"Luna, tolong photo copy dokumen ini". Mbak Rani memberi sebuah map dan diambil Luna. "Dua set ya, soalnya Pak Reza minta rekapan dokumen ini buat bandingan, pengeluaran bulan ini dan bulan lalu". Lanjutnya.
"Siap Mbak". Seru Luna semangat.
Dia pun berjalan mendekati mesin Photo Copy dan meletakkan dokumen diatas diatas mesin lalu dia tutup bagian atas mesin pelan, agar cetakan dokumennya tercetak rapih saat keluar dari mesin. Menunggu dua menit lamanya, dan Luna kembali memberikan Map yang tadi dia Copy dengan bersamaan dengan dua set yang sudah dia Copy juga.
Hari ini pun tidak banyak yang di kerjakan karena kata Mbak Rani, Departemennya akan sibuk saat di akhir bulan. Saat mereka harus merekap gaji semua karyawan dan pembayaran bulanan seperti PAM, PLN dan lain-lain. Itu sangat menguras otak dan tenaga mereka. Membayangkannya saja Luna sudah berat apalagi dia melakukan tugasnya itu nanti.
Biasanya saat jam istirahat tiba, Luna dan Mbak Rani akan makan dikantin. Dan Tapi tidak hari ini kami makan diluar, tempat yang tidak jauh dari kantornya. Mereka memasuki Restoran cepat saji, dengan antrian yang tidak begitu panjang mereka hanya butuh lima menit untuk menunggu.
Keduanya duduk diujung ruangan dekat dengan jendela, agar bisa melihat pemandangan sekitar atau pun cuci mata kira saja bisa lihat cowok ganteng lewat.
"Mbak Rani, udah kerja berapa lama disini?" tanya Luna memecahkan kehinangan sejenak.
"Sudah lima tahun". Jawabnya.
"Lama juga ya". Ucap Luna sembari menyuapkan Fried Chicken kedalam mulutnya dengan hati-hati.
"Kamu magang disini, karena kamu keinginan sendiri apa rekomendasi dari Dosen kamu? tahu sendirikan masuk kesini aja susahnya setengah mati, aku aja pernah ditolak dua kali sebelum akhirnya diterima". Cerita Mbak Rani bagaimana dia susah bisa bekerja diperusahaan ini. Memang beda kalau bekerja di tempat bagus dan biasa aja. Setiap perusahaan ada tingkat kesulitan berbeda-beda dalam menyeleksi calon karyawannya. Seperti halnya perusahaan ini.
"Dua kali?" tanyanya cepat. Rani hanya mengangguk kepalanya membenarkan, Lanjut Luna berjawab pertanyaan perempuan dihadapanya. "Saya kesini karena keduanya, Mbak. Rekomendasi dan keinginan sendiri, karena kakak saya dulu pernah kerja di sini juga". Ucapnya mengingat kakak Anggi yang amat dia sayangi. Dulu kakaknya selalu membanggakan diri sendiri karena bisa memasuki perusahaan ini. Bukan sombong. Tapi karena sesuatu yang amat sangat Anggi banggakan bisa lolos dan mengalahkan hampir seribu peserta yang melamar.
Tentu saja bangga. Luna bisa merasakan itu.
"Benarkah? Siapa namanya? Bagian apa?". Mbak Rani penasaran saking penasarannya.
"Namanya Anggita Lamia Gerraldy, dulu dia bagian Marketing. Mbak kenal sama dia?" jawabnya sambil memandang Rani yang tampak terkejut mendengar nama kakaknya lengkapnya di sebutkan.
"Jadi kamu adiknya Anggita? Ya Tuhan, kamu tahu Anggita itu teman seperjuangan Mbak saat masuk kesini, Luna". Kata Rani dan menghentikan acara makan mereka dan berfokus dengan obrolannya.
Rani pun menyentuhkan tangan pada Luna, dengan raut muka sedikit berkaca-kaca. Tidak menyangka akan bertemu dengan Adik temannya.
