Pria Menyebalkan

Wisuda adalah hari yang paling ditunggu-tunggu oleh setiap mahasiswa, tak terkecuali Raisa Humaira Arshad. Putri tunggal Arshad grup yang akrab disapa Ica itu telah menyelesaikan masa studi sarjananya di fakultas pertanian. Dan hari ini adalah hari wisuda yang selama ini ia nantikan.

"Alhamdulillah, akhirnya kamu wisuda juga, Ca," celetuk Manda, bundanya Ica.

"Ya Allah, Bun, gitu amat sama anaknya. Gini-gini Ica juga serius tahu kuliahnya," jawab Ica menyombongkan diri.

"Iya iya. Kamu setelah ini harus lebih mandiri, ya. Kamu juga, 'kan, yang udah janji?" ucap Manda menagih janji.

"Iya, Bunda. Mulai besok deh langsung praktek untuk Ica biar lebih mandirinya. Bunda nggak usah bangunin Ica buat hari pertama Ica kerja besok. Biar hari pertama, tapi Ica pengen bangun tanpa bantuan bunda." Ica percaya diri sekali dengan kemandiriannya yang seolah akan meningkat karena statusnya yang sudah mendapatkan gelar sarjana itu.

"Kamu yakin? Biasanya kan selalu dibangunin bunda," ucap Manda ragu pada sang anak.

"Iya, Bun. Percaya, deh sama Ica. Tapi bunda bangunin buat sholat subuh kayak biasa, ya," ujar Ica meminta.

"Yah, sama aja kalau gitu, nggak mandiri. Bangun sendiri, dong, Ca," jawab Manda.

"Hmm, ya udah deh, nanti Ica buat alarm banyak-banyak dan tiap lima menit sekali bunyi waktu udah mau dekat adzan subuh, kayak biasanya. Udah, yuk, Bun. Kita foto dulu, di luar. Sekalian, rayakan hari wisuda Ica habis foto-foto nanti," ujar Ica. Mereka kemudian menuju keluar auditorium kampus, untuk berfoto bersama.

...----------------...

"Duh, Ica kemana, sih? Kok belum pulang, ya? Udah jam sepuluh malam, mana anak itu besok udah kerja, lagi. Mana ditelpon nggak aktif. Awas aja kalau udah sampai rumah kamu ya, Ca." Manda mengomel menghawatirkan anaknya.

Ica memang sudah meminta izin untuk pulang telat di hari wisudanya ini. Setelah makan bertiga dengan ayah dan bundanya, ia melesat pergi, katanya ingin merayakan wisudanya dengan seseorang. Manda dan Raka sudah tahu bahwa seseorang itu bukanlah pria, karena Ica sangat payah dalam urusan dengan pria. Seseorang itu bukanlah satu orang, ia mengunjungi pantai asuhan tempatnya biasa mengalihkan perhatian saat sedang stress karena suatu hal, tempat paling ampuh untuk melepaskan beban pikiran bersama anak-anak panti. Ia juga menjadi donatur tetap panti asuhan itu walau memakai uang ayahnya.

Untuk hari ini, Ica sudah menyiapkan uang sendiri yang telah ia tabung dari uang saku bulanannya. Ia membelikan banyak makanan untuk makan bersama anak-anak panti dan pengurusnya. Ica ingin anak-anak panti tahu kalau dirinya sudah wisuda dan mendapat gelar sarjananya. Dan ia ingin dirinya menjadi role model anak-anak panti untuk melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang yang lebih tinggi, sebisa mungkin. Bagaimanapun, pendidikan itu sangatlah penting.

"Duh, udah jam sepuluh lewat lagi. Aku sampai lupa waktu kalau udah main sama anak-anak. Bu, Ica pamit pulang dulu, ya." Ica baru melihat jam di tangannya, dan sudah melewati batas waktu ia biasanya harus pulang yaitu jam sembilan malam. Itupun ia sadar karena kebanyakan anak-anak panti sudah dijadwalkan untuk tidur, makanya ia melihat jam di tangannya.

"Ya udah, Nak Ica pulang aja. Jangan ngebut di jalan. Titip salam Ibu ke Tuan Raka dan Nyonya Manda," jawab Ibu pengurus panti yang diajak bicara oleh Ica.

