum diam.
♥♥♥
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Li Can
semoga ayah luna dan atah reza sahabatan😁, muter2 ajja kehidupan luna
2021-05-02
0
Prince SuhoLee ❤
mudah"an kenalan lama ayah geraldy itu papanya reza
2020-12-18
3
Aqnez Bihgoliq
apa ayah Reza Milah milih status calon mantu?🤔🤔🤔🤔
2020-12-05
0