Luna tidak bisa berkata apapun dan melihat Rani yang cara memandangnya begitu tulus, dan sesaat perempuan dihadapannya ini meneteskan air mata. Yang entah kenapa Luna pun merasakan kesedihan didalam diri Rani.
"Mbak sedih banget saat tahu Anggita meninggal saat dia lagi hamil tua karena kecelakaan". Rani terisak menangis, Luna hanya bisa menenangankannya dengan menyentuh tangan Rani di depannya, Luna ikut sedih.
"Sebelum, dia memutuskan berhenti kerja. Anggita selalu mengajak Mbak makan, nonton dan shopping. Katanya kapan lagi kita bisa seperti ini. Di saat itulah Mbak merasakan ada yang aneh pada Anggita. Dan dua hari setelahnya Mbak malah mendengar berita Anggita meninggal". Katanya masih terisak tangisan kesedihan seorang temanya yang begitu tulus. Rani saat itu syok berat hingga dia tidak sanggup untuk berkata-kata. Terlebih tidak bisa menghadiri acara pemakamannya, karena Rani berada di luar kota.
"Kak Anggi beruntung punya sahabat kayak Mbak Rani". Ucap Luna yang juga meresakan kesedihan wanita itu.
Yang Luna sedihkan dia tidak bisa menemai kakaknya disaat-saat terakhir, saat kejadian kecelakaan itu Luna sedang sibuk sekolah karena akan menghadapi berita Kelulusannya. Tapi nyatanya dia mendapatkan kabar berita kalau kakaknya meninggal karena kecelakaan.
Luna dan Mbak Rani kembali kekantor karena jam makan siang selesai, karena mereka terlalu terbawa suasana dengan obrolan mereka, sampai-sampai makanan yang mereka pesan masih tersisa banyak. Keduanya membungkusnya dan melanjutnya nanti di ruang saat ada waktu.
•••
Tet Tet Tet
Suara bel terdengar nyaring, waktu menujukan pukul sebelas malam, Luna bergegas menghampiri pintu tanpa melihat monitor komputernya.
"Siapa sih malam-ma―", ucapannya terhenti saat Luna memandang pria itu di hadapannya dengan mata melebar mengejutkan. Siapa yang tidak kejut, melihat Reza, pimpinanya berada di depan pintunya malam-malam.
Dengan sedikit gugup Luna memberanikan diri untuk bertanya, "Pak Reza, ngapain malam-malam kesini?"
Reza belum merespon pertanyaan Luna, dia malah menatap kaget melihat penampilan Luna yang menurutnya Sexy memakai baju tidur Two-Piece warna hitam, bermotif bunga dengan panjang diatas lutut.
Melihat reaksi kaget pria didepannya itu Luna dengan sekejap menyadari dengan penampilannya memang sangat terbuka, dengan cepat bersembunyi untuk menutup tubuhnya di balik pintu, tidak kemudian memunculkan kepalannya di balik pintu runtuknya malu.
"Tunggu sebentar Pak". Katanya lalu berlari kekamar untuk mengambil kimono dengan motif yang sama dia kenakan untuk menutup bentuk tubuhnya.
Luna pun keluar dan membuka kembali pintu dan masih menemukan pria itu di depan apartemennya, dengan raut muka wajah canggung dan sedikit malu.
"Maaf saya ganggu tidur kamu, Biboy demam dan panggil-panggil nama kamu Luna". Ungkap Reza memberanikan membuka suaranya yang terdengar serak saat mereka masih dalam keadaan canggung.
Sial, batin Reza.
Luna mengerut keningnya, saat mendengar suara Reza sedikit serak. Lalu menghilangkan pemikiran aneh di otaknya.
"Ya ampun, saya kesana Pak". Ucap Luna merasa khawatir.
"Saya tidak enak repotin kamu". Kata Reza merasa bersalah harus mengganggu tidur Luna.
"Tidak apa-apa Pak, Ayo..." seru Luna menutup pintu apartemenya dan mengikuti langkah pria didepannya dan memasuki lift. Hanya butuh dua menit keduanya sampai apartemen Reza yang beda tujuh lantai dari tempat Luna.
Memasuki apartemen Luna melihat ke sekeliling ruangan, terlihat besar untuk seorang yang hanya tinggal berdua. Apartemen ini memiliki dua lantai berbeda dengan Apartemennya yang sederhana.
Reza pun mengiring Luna kelantai dua kamar dimana bocah kecil berada, dengan suara samar-samar dia bisa mendengar Bima menangis dan saat memasuki sebuah kamar dengan nuansa biru yang dipenuhi mainan anak-anak.
Luna melihat Ibu Sarah dan Pak Abdul yang sedang menenangkan Bima yang menangis merengek dan menggeliat sehingga Ibu Sarah sedikit kewalahan.
Tanpa permisi, Luna memasuki dan melangkah ke dalam kamar mendekati Bima dan mengambil bocah itu di gendongan Ibu Sarah. Luna begitu cekatan dan lihai meskipun belum berumah tangga atau memiliki anak.
"Cup, cup Bi sayang jangan nangis ya Tante Luna udah disini". Luna mengendong Bima dan mengusap lembut punggung bocah kecil dipelukannya. Entah kenapa saat melihat Bima menangis seperti tadi hatinya begitu sakit dan gundah. Seketika Bima berhenti merengek dan menangis meski sedikit terseguk-seguk.
Bima memeluknya erat seperti tidak ingin di pisahkan dan menunduk berhadapan di bahu Luna.
"Mommy... " lirih Bima, dalam gendongan Luna, bukan hanya ia yang mendengar lirihan Bima tapi juga Abdul, Sarah dan Reza di buat terkejut seakan Bima menganggap Luna adalah Mommy-nya yang amat di rindukan Bima.
Satu jam setelah merengek-rengek bocah kecil ini pun tertidur di pelukan Luna yang duduk di sofa samping tempat tidurnya.
Dengan perlahan Luna melangkahkan kakinya ke arah tempat tidur untuk membaringkan Bima agar tidurnya lebih nyaman dan tenang.
Reza datang memasuki kamar sambil membawakan teh hangat untuk perempuan ada di depannya, saat itu Luna sedang mengelus-elus rambut kepala Bima. Reza sembari tadi memperhatikan Luna dari ambang pintu.
Apa benar Biboy butuh sosok Ibu? Apa Luna adalah jawabanya, Pikirnya.
Dengan melangkah pelan mengarah Luna, yang sudah menyadari kedatangan Reza membenarkan posisi duduknya di atas ranjang. Terbesit kembali pikirannya saat Bima memanggil Luna dengan sebutan Mommy.
"Minum dulu tehnya". Kata Reza sambil menyodorkan cangkir teh pada Luna.
"Terima kasih Pak". Ucap luna menerima cangkir teh itu, dan meminumnya pelan merasa tenggorokannya kering.
Kehingan di antara mereka sesaat, Reza pun duduk di samping Luna dan mengarahkan pandangan ke Bima dan meletakan tangannya pada kening Bi memeriksa suhu panasnya. Sejak tadi Reza tidak tenang anaknya menangis histeris dan suhu badanya begitu tinggi, ia beruntung ada Sarah dan Abdul berada di aparteman kalau tidak Reza tidak tahu berbuat harus berbuat apa. Baby sitter belum mendapatkan.
"Demamnya udah turun kok, Pak. Jangan khawatir". Luna melihat Reza begitu khawatir dengan anaknya ini. Reza melirik sekilas pada Luna, wanita itu senyum membuat dirinya tenang terlebih dadanya berdetak tidak biasanya.
Kenapa jantungku begitu berdebar-debar saat melihat senyumnya.
Reza merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya, ia sudah lama tidak merasakan hal ini sebelumnya.
"Terima kasih kamu udah mau bantu saya, saya tidak tahu harus bilang apa lagi. Maaf juga karena anak saya, tidur kamu jadi terganggu". Ucap Reza melihat perempuan disampingnya yang masih menundukkan wajahnya, tanpa memandang Reza di hadapanya.
"Nggak apa-apa, Pak. Lagian besok kan weekend jadi nggak masalah kalau tidur larut malam juga". Luna memberanikan diri untuk memandang wajah Reza, perasaan canggung dan berdebar-debar karena untuk pertama kali setelah beberapa kali bertemu. Ini ada untuk pertama untuk mereka bisa berbicara lebih dekat apa lagi duduk berdampingan. Membuat hati Luna semakin tidak karuan.
Sumpah rasanya jantung aku mau copot. kalau liat wajah Pak Reza yang kelewat ganteng apalagi wangi parfum di badannya benar-benar menggoda dan pengen peluk dia. Pasti pelukable banget deh. Batin Luna berpikir mesum.
Luna menghapus semua pikiran negatif, meminum teh yang di pegangnya.
"Saya, nggak nyangka kalau kamu temannya Abel". ucap Reza mengalihkan topik pembicaraan, karena merasa sedikir awarkwad.
"Saya juga, ternyata Abel Adiknya Pak Abdul dan Pak Reza".
"Hm, dunia memang kecil, segala sesuatunya tidak ada yang menyangka".
"Pak Reza benar".
Kemudian hening kembali. Reza maupun Luna tidak tahu berbicara apa, tapi mengingat kalau Luna itu adalah karyawan magangnya. Dan berpikir akan jadi topik pembicaan Reza sekarang.
Beginilah sudah lama tidak berdekatan dengan wanita segalanya terlihat canggung. Padahal dulu Reza sangat pintar bicara dan gombal. Berbanding balik sekarang terasa begitu susah untuk berbicara.
"Bagaimana betah bekerja di perusahaan SJC?"
"Betah Pak, orang-orangnya ramah. Mereka sangat membimbing saya dalam bekerja. Saya pun banyak belajar dari mereka."
"Syukurlah, saya harap kamu bisa nyaman magang di sana. Karena banyak mahasiswa menyerah sebelum jadwal magang mereka selesai."
"Saya harap begitu. Semoga saja saya bisa sampai selesai magang di sana sesuai jadwalnya."
Luna maupun Reza tanpa sadar sudah cukup lama mengobrol, tanpa sadar Sarah datang menggangu obrolan mereka berdua.
"Ehm, maaf ganggu", godanya melihat keduanya langsung canggung seketika.
Luna pun bangun dari duduknya dan menghampiri Sarah. "Ada apa, Bu?"
"Luna panggil aja Mbak nggak usah Ibu". koreksinya.
Luna merasa tidak nyaman kalau bersikap sok akrab seperti itu, mereka baru kenal.
"Tapi―"
"Pokoknya nggak mau tahu kamu panggil Mbak, jangan Ibu." Sarah memaksa.
Maksa banget sih istrinya Pak Abdul.
"Iya-Mbak."
Sarah tersenyum senang. "Mbak bikin nasi goreng kamu lapar nggak?" Sarah menawarkan. "Reza, ayo kamu pasti lapar juga kan?" Masih di depan kamar menunggu jawaban Adik iparnya ini.
"Nggak Mbak, Reza mau jagain Biboy di sini". tolak Reza, membuat Sarah kecewa. Tapi bagi Luna, Reza sangat perhatian akan Bima. Dia begitu karena tidak mau meninggalkan Bima sendirian.
Suami idaman.
Sarah hanya mengganguk pelan mengerti, sekilas Luna mengarahkan pandangannya pada Reza, dan membuat keduanya saling bertatapan dan berlalu. Saat Luna dan Kakak iparnya meninggalkan kamar dan turun kebawah.
Reza kembali dalam renungannya, merasa perasaan hatinya berkecambuk.
"Perasaan Apa ini?" gunaman Reza.
Reza berbaring di samping Bima sambil meletakkan tangannya didada bidangnya yang berdebar-debar kencang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Mutia
koreksi + baca ulang thor
sedikir => sedikit
2023-02-10
0
Santy Mustaki
Luna adikx si Anggia.. artix...???🤔🤔
2021-06-11
0
Nunik Warsiah
semua novel yg saya baca, pasti ga ketinggalan menu nasi goreng,mau sarapan ataupun makan malam....
2021-06-04
0