Ica ingin langsung pulang, tapi ia tercegat dengan kedatangan orang di depannya. Ica semakin pusing saat melihat orang itu. Orang itu seperti terlihat sudah menunggu di parkiran dari tadi. Melihat Ica, penantiannya seperti berakhir dan menunjukkan wajah penuh harap.
"Ica, tolong bilangkan sama Bayu kalau saya ingin bertemu sama dia. Udah saya telepon dan chat tapi nggak ada jawaban dari dia," ujar Caca, orang yang mencegat Ica pulang karena ia melihat Ica juga ada di parkiran.
"Maaf, Mbak Caca, saya sudah izin karena sakit. Saya ingin langsung pulang. Jika Mbak ingin bertemu dengan beliau, silahkan ke resepsionis dan buat waktu janji untuk bertemu saat beliau senggang. Saya permisi dulu, Mbak," tolak Ica. Saat ingin melangkahkan kaki untuk ke tempat mobilnya diparkiran, tangan Ica ditahan oleh Caca.
"Ica, kamu tahu sendiri bagaimana permasalahan diantara kami. Mana mungkin saya masuk saja dan meminta resepsionis mengatakan bahwa saya ingin bertemu Bayu. Mana mau Bayu keluar menemui saya. Ica..., tolong bantu saya. Saya tidak ada niatan jahat, kok," ucap Caca bersikeras.
"Ya udah, saya cuma bisa chat Pak Bayu aja. Nanti kalau beliau marah, bilang aja untuk baca chat dari Raisa lebih dulu. Ini akan saya langsung chat, Mbak Caca masuk aja duluan. Langsung aja ke ruangannya Pak Bayu." Akhirnya Ica mengalah. Tak ingin juga memperpanjang pembicaraan karena Ica semakin pusing sekarang.
"Oke. Saya langsung masuk kalau gitu. Terimakasih atas bantuannya, Ica," ujar Caca seraya menjabat tangan Ica.
"Iya, Mbak. Senang bisa membantu," jawab Ica.
Kemudian, dengan bersemangat Caca masuk ke dalam kantor. Tidak kebayang jika ia tidak bertemu Ica. Mungkin, ia akan menunggu Bayu sampai jam kantor selesai. Mau menunggu jam makan siang, sekarang waktunya sudah lewat. Mau menunggu pun, jika Bayu tetap bersikeras untuk tidak mau menemui Caca, penantian Caca akan sia-sia. Ica melihat Caca keluar dari mobilnya saat melihat Ica juga ada di parkiran. Ica berasumsi, Caca sudah ada di sini cukup lama. Menunggu seseorang yang akan menghubungkannya dengan Bayu.
"Maaf, Pak. Saya tadi ketemu sama Mbak Caca. Sepertinya dia ingin berbaikan dengan Anda sampai menemui Anda hingga ke kantor. Jadi, saya biarkan dia masuk dan menyuruh langsung ke ruangan Anda. Saya tidak tega membiarkan Mbak Caca yang lelah menunggu Anda. Dia bilang, Anda tak kunjung membalas chat dan menjawab teleponnya. Jadi, saya lakukan yang menurut saya benar. Maaf jika saya lancang karena seenaknya saja membawa masuk orang. Jika Anda ingin marah, jangan lampiaskan ke Mbak Caca, tapi ke saya aja. Besok saya pasti masuk kantor, kok. Dan saya siap bertanggungjawab dengan menerima semua omelan Anda." Ica mengetik panjang lebar ke Bayu sebelum mengemudikan mobilnya, sesuai yang ia janjikan pada Caca.
"Apa yang akan terjadi kalau mereka berbaikan? Apa Pak Bayu akan ragu dengan menerima perjodohannya ini? Harusnya, mereka yang bersama. Aku nggak mau dibilang perebut cinta orang, atau orang ketiga. Apalagi, dilihat dari sikapnya, Mbak Caca orang yang susah untuk dihadapi kalau udah marah. Aku harus diskusi sama Bunda soal ini." Ica bergumam dalam perjalanan. Mengingat masih ada masa lalu Bayu yang belum diselesaikan dengan cara yang baik, ia semakin teguh untuk memberikan jawaban penolakan atas perjodohannya dengan Bayu.
Ica memang tidak pernah berpacaran, tapi ia tidak ingin merasakan sakitnya. Sakit hati jika membayangkan orang yang harusnya mencintai diri ini seorang malah mencintai orang lain juga di saat yang bersamaan. Ia bukan tipe yang dapat berbagi cinta jika hal yang paling buruk itu terjadi dalam rumah tangganya nanti. Mengingat sifat manjanya yang sebagian besar terbentuk karena hanya Ica seorang anak yang menerima cinta dari kedua orangtuanya. Ica hanya tidak bisa membayangkan saja.
Ica ini terlalu berpikir banyak soal apa yang akan terjadi dengan rumah tangganya nanti jika menikah dengan Bayu. Senang sekali menambahkan beban untuk kepalanya.
...----------------...
Kepala Ica makin pusing, badannya sudah dingin dan jemarinya seperti beku. Ia memang gampang sakit saat banyak pikiran.
"Assalamu'alaykum."
"Wa'alaykumussalam warahmatullahi wabarakatuh, Non. Udah pulang, ya? Mau Bi Yati bikinkan minum?"
"Boleh, teh manis panas ya, Bi."
"Siap, Non."
"Oiya, Bunda ke mana ya, Bi?"
"Ada di kamar, Non. Dari tadi juga di rumah aja, nggak ada keluar rumah."
"Ooh, gitu ya? Makasih infonya, Bi Yati."
"Sama-sama, Non."
Ica berniat ingin meminta sang Bunda untuk merawatnya, tapi ia urungkan niat itu. Pertama-tama, Manda pasti akan mengomelinya saat melihat Ica sudah pulang sebelum jam kantor. Lalu, jika dijelaskan kalau Ica sakit, pasti Manda akan khawatir berlebihan. Namun, saat Manda merawat Ica, satu hari saja sakit Ica sudah sembuh. Karena Manda merawat Ica dengan penuh kasih sayang.
Saat sudah disuguhkan teh manis panas yang ia minta, Ica segera mencari obat di kotak obat. Lalu, mencari roti tawar untuk memakannya dahulu sebelum minun obat. Perutnya kosong melompong, tidak ada makan malam semalam, sampai tidak sarapan dan makan siang hari ini karena tidak selera makan. Untuk kali ini, biarlah ia mengisi perutnya dengan memakan roti tawar untuk membuat obat yang ia minum lebih efektif. Ia sudah terlanjur bilang pada Bayu kalau besok ia pasti akan masuk kantor.
"Bi, kalau jumpa Bunda, tolong bilangin kalau Ica udah pulang dan lagi istirahat di kamar. Soalnya, Ica ngerasa badan mulai kedinginan, kayaknya Ica demam, nih. Tapi, bilang sama Bunda kalau Ica udah minum obat, jadi jangan terlalu khawatir."
"Ya ampun, Non. Iya-iya. Cepat sembuh, ya, Non."
"Iya, Bi. Makasih, ya. Kalau gitu, Ica ke kamar dulu."
Ica lupa kalau belum melaksanakan shalat dzuhur. Ia segera menuntaskan kewajibannya terlebih dahulu. Sekaligus bermunajat agar semuanya dipermudah dan Ica mendapatkan kesembuhannya untuk dapat bekerja besok. Meminta juga agar jawaban istikharahnya tentang menerima atau menolak perjodohan ini dapat cepat ditunjukkan jawaban yang tepat.
Lalu, ia tertidur bersama rasa pening yang semakin terasa. Badannya yang dingin di dalam, demam di luar. Sering kali Ica terbangun setiap beberapa menit terlelap. Tak lama hal itu berulang terus, tangannya terasa hangat, digenggam oleh sang Bunda. Ia jadi lebih tenang saat bundanya menemani di saat sakit seperti ini. Tidurnya pun menjadi pulas, sebab Manda langsung mengkompres Ica.
Ica yang sudah terbangun setelah beberapa saat tertidur pulas itu masih melihat Manda ada di sampingnya.
"Makasih banyak, Bunda, karena udah mau ngerawat Ica. I love you, Bunda," ucap Ica lirih.
"I love you too, Sayang. Kamu istirahat aja, ya. Nanti kalau udah mendingan, makanan yang bunda taruh di meja nakas samping tempat tidur kamu makan, ya, Sayang. Syafakillah. Semoga cepat sembuh." Manda menanggapi dengan penuh cinta. Lalu, ia mengecup kening sang putri dan mengelus rambutnya sampai Ica tertidur kembali.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments