♥♥♥
Dua minggu sebelum magang berakhir kerjaan Luna semakin menumpuk, ia berjalan ke lobby untuk menggambil bingkisan dari Abel yang ia titip diresepsionis. Sudah mengambil bingkisan yang dilapisi kantong tas warna hijau ia melihat ketiga wanita sedang mengarah pandang tajam dan mengajak paksa dengan menarik tangannya kencang sehingga pergelangan tangan terasa sakit efeknya dan memasuki toilet lobby yang sangat sepi karena sekarang masuk jam kerja, sehingga hanya beberapa orang berlalu lintang dilobby.
"Sini kamu", seorang wanita dengan pakaian ketat membentuk letuk tubunya yang terlihat ramping menarik bahunya dan mencengkram kan kedua bahu Luna dan menyadari bahwa dirinya dalam masalah sehingga ketiga menatap tak suka kearah Luna dihadapanya.
"Ada apa, Mbak?", ucap Luna sedikit cemas dengan keadaan dirinya yang sudah dikelilingi ketiga wanita itu.
"Kamu yang nama Luna anak magang itu kan?", sentak wanita yang tahu siapa namanya dan apa masalahnya dengan dirinya.
"Iya", balas Luna singkat.
"Jadi benar ini guys, kita nggak salah tangkep orang", seru wanita dengan muka sangar menujuk wajah Luna tidak sopan menurutnya.
Luna tidak bisa mencerna ucapan ketiga orang dihadapannya ia masih terlalu bingung dalam situasi ini karena yang ia tahu, dirinya tidak membuat masalah ataupun mengajak ribut, ia cukup tahu diri dengan statusnya sebagai anak magang dikantor ini.
"Masih magang saja sudah melunjak, sampai-sampai mengoda Atasan segala biar bisa naik statusnya dari magang ke karyawan tetap. Benar-benar licik", wanita yang satunya bersuara.
"Maaf maksudnya, kalian menuduh saya mengoda Pak Reza". Luna masih sangat bingung dibuat ketiganya.
"Eria, Shella, tunjukin ponsel kalian sama ini orang", tuduh Novi. Mereka berdua pun mendekati Luna dan memberikan gambar yang terlihat jelas wanita turun dari mobil.
"Ini kan_". Luna masih membuka tiap lembar gambar diponsel milik mereka dan merasakan kecemasan ia takutkan selama ini dan sekarang itu terjadi.
"Sudah sadar sama kelakuan jelek kamu?". Oceh Novi sambil menompangkan kedua tangan didepan dadanya dengan tatapan merasa jijik kearah Luna.
"Tunggu, saya bisa jelaskan semuanya Mbak_". Bela Luna namun sebelum ingin menjelaskan tubuhnya sudah didorong kearah dinding lumayan keras membuat Luna merasakan rintihan kesakitan.
"MAU JELASIN APA LAGI INI UDAH ADA BUKTINYA". Bentak Novi kasar.
Luna pun hanya bisa diam mau menjelaskan saja susah. Yang ia lihat sekarang adalah tatapan kemaraha diketiga wanita itu terutama yang bernama Novi benar-benar yang tidak bisa diungkapkan seperti apa raut mukanya sekarang, ibarat Harimau siap memangsa kancil dihadapanya.
"Enaknya kita apakan ini Jalang satu", ucap Eria sampai melihat dari ujung rambut sampai kaki Luna.
"Kita kasih peringatan dulu, kalau bertingkah lagi kita habisin ini Jalang, aku acak-acak itu muka sampai nggak berbentuk". ancam Novi dengan muka merah akibat terlalu meluapkan emosinya.
"Kita kuy. lama-lama disatu tempat sama ini Jalang, buat aku gatel -gatel". ujar Novi merasa jijik.
"Ayo". ucap Shella sambil melempar pandangan tidak suka kearah Luna dan ketiganya pun pergi meninggalkannya sendiri tanpa rasa kasian.
Luna menatap dirinya dalam cermin dan meresa ia benar-benar bodoh, luapan emosi membuatnya semakin dangkal. Ia pun membasuh wajahnya dengan air yang begitu segar membuat hatinya mulai tenang dan manatap kemabali kearah cermin dan bersemu, "Kamu harus bertahan Luna, dua minggu lagi".
Tiba-tiba sebuah Chat masuk
Rani : Kamu ada dimana? Kata Lukas lihat kamu digiring Novi and Genk.
Luna : Lukas salah lihat kali, aku baru ambil bingkisan terus pergi keklinik.
Rani : Kamu sakit?
Luna : Kepala aku sedikit pusing.
Rani : Ya sudah kamu izin pulang biar Mbak bilang ke Pak Fredi kamu lagi nggak enak badan.
Luna : Iya terima kasih maaf ngerepotin Mbak.
