Pernyataan Bayu membuat keheningan menjadi respons. Apalagi Manda yang menanyakannya, ia bingung akan menanggapi penjelasan Bayu seperti apa. Setelah penjelasan dari Bayu, semua orang jadi lebih fokus dengan makanan yang sudah ada di hadapan mereka. Suara dentingan sendok dan piring yang bergesek mengisi kekosongan itu.
Fahri, si anak bungsu tampaknya tertarik dengan piring Ica yang hanya berisi secuil nasi dan sepotong ayam goreng.
"Mbak Ica makannya dikit, ya? Lagi diet, kah?" tanya si bungsu itu. Semua orang seperti bernafas lega setelah Fahri membuka percakapan lagi. Acara makan malam bersama ini jadi terselamatkan.
"Ooh, ini karena udah makan di jalan sebelum kemari," jawab Ica.
"Lho, kamu udah makan, Ca?" giliran Raka yang bertanya. Rupanya sang Bunda tak memberitahukannya pada Raka soal Ica yang sudah makan di jalan saat bertelepon tadi.
"Iya, Yah. Abis Pak Bayu ngajakin ketemu sama klien, kami pikir bisa kejar waktu untuk keburu sampai ke kantor lagi. Ternyata, sampai kemalaman. Karena itu, Ica jadi makan di jalan, maghrib sama isyanya di jalan juga." Karena Bayu membuat nama Caca disamarkan dengan sebutan klien, sekalian saja Ica sebutkan begitu.
"Kamu nggak bawa mobil, ya, Ca?" tanya Raka lagi.
"Nggak, Yah. Soalnya tadi sekaligus sarapan dan beresin dokumen sebelum ke kantor. Jadi, mesti pakek pak supir biar Ica bisa leluasa ngurusin urusan kantor," jawab Ica. Rupanya, jawaban itu membuat raut wajah Winda memerah dan menunjukkannya ke Bayu.
"Bayu, kamu pekerjakan macam apa Ica ini? Pulang sampai malam, sendirian lagi. Kamu nggak tahu kalau Ica nggak bawa mobil? Terus, berat banget, ya, kerjaan kamu? Ica sampai harus nyelesain dokumen pas mau berangkat, sampai harus sarapan di mobil juga. Kasihan Ica," tegur Winda pada putra sulungnya.
"Ma, Bayu nggak pernah berlebihan kalau kasih pekerjaan ke tiap karyawan, termasuk Raisa. Bayu ngasih segitu, ya, memang porsi kerjaannya segitu. Sisanya tinggal si karyawan ini yang harus memutar otaknya tentang memanajemen waktu dan berusaha menyelesaikan dengan tepat. Kalau si karyawan ini tidak pandai mengatur waktu, berarti dianya aja yang nggak kompeten," jawab Bayu yang nada bicaranya mulai meninggi.
"Gila, sih...., akhirnya muncul juga tuh mulut pedesnya. Kirain bakal terus bermulut manis, ternyata nggak. Biarlah situ, toh aku juga diuntungkan. Dengan kejujuran si bos, bisa aja aku nggak dianggap mereka sebagai calon yang cocok untuk si bos. Terus, si keluarga Surya Group ini bakal ilfeel sama aku karena aku nggak termasuk kriteria menantu idaman mereka. Biarkan malu, malu situ." Ica menanggapi dalam hati.
"Kalau masalah Raisa yang pulang malam, ya, itu salahnya dia. Dia nggak bilang kalau nggak bawa mobil. Dia nggak bilang juga kalau dia belum makan, atau merasa kelaparan. Ya udah, Bayu antar aja sampai kantor. Soalnya Bayu teringat sama makan malam ini, ternyata mau bahas soal ini?" lanjut Bayu. Kali ini sudah terlihat kalau Bayu mulai marah. Padahal, kejadian aslinya Bayulah yang memang tega. Biarlah Ica menganggap perilaku Bayu yang tega itu tidak pernah terjadi, ia tidak ingin menyulut api peperangan antara ibu dan anak ini jika mengatakan kebenarannya. Begini-begini, Ica anak yang sangat pemaaf, walaupun masih kesal saja saat mengingat kembali.
"Jangan egois sekali ini aja, Bayu. Kamu sepertinya mulai emosi lagi kalau diajak berpendapat. Istighfar dulu," sang Papa menenangkan pertikaian ibu dan anak ini.
"Maaf, ya, Raka, Manda," Andi memohon maaf kepada tuan rumah.
"Ooh, iya, nggak apa-apa. Santai aja, kok. Lagian, ini juga udah berjalan sesuai rencana. Putra putri kita orang yang seperti ini, kan? Ica anak yang manja, lalu tidak kompeten dalam bekerja. Saat di bawah Bayu langsung, meskipun Bayu terkenal galak di kantor, berkat Bayu lah Ica tidak semanja dulu. Jadi, santai aja, deh. Bayu itu orang terpercaya di kantor kami. Nggak pernah sekalipun keputusannya dipertanyakan," ucap Bayu menenangkan.