"Oke, Bu. Bakal aku sampaikan ke ayah dan bunda. Ya udah, aku pamit ya, Bu." Ica kemudian menyalami Ibu pengurus panti itu dan menuju keluar panti memasuki mobilnya.

Setelah memasuki mobilnya ia menurunkan kaca mobilnya, kemudian Ica sedikit berteriak. "Assalamu'alaykum, Bu. Pulang dulu," ucap Ica tuk terakhir kalinya di hari itu.

"Wa'alaykumussalam, hati-hati, Nak Ica," jawab Ibu pengurus panti dengan sedikit berteriak juga. Icapun mengemudikan mobilnya lebih cepat dari biasanya.

...----------------...

"Duh, bawain bunda apa ya, biar nanti nggak dimarahi? Beliin sate padang aja deh, bunda kan suka banget sama sate padang. Nyogok dikit nggak papa kali, ya, wong sama bunda sendiri juga. Biar nggak dimarahi, hehehe." Ica berbicara sendiri seraya menepikan mobilnya di tempat jual sate padang di pinggir jalan.

"Mas, satenya dua bungkus, ya," ucap Ica pada mas penjual.

"Oke, Mbak, ditunggu, ya," jawab si mas penjual sate.

"Oke, Mas."

Jalanan sudah mulai sepi, hanya Ica yang menjadi pembeli si mas penjual sate. Ica pun membuka handphonenya sembari menunggu pesanannya selesai dibuatkan.

"Mbak, hati-hati main handphonenya, di sini rawan ada penjambretan." Seorang pembeli lain yang baru saja datang memperingati Ica. Ica hanya berdehem menanggapi tanpa menoleh ke arahnya.

"Mas, satenya satu bungkus, kayak biasa kuahnya dibanyakin." Pria yang memperingatkan Ica itu mengungkapkan pesanannya. Kemudian dibalas anggukan kepala oleh mas penjual sate.

Pria itu juga menunggu pesanannya selesai dengan duduk di bangku dekat Ica. Ia memperhatikan cara mas penjual sate itu mempersiapkan pesanannya.

Sejujurnya, Ica agak risih dengan pria yang duduk di bangku dekat Ica. Ia merasa terganggu karena mengira jarak mereka terbilang cukup dekat. Iapun menggeser kursinya untuk sedikit menjauh. Pria itu hanya menoleh dan tak mengacuhkannya. Lalu Ica melanjutkan memainkan handphonenya.

Srrreet

"Jambret!!! Jambret...tu hape saya." Ica berteriak kontan saat handphonenya diambil secara tiba-tiba dari tangan mungilnya.

Pria yang merupakan pembeli lain itupun berlari mengejar si jambret. Ica malah berprasangka buruk dengan pria itu.

"Wah, kayaknya mereka sekongkol nih buat jambret hape aku. Tadi cowok tadi juga ada peringatkan aku tadi. Eh, teman dia yang ambil ternyata. Modus mah peringatan yang tadi," batin Ica berprasangka buruk.

"Mbak, sih, dibilangin sama mas yang tadi buat hati-hati hapenya dijambret, eh nggak dengerin," ceramah mas penjual sate pada Ica.

"Iya, nggak papa, mas. Saya ikhlas kok, konsekuensi juga karena saya teledor," Ica menanggapi.

"Mas pesanan saya udah siap?" ucap Pria pengejar copet ngos-ngosan.

"Sebentar lagi, ya," dijawab mas penjual sate.

"Oiya, mbak ini hapenya. Untung sempat terkejar jambretnya tadi. Tapi sayangnya dia berhasil kabur waktu saya berhasil dapetin hape mbak. Mbak nggak mengira kalau saya sekongkol sama jambret itu, kan?" Pria itu mengembalikan ponsel Ica. Ica langsung beristighfar dalam hati karena telah berburuk sangka pada pria penyelamat hapenya itu.

"Mbak, makanya kalau dikasih tahu orang lain itu jangan ngeyel. Untung saya berbaik hati mau ngejar si jambretnya. Kalau mau ikhlasin itu bukan begitu caranya. Kasih ke yang membutuhkan. Dan mbak nggak usah berterimakasih ke saya, saya hanya melakukan kewajiban saya sebagai umat yang menolong umat lainnya. Oiya mas, ini pesanan saya kan? Saya ambil, ini uangnya dan kembaliannya buat mas aja." Pria itu menyudahi percakapan. Ica tampak kesal pada pria itu.

"Niat mau nolong nggak sih? Kok kayak gitu sih sifatnya, bikin badmood aja. Berapa mas totalnya?" ucap Ica kesal.

"Empat puluh ribu, Mbak."

Ica mengeluarkan uang seratus ribu rupiah, tidak ingin kalah dengan si pria songong tadi yang hanya menyerahkan uang lima puluh ribu.

"Kembaliannya buat mas aja," ucap Ica ketus.

"Alhamdulillah, rejeki nomplok hari ini. Terimakasih mbak," ucap mas penjual sate dengan girang.

...----------------...

"Assalamu'alaykum, Ica pulang," ucap Ica tak bersemangat. Manda yang ingin memarahi Ica jadi mengurungkan niatnya karena raut wajah sang anak.

"Wa'alaykumussalam. Kamu dari mana aja, Ca? Kenapa wajahnya ditekuk terus?" tanya sang bunda.

"Nggak papa, Bun. Nih, tadi Ica beli sate. Dua-duanya aja bunda abisin," jawab Ica kesal.

"Eh, kamu kenapa sih? Cerita dong sama bunda."

"Itu, tadi Ica ketemu orang nyebelin waktu beli sate. Tadi dia nolongin Ica karena hape Ica dijambret. Ica awalnya mikir dia kerjasama sama si jambret, tapi Ica langsung tepis itu, kok. Waktu dia balikin hape Ica, Ica malah diomelin. Terus dia nggak mau ucapan terimakasih dari Ica, lagi. Udah gitu, dengan sombongnya dia ngasih mas penjual sate uang lima puluh ribu katanya kembaliannya buat mas itu aja. Kayak mau nunjukin ke Ica kalau dia nggak mungkin jambret hape Ica karena dia orang yang mampu. Siapa juga yang nggak kesel?"

"Terus, terus?"

"Ica juga kasih mas penjual sate uang seratus ribu lah, kembaliannya buat mas itu. Ica tantang balik dia."

"Ih, nggak boleh gitu tahu sama orang yang nolong kamu."

"Abisnya, orangnya nyebelin, sih."

"Udah, udah lupain. Yuk makan satenya sama bunda."

"Nggak mau, udah bad mood."

"Yakin nggak mau? Seingat bunda, kamu kayaknya suka sate, deh. Bunda makan aja deh dua-duanya kalau kamu nggak mau."

"Eh, nggak jadi. Ya udah, Ica ikut makan."

Beginilah jadinya, Manda tak jadi memarahi Ica karena pulang larut malam. Selain karena sudah ada sate sebagai sogokan, ia mencoba memberi dukungan kepada Ica karena masalahnya. Mereka kemudian makan sate bersama dan Ica menceritakan kegiatannya di panti tadi dan menjelaskan mengapa ia pulang terlambat.

...----------------...

Episodes
1 Prolog
2 Pria Menyebalkan
3 Pria itu Bosnya?
4 Bos Menyebalkan
5 Sama-sama Egois
6 "Tukang Nguping"
7 Perhatian Kecil?
8 Menjadi Sekretaris Bos Galak
9 Sekretaris yang Buruk
10 Seminggu Jadi Sekretaris
11 Membangunkan Singa yang Tidur
12 Memasuki Pekan Kedua
13 Api Amarah
14 Diturunkan di Pinggir Jalan
15 Makan Malam Bersama
16 Mengutarakan Maksud
17 Tidak Ingin Beradu Argumen
18 Banyak Pikiran Sampai Sakit
19 Pahlawan Bayangan
20 Tidak Akan Mengubah Keyakinan
21 Jawaban Ica
22 Lebih Cepat Lebih Baik
23 Semakin Mengenal Satu Sama Lain
24 Mengenalkan Calon Istri
25 Semakin Dekat Semakin Ragu
26 Menyatunya Dua Keluarga
27 Setelah Pesta Pernikahan
28 Sudah Menjadi Seorang Istri
29 Istri Profesional
30 Sekretaris dan Istri Profesional
31 Rumor
32 Persoalan Panggilan
33 Kerja Sama
34 Menghabiskan Energi Lebih Banyak
35 Meluapkan Semuanya
36 Susah Tidur Jadinya
37 Perkara Shalat Subuh
38 Meluapkan
39 Tanggapan Brilian
40 Sikap Manis dari Si Galak
41 Mulai Akur
42 Terlihat Wajah Lainnya
43 Prioritas
44 Di Rumah Mertua
45 Berani
46 Bayu Berseberangan
47 Sakit Lagi
48 Menemani Istri Sakit
49 Salah Paham
50 Momen Sebagai Ica
51 Emosi
52 Tidak Akur
53 Menjaga Hati
54 Kembali ke Kantor
55 Wajar
56 Perhatian
57 Di Meja Makan
58 Obrolan Serius
59 Menjaga Jarak
60 Kebenaran
61 Galau
62 Diskusi
63 Perasaan Bayu
64 Penyelesaian Versi Bayu
65 Bebas
66 Berhenti Jadi Sekretaris
67 Mulai Membuka Hati
68 Tak Dapat Berpisah
69 Memastikan
70 Permulaan Cerita Masa Lalu
71 Perasaan yang Sama
72 Ketahuan
73 Menunda Untuk Menikah?
74 Kuat
75 Berbaikan
76 Berdua sejenak
77 Perjalanan Dinas yang Menyenangkan
78 Another Magic Word
79 Si Galak bisa Bersikap Manis
80 Sisi Romantis si Galak
81 Kencan
82 Sekilas Cerita Soal Masa Lalu
83 Tersenyum
84 Kekanakan
85 Tentang Nafkah yang Lain
Episodes

Updated 85 Episodes

1
Prolog
2
Pria Menyebalkan
3
Pria itu Bosnya?
4
Bos Menyebalkan
5
Sama-sama Egois
6
"Tukang Nguping"
7
Perhatian Kecil?
8
Menjadi Sekretaris Bos Galak
9
Sekretaris yang Buruk
10
Seminggu Jadi Sekretaris
11
Membangunkan Singa yang Tidur
12
Memasuki Pekan Kedua
13
Api Amarah
14
Diturunkan di Pinggir Jalan
15
Makan Malam Bersama
16
Mengutarakan Maksud
17
Tidak Ingin Beradu Argumen
18
Banyak Pikiran Sampai Sakit
19
Pahlawan Bayangan
20
Tidak Akan Mengubah Keyakinan
21
Jawaban Ica
22
Lebih Cepat Lebih Baik
23
Semakin Mengenal Satu Sama Lain
24
Mengenalkan Calon Istri
25
Semakin Dekat Semakin Ragu
26
Menyatunya Dua Keluarga
27
Setelah Pesta Pernikahan
28
Sudah Menjadi Seorang Istri
29
Istri Profesional
30
Sekretaris dan Istri Profesional
31
Rumor
32
Persoalan Panggilan
33
Kerja Sama
34
Menghabiskan Energi Lebih Banyak
35
Meluapkan Semuanya
36
Susah Tidur Jadinya
37
Perkara Shalat Subuh
38
Meluapkan
39
Tanggapan Brilian
40
Sikap Manis dari Si Galak
41
Mulai Akur
42
Terlihat Wajah Lainnya
43
Prioritas
44
Di Rumah Mertua
45
Berani
46
Bayu Berseberangan
47
Sakit Lagi
48
Menemani Istri Sakit
49
Salah Paham
50
Momen Sebagai Ica
51
Emosi
52
Tidak Akur
53
Menjaga Hati
54
Kembali ke Kantor
55
Wajar
56
Perhatian
57
Di Meja Makan
58
Obrolan Serius
59
Menjaga Jarak
60
Kebenaran
61
Galau
62
Diskusi
63
Perasaan Bayu
64
Penyelesaian Versi Bayu
65
Bebas
66
Berhenti Jadi Sekretaris
67
Mulai Membuka Hati
68
Tak Dapat Berpisah
69
Memastikan
70
Permulaan Cerita Masa Lalu
71
Perasaan yang Sama
72
Ketahuan
73
Menunda Untuk Menikah?
74
Kuat
75
Berbaikan
76
Berdua sejenak
77
Perjalanan Dinas yang Menyenangkan
78
Another Magic Word
79
Si Galak bisa Bersikap Manis
80
Sisi Romantis si Galak
81
Kencan
82
Sekilas Cerita Soal Masa Lalu
83
Tersenyum
84
Kekanakan
85
Tentang Nafkah yang Lain

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!