Rani : Mbak khawatir sama kamu, jadi kamu harus banyak istirahat ya.
Luna : Iya Mbak.
Beberapa menit kemudian Reza menelpon tapi tak tahu harus menjawab apa. Terlintas kembali omongan tiga orang tersebut memperingatkan dirinya untuk tidak mendekati atasanya ini, hatinya merasa bimbang kalau ia pikir-pikir memang harus menghidarinya, tidak ingin membuat Reza dalam masalah karena ulahnya. Luna pun mengabaikan telpon yang terus berdering, aku untung ponselnya sedang dalam mode getar sehingga beberapa kali Reza menelpon tidak menganggu sekitar areanya.
Lunapun bergegas kembali keatas untuk mengambil tas, sesaat akan memasuki ruangan ia pun menghela napas pelan menetralkan pikirannya dan mengembangkan senyum manis, agar tidak terlihat menyedihkan mukanya yang terlihat suram. Rani menghampiri Luna dengan rasa khawatir yang jelas tergurat diwajah cantiknya, memeluk dan memberikan sebuah kantong plastik berisi roti.
"Kamu makan roti ini sebagai ganjelan perut kamu, terus minum obat dan istirahat yang cukup", Rani begitu khawatir dengan Luna.
Mendengar kekhawatiran Rani dengan cepat Luna memeluk perempuan dihadapannya dan menangis diam sejenak dan menyekap cepat air matanya agar tidak terlihat oleh Rani.
Rani menyadari ada sesuatu yang membuat Luna menjadi lebih muram seperti ini dengan mata lembab nya yang terlihat sayu.
Ketika Rani hendak mengucapkan sesuatu, Luna lebih dulu berpamitan dan meninggalkannya dengan banyak pertanyaan dipikiran. apa yang membuat perempuan yang sudah ia anggap sebagai adiknya ini terlihat muram tidak seperti biasanya. Dan melihat langkah Luna yang semakin jauh meninggalkan ruangan tiba-tiba sebuah telpon berdering diatas meja Rani. Masih dalam diam ia menyimak ucapan diujung telpon dan hanya mengucapkan dua sampai tiga kata yang ia respon dan berlalu begitu saya.
Apa hubungan mereka. Batin Rani.
•••
Luna tertunduk lesu pikirannya terus gelisah memikirkan kemungkinan yang akan terjadi, tapi hal itu membuat Luna semakin dilanda rasa gelisah. Hingga saat ini mulai melintasi benaknya kenapa hidupnya begitu kacau akhir-akhir ini. Semua kejadian dan orang-orang yang berkaitan dengan dirinya muncul begitu saja, tanpa diundang seperti sekarang. Sosok pria dengan kemeja biru muda dan celana jeans biru berdiri tepat dihadapannya, pria itu memberikan senyum kaku diwajah tampanya.
"Apa yang sedang kamu lakukan disini?", tanya Aldo memandang Luna dengan penuh harapan.
"Kamu nggak lihat ini halte. Tentu saja sedang menunggu bus datang", balas Luna dingin, untung disekitar halte tidak ada orang hanya ada ia dan seorang pria tua duduk diujung sambil membaca koran. Aldo tersenyum senang melihat tingkah Luna yang begitu menggemaskannya.
"Aku antar kamu pulang?", ajak Aldo.
"Nggak usah, bisa pulang sendiri", ketusnya.
"Benar-benar keras kepala", Aldo menarik tangan Luna dan membawannya kemobil, ia pun terus meronta-ronta tidak mau. Namun ia pasrah karena sekarang ia tidak begitu punya tenaga saat ini.
Hening.
Suasana dalam mobil benar-benar sangat hening. Dilihatnya Aldo terlihat tenang mengendari mobilnya dan membuat suasana terasa sangat canggung, sedikit merasa aneh bisa duduk kembali disampingnya setelah sekian lama tidak bertemu. Aldo yang dilihatnya sekarang berbeda dengan pria yang menyakitinya dulu, ia terlihat tampan dengan tubuhnya yang sedikit berisi dan ditambah senyumnya yang sudah lama tidak dilihatnya. Disaat Luna masih memandangi pria disampinya, tanpa disadari Aldo memerhatikannya secara juga.
"Sudah puas memandang wajah aku". Aldo menoleh pada Luna yang sontak mengarahkan pandangannya kembali kedepan. Luna pun merasa sedikit malu tanpa sadar ia terus melihat kearahnya.
Luna hanya berdeham tanpa membalas ucapan Aldo.
Ia menoleh keluar jendela dan bisa dilihat ini bukan jalan keapartemenya, dan sadar bahwa Aldo tidak tahu dimana dia tinggal sekarang.
"Tunggu ini bukan arah pulang", kata Luna memberitahu.
"Kamu nggak bilang dimana alamat rumahmu, jadi aku terus aja_".
"Turunin aku disini aja".
"Nggak, kita makan dulu".
"Aku bisa makan dirumah".
"C'mon Luna kita makan diluar, aku yang teraktir".
Luna belum menjawab, terdiam sesaat. perutnya terus berontak karena ingin diisi.
"Baiklah, tapi nggak pake lama".
"Siap".
Dan akhirnya mereka sampai dikedai Bakso langgan mereka dulu, masih seperti dulu letaknya namun sekarang tempatnya sudah bagus, luas dan bersih. Aldo memang tahu benar makanan kesukaan Luna, saat masih berpacaran mereka sering makan berdua disini tanpa Rara dan Abel karena mereka selalu ingin makan gratisan. Lunapun duduk diujung dan sementara Aldo memesan makanan pada pria yang sedang menuangkan kuah pada mangkuk didepannya. Luna pun tersenyum saat Aldo kembali ke meja mereka.
"Masih suka Bakso kan?", tanya Aldo sumbringah.
"Masih". Singkat Luna.
Untuk saat ini perasaannya begitu tidak bisa ditebak, melihat sikap Aldo yang sekarang seperti berusaha untuk membuat Luna mendekat kembali padanya. Tapi Luna tetap pada pendiriannya ia sudah melupakan masa lalunya dan tidak ingin menjalani kembali hubungan lagi. Hatinya sekarang sudah diisi oleh seseorang, tapi ia juga bimbang dengan hatinya sekarang disaat cinta baru datang, tapi banyak orang yang menghalangi.
Bakso pesanan merekapun datang, dengan ukuran besar untuk Luna dan ukuran sedang untuk Aldo. Melihat Bakso yang mengiurkan didepannya Luna ingin sekali langsung melahapnya tanpa panjang pikir, namun sekarang ia bersama Aldo sekarang merasa sedikit tidak enak. Ini berbeda dengan dulu yang tanpa sungkan ia langsung melahap bakso itu tanpa malu-malu dan rakus. Lunapun membelah tengah bakso setan ukuran besar, ditusuknya memakai garpu dan ia belah menggunakan sedok dengan perlahan namun pasti agar Bakso tidak terlempar dari mangkuknya.
"Enak?", seru Aldo menoleh pada Luna yang sudah menyuapkan Bakso kemulutnya.
"Hhhmm enak". Jawab Luna pelan karena Luna masih mengunyah Bakso didalam mulutnya.
"Makannya pelan-pelan", Aldo sambil mengelus rambut Luna lembut. Merasa sikap pria itu terlalu berlebihan menurutnya. Ia pun tersedak kuah Bakso yang dia makan.
"Uhuk..Uhhukk".
Dengan sigap Aldo memberikan teh hangat pada Luna dan langsung diminum habis karena rasa tidak enak didalam mulutnya. Kemudian Aldo mengambil tisu untuk mengelap ujung bibir Luna dengan tisu oleh tangannya.
"Ada kuah Bakso diujung bibir kamu", Aldo dengan santai menyentuh bibirnya. Sementara Luna hanya diam mematung dengan perlakuaan pria itu dihadapanya yang tak terduga.
Entah mengapa ia merasa ini sebuah kesalahan, tidak seharusnya dia berada dalam posisi seperti ini. Apalagi dia adalah pria yang sangat dia benci. Luna dengan cepat berdiri dan pergi meninggalkannya, sementara Aldo masih binggung dengan sikap Luna yang pergi meninggalkannya. Dengan cepat pula Aldo menyusul mengejar Luna, sebelumnya dia menbayar Bakso yang dia pesan lalu bergegas kearah Luna yang masih dipinggir jalan untuk menunggu taksi lewat.
"Kamu kenapa?", tanya Aldo.
"Dengan sikap kamu begitu. Kamu harap aku mau kembali lagi sama kamu. Kamu lupa apa yang buat aku benci sama kamu. Hah?".
"Aku tulus Lun, nggak ada maksud lain. Memangnya salah kalau aku masih mengharapkan kamu. Aku minta maaf".
"Jangan becanda Aldo, aku udah nggak ada perasaan apa-apa sama kamu".
"Kita masih bisa mulai dari awal".
"Aku nggak mau".
Taksi pun berhenti didepan Luna dan dengan cepat dia masuk kedalam mobil dan menyuruh supir untuk segera melaju. Aldo hanya terdiam melihat mobil yang ditumpangi Luna menjauh dari pandangannya. Marah, kecewa yang Aldo rasakan sampai-sampai tidak bisa berpikir lagi bangaimana cara agar dia dimaafkan oleh Luna.
♥♥♥
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Ririn Nursisminingsih
ayolah luna jg jdi cwek lemah....and mudah ditindass
2024-05-28
0
Sri Yanti
move on
2021-08-13
0
Rama Dani
bakso nya kok di tinggal
2021-06-02
0