"Rencana? Maksudnya rencana apa, Yah?" Ica bingung dengan omongan sang Ayah ternyata.
"Ya udah, langsung aja ke inti pembicaraan. Dengar baik-baik, dan jangan di serobot, ya." titah Raka. Ica memang suka menyela kalau tidak bilangkan seperti itu lebih dulu.
"Maksud dari makan malam bersama ini adalah untuk mempertemukan dua keluarga dengan niat membicarakan masa depan bersama, antara Bayu dan Ica. Sebelumnya, kami semua juga melakukan pertemuan tanpa kalian berdua. Rencana membahas untuk membuat kalian akrab lebih dulu dengan membuat kamu bekerja di divisi humas yang dipegang oleh Bayu. Selanjutnya, membuat kamu bekerja sebagai sekretaris Bayu sehingga kalian bisa saling mengenal. Nah, malam ini, sudah saatnya memberitahu hal ini pada kalian berdua," ujar Raka. Kemudian, Raka memberi kode untuk Andi meneruskan.
"Benar, niatnya ingin menyatukan kedua keluarga melalui pernikahan Ica dan Bayu. Nah, karena sudah tahu kebenarannya, kedua keluarga ingin mendengar pendapatan kalian sebagai orang yang akan menjalankan pernikahannya," ucap Andi melanjutkan.
"Jadi, perjodohan maksudnya, Om?" tanya Ica pada Andi. Sudah cukup jelas dikatakan, karena Ica masih tidak mau menerima kenyataan, ia masih saja tidak percaya dan ingin memastikan lagi. Sebegitu antinya dirinya dengan masa depannya jika bersama Bayu.
"Iya, Ica," jawab Andi.
"Tuh, kan, ini sih namanya manfaatin anak sendiri. Tahu gitu aku nggak mau ambil divisi humas, tau gitu aku udah nggak usah aja jadi sekretaris si bos. Lagian, mana mau dinikahkan sama si nyebelin satu ini. Nanti, makin semena-mena dia eksploitasi tenaga manusia. Udah jadi sekretaris di kantor, nanti dia nyuruh jadi sekretaris juga di rumah. Kayak gitu sih sama aja nggak ada liburnya. Si bos lagi yang terkenal perfeksionis dan galaknya minta ampun. Bisa-bisa satu bulan menikah udah minta resign jadi istrinya, lagi." Ica sewot memikirkan kehidupan selanjutnya dengan Bayu.
"Bayu sih setuju-setuju aja sama keputusan ini. Dipikir dari berbagai sisi memang tidak ada ruginya. Bayu percaya kalau ini keputusan yang sudah dipikirkan dengan matang oleh kedua keluarga. Dengan niat baik mengubah sifat buruk Bayu dan Ica serta menyatukan perusahaan kita yang bergerak di bidang yang hampir sama. Namun, kalau cuma dari Bayu aja yang menerima perjodohan ini, semuanya nggak akan lancar, kan? Jadi, lihat keputusan Raisa juga." Bayu buka suara saat lengannya disikut oleh Dirga yang mendapat estafet sikutan dari Fahri dan sang Mama. Jika Winda sudah di samping Bayu sekarang, mungkin kodenya adalah dengan mencubit langsung sang anak agar cepat buka suara.
"Ha? Kok di terima? Oiya aku lupa. Pria itu kan emang gila kerja. Kalau urusan untuk membuat perusahaan yang lebih baik di masa depan, pasti dia nggak akan ragu meskipun dijodohkan dengan orang seperti aku yang katanya nggak kompeten ini. Segitunya dia mempertaruhkan semuanya pada perusahaan. Padahal, kehidupannya selanjutnya bakal terpengaruh. Menikah itu seumur hidup, lho, bukan main-main. Nggak dipikir, apa? Cepat banget ambil keputusan." Ica sudah tidak tenang saat Bayu merasa santai dengan bertemu Ica, sekarang ia makin tidak tenang karena Bayu setuju dengan perjodohannya.
"Nah, kalau dari Ica sendiri gimana? Ada niat mau menolak juga nggak masalah, kok. Tapi, dipikir aja dulu baik-baik." Winda berucap manis, berharap mendapat jawaban yang manis pula dari Ica, menerima perjodohan.
"Dari tatapan mereka, mereka pengen aku jawab setuju. Nggak mungkin aku jawab sesuai isi hatiku. Pasti mereka bakal kecewa banget nanti."
"Um..., boleh Ica minta waktunya buat pikir-pikir dulu?" tanya Ica ragu-ragu setelah diam beberapa saat untuk berpikir.
"Alhamdulillah, kamu mau pikir-pikir dulu. Ya udah, nggak apa-apa. Tapi jangan lama-lama. Kami tunggu jawabannya dua minggu lagi," ucap Raka.
"What? Dua Minggu? Dikira nikah itu perkara gampang mutusinnya?"
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments