Pria itu Bosnya?

Sesuai perkataannya, Ica kini bangun tanpa bantuan Manda untuk melaksanakan sholat subuh. Meski, ia harus berupaya lebih dengan menghidupkan alarm dari jam tiga pagi sampai subuh tiba tiap lima menit.

"Assalamu'alaykum, Bunda," ucap Ica yang sudah mengerjakan sholat. Ia mendatangi Bundanya ke dapur, menyiapkan sarapan pagi di untuk Raka. Sementara sisanya, Bi Yati ART mereka yang menyiapkan. Itu juga tuntutan Raka bahwa ia tidak akan memakan sesuatu yang tidak dibuat oleh istrinya, karena istrinya adalah Manda, bukan Bi Yati.

"Wa'alaykumussalam, Ca. Wah, anak Bunda hari ini bangun sendiri tanpa bantuan Bunda. Uh, hebatnya anak Bunda ini. Makin sayang deh Bunda sama kamu," Manda menjawab. Kemudian, ia dipeluk oleh Ica. Lihatlah, manja sekali bukan? Dibalas lah pelukan itu seraya mengusap lembut rambut putri semata wayangnya itu.

"Iya, dong, Bun. Ica kan udah dewasa, udah dapat gelar sarjana. Jadi harus mandiri," ucap Ica menyombongkan diri.

"Iya iya, asal jangan hari ini aja kamu mandirinya. Seterusnya, oke?" balas Manda mengingatkan.

"Iya iya Bunda bawel," cibir Ica. Manda lebih memilih untuk tidak membalas.

"Bi Yati, Ica minta tolong buatin susu ya, kayak biasa," pinta Ica ke ART nya.

"Baik, Non. Tunggu sebentar. Non Ica tunggu aja di meja makan," jawab Bi Yati. Ica pun menurut.

Ica menutup mulutnya karena sudah mulai mengantuk lagi. Berusaha ia hilangkan kantuk nya dengan bermain ponsel, sepertinya berhasil.

"Ini, Non, silahkan diminum," ucap Bi Yati.

"Ooh, iya, makasih ya, Bi." Ica langsung meminum susunya dengan cepat dan kembali menuju kamarnya.

"Sayang, kamu mandi sekarang biar segar waktu mau berangkat kerja nanti," ucap Manda sedikit berteriak dari dapur. Ica tidak memberikan respon karena sudah berada di kamarnya.

"Masih ada tiga jam lagi sebelum jam masuk kantor, tidur lagi, ah," pikir Ica. Lalu ia membaringkan tubuhnya dan kembali tidur untuk menghilangkan kantuknya.

...----------------...

Drrrrt drrrrt

Alarm terus saja berbunyi dan Ica masih menikmati tidurnya. Sampai pada alarm terakhir, sayup-sayup ia melihat jam sudah menunjukkan pukul tujuh. Memang jam masuk kantor adalah jam delapan, tapi Ica tidak pernah cepat saat bersiap-siap. Makanya ia harusnya sudah bangun di jam enam. Namun, satu jam dari waktu harusnya ia bangun baru ia benar-benar sadar dari tidurnya.

"Astaghfirullah, udah jam tujuh. Bunda kenapa nggak bangunin, sih?" Ica berbicara sendiri.

"Duh, harus cepat-cepat nih. Ya Allah, jangan buat hamba terlambat di hari pertama hamba bekerja. Aduh, nggak mandi lah ya, cuci muka sama gosok gigi aja. Pakai baju yang mana ya nanti?" Ica berbicara sendiri seraya melakukan multitasking mempersiapkan diri ke kantor.

Rekor baru, Ica mempersiapkan dirinya dalam waktu dua puluh menit dari yang biasanya satu jam setengah. Ia buru-buru turun dan mengambil roti sarapan yang sudah dibuatkan Bi Yati.

"Bi, ada supir nggak?" tanya Ica sambil menyumbat kan roti ke mulutnya.

"Nggak ada, Non. Supir sedang mengantar tuan dan nyonya ke kantor," jawab Bi Yati.

Kini Ica sudah beralih memakai sepatu seraya memakan roti sarapannya. Untungnya, mobil yang akan ia pakai sudah dipanaskan oleh supir, jadi akan menghemat waktu.

"Yaudah, Bi, Ica berangkat ya. Assalamu'alaykum," pamit Ica.

"Wa'alaykumussalam, hati-hati, Non. Jangan ngebut di jalan," balas Bi Yati.

Ica segera masuk ke mobilnya dan melaju dengan kecepatan yang lebih tinggi dari biasanya seraya memakan roti sarapannya. Ia memang lamban mengunyah makanan, apalagi dengan multitasking seperti ini. Tepat jam setengah delapan lewat sepuluh ia mulai berangkat. Sayangnya, ini adalah jam pergi kantor. Jalanan mulai dipadati oleh orang-orang yang ingin berangkat ke kantor juga. Kalau urusan macet begini, Ica akan lama mengemudikan mobilnya. Ia berharap, skill mengemudinya bisa seperti Pak Joni supirnya yang pandai sekali menikung kendaraan di depan. Sayangnya, Ica bukan Pak Joni. Ia hanya dapat menunggu kendaraan di depannya jalan baru ia akan ikut jalan. Ica berharap waktu masih sempat untuk tidak terlambat di hari pertama ia bekerja.

"Ya Allah, harusnya aku nggak usah tidur lagi, tadi. Malah keenakan tidur. Harusnya aku dengerin kata Bunda untuk langsung mandi langsung biar segar, ini malah kebablasan tidur." Ica mengomeli dirinya karena kecerobohan yang ia buat.

...----------------...

"Alhamdulillah, akhirnya sampai juga. Masih ada waktu lima menit lagi, aku harus buru-buru."

Ica melenggang pergi begitu saja tanpa halangan. Karena semua orang tahu bahwa Ica adalah putri pemilik perusahaan, makanya tidak ada seorangpun yang mempermasalahkan kehadirannya.

"Divisi humas ada di lantai lima, kan, ya? Mana udah jam delapan lewat sepuluh lagi. Bosnya galak nggak, ya? Tapi ngapain khawatir, semua orang disini udah tahu kalau aku putri pemilik perusahaan. Jadi, siapa yang bisa memarahi aku?" batin Ica berusaha ber positif thinking.

Ica sudah sampai di divisi humas. Ia kemudian masuk seperti bukan seperti seorang karyawan, ia masuk ke sarang harimau tanpa takut sedikitpun. Pasalnya, divisi humas dikenal sebagai divisi horor karena atasannya yang tidak menerima kesalahan apapun dari bawahannya. Tiap karyawan divisi humas selalu di awasi oleh atasan mereka untuk memberikan yang terbaik untuk perusahaan.

"Maaf, Mbak. Mbak bukanya Raisa Humaira Arshad, putri Pak Raka, ya?" tanya seorang karyawan. Ia adalah senior yang akan membimbing Ica bekerja.

"Iya, Mbak," jawab Ica.

"Kalau begitu, mbak ada dibawah bimbingan saya. Lain kali saya harap mbak jangan sampai terlambat, ya. Soalnya manajer suka periksa kelengkapan karyawan, ada yang terlambat atau tidak, ada yang absen atau tidak. Maaf kalau lancang, manajer tidak akan memandang bulu sedikitpun meskipun mbak adalah putri pemilik perusahaan. Ia akan mendisiplinkan semua bawahannya," ucapannya santun.

"Begitu, ya, Mbak? Kalau gitu saya minta maaf karena saya merepotkan mbak. Tadi saya yang ceroboh," ucap Ica. Tak disangka oleh mbak tersebut, anak pemilik perusahaan adalah orang yang santun.

Mereka kemudian duduk di meja kerja Ica. Belum sempat duduk, suara pria seorang pria menginterupsi.

"Kamu karyawan baru disini?" tanya Pria itu. Ica langsung saja mengenali wajah pria itu. Ia adalah pria menyebalkan yang Ica temui tadi malam. Kenapa pria itu ada di kantor ayahnya?

"Iya, Pak, Mbak Raisa Humaira Arshad karyawan baru disini. Saya sudah mendapatkan perintah dari Pak Raka untuk membimbingnya langsung," jawab senior yang membimbing Ica.

"Kamu pikir jam berapa sekarang? Kamu karyawan baru, di hari pertama sudah terlambat setengah jam. Kamu ikut ke ruangan saya sekarang," ucap pria itu tegas. Ica yang tak tahu apa-apa, diberitahu seniornya untuk turuti saja kata pria itu untuk ikut ke ruangannya.

Ica agak kesal dengan pria satu ini, namun karena Ica masih karyawan baru ia berusaha menahannya. Sekarang mereka sudah sampai di ruangan pria itu. Ruangan yang cukup besar untuk seukuran karyawan seperti Ica.

"Kamu putri dari Pak Raka Arshad, kan? Kamu pikir karena kamu seorang putri dari pemilik perusahaan bisa seenaknya terlambat di hari pertama bekerja?" Ica diceramahi. Entah sengaja atau tidak, suara pria itu meninggi. Pintu ruangan tidak ditutup, mungkin semua karyawan akan mendengar Ica diceramahi.

Ica sungguh malu, namun juga kesal. Pria menyebalkan ini sebenarnya siapa? Kenapa begitu menyebalkan? Kenapa mengaitkan dirinya dengan ayahnya? Ica makin kesal, namun berusaha bertingkah baik.

"Oh, saya belum memperkenalkan diri sebelumnya. Saya Bayu Pramana Surya, manajer divisi humas. Dengan kata lain saya adalah atasan kamu dan juga bos kamu. Jadi saya memanggil kamu kemari untuk mendisiplinkan kamu."

"Apa? Bagaimana bisa pria menyebalkan ini menjadi bos ku?" batin Ica.

Episodes
1 Prolog
2 Pria Menyebalkan
3 Pria itu Bosnya?
4 Bos Menyebalkan
5 Sama-sama Egois
6 "Tukang Nguping"
7 Perhatian Kecil?
8 Menjadi Sekretaris Bos Galak
9 Sekretaris yang Buruk
10 Seminggu Jadi Sekretaris
11 Membangunkan Singa yang Tidur
12 Memasuki Pekan Kedua
13 Api Amarah
14 Diturunkan di Pinggir Jalan
15 Makan Malam Bersama
16 Mengutarakan Maksud
17 Tidak Ingin Beradu Argumen
18 Banyak Pikiran Sampai Sakit
19 Pahlawan Bayangan
20 Tidak Akan Mengubah Keyakinan
21 Jawaban Ica
22 Lebih Cepat Lebih Baik
23 Semakin Mengenal Satu Sama Lain
24 Mengenalkan Calon Istri
25 Semakin Dekat Semakin Ragu
26 Menyatunya Dua Keluarga
27 Setelah Pesta Pernikahan
28 Sudah Menjadi Seorang Istri
29 Istri Profesional
30 Sekretaris dan Istri Profesional
31 Rumor
32 Persoalan Panggilan
33 Kerja Sama
34 Menghabiskan Energi Lebih Banyak
35 Meluapkan Semuanya
36 Susah Tidur Jadinya
37 Perkara Shalat Subuh
38 Meluapkan
39 Tanggapan Brilian
40 Sikap Manis dari Si Galak
41 Mulai Akur
42 Terlihat Wajah Lainnya
43 Prioritas
44 Di Rumah Mertua
45 Berani
46 Bayu Berseberangan
47 Sakit Lagi
48 Menemani Istri Sakit
49 Salah Paham
50 Momen Sebagai Ica
51 Emosi
52 Tidak Akur
53 Menjaga Hati
54 Kembali ke Kantor
55 Wajar
56 Perhatian
57 Di Meja Makan
58 Obrolan Serius
59 Menjaga Jarak
60 Kebenaran
61 Galau
62 Diskusi
63 Perasaan Bayu
64 Penyelesaian Versi Bayu
65 Bebas
66 Berhenti Jadi Sekretaris
67 Mulai Membuka Hati
68 Tak Dapat Berpisah
69 Memastikan
70 Permulaan Cerita Masa Lalu
71 Perasaan yang Sama
72 Ketahuan
73 Menunda Untuk Menikah?
74 Kuat
75 Berbaikan
76 Berdua sejenak
77 Perjalanan Dinas yang Menyenangkan
78 Another Magic Word
79 Si Galak bisa Bersikap Manis
80 Sisi Romantis si Galak
81 Kencan
82 Sekilas Cerita Soal Masa Lalu
83 Tersenyum
84 Kekanakan
85 Tentang Nafkah yang Lain
Episodes

Updated 85 Episodes

1
Prolog
2
Pria Menyebalkan
3
Pria itu Bosnya?
4
Bos Menyebalkan
5
Sama-sama Egois
6
"Tukang Nguping"
7
Perhatian Kecil?
8
Menjadi Sekretaris Bos Galak
9
Sekretaris yang Buruk
10
Seminggu Jadi Sekretaris
11
Membangunkan Singa yang Tidur
12
Memasuki Pekan Kedua
13
Api Amarah
14
Diturunkan di Pinggir Jalan
15
Makan Malam Bersama
16
Mengutarakan Maksud
17
Tidak Ingin Beradu Argumen
18
Banyak Pikiran Sampai Sakit
19
Pahlawan Bayangan
20
Tidak Akan Mengubah Keyakinan
21
Jawaban Ica
22
Lebih Cepat Lebih Baik
23
Semakin Mengenal Satu Sama Lain
24
Mengenalkan Calon Istri
25
Semakin Dekat Semakin Ragu
26
Menyatunya Dua Keluarga
27
Setelah Pesta Pernikahan
28
Sudah Menjadi Seorang Istri
29
Istri Profesional
30
Sekretaris dan Istri Profesional
31
Rumor
32
Persoalan Panggilan
33
Kerja Sama
34
Menghabiskan Energi Lebih Banyak
35
Meluapkan Semuanya
36
Susah Tidur Jadinya
37
Perkara Shalat Subuh
38
Meluapkan
39
Tanggapan Brilian
40
Sikap Manis dari Si Galak
41
Mulai Akur
42
Terlihat Wajah Lainnya
43
Prioritas
44
Di Rumah Mertua
45
Berani
46
Bayu Berseberangan
47
Sakit Lagi
48
Menemani Istri Sakit
49
Salah Paham
50
Momen Sebagai Ica
51
Emosi
52
Tidak Akur
53
Menjaga Hati
54
Kembali ke Kantor
55
Wajar
56
Perhatian
57
Di Meja Makan
58
Obrolan Serius
59
Menjaga Jarak
60
Kebenaran
61
Galau
62
Diskusi
63
Perasaan Bayu
64
Penyelesaian Versi Bayu
65
Bebas
66
Berhenti Jadi Sekretaris
67
Mulai Membuka Hati
68
Tak Dapat Berpisah
69
Memastikan
70
Permulaan Cerita Masa Lalu
71
Perasaan yang Sama
72
Ketahuan
73
Menunda Untuk Menikah?
74
Kuat
75
Berbaikan
76
Berdua sejenak
77
Perjalanan Dinas yang Menyenangkan
78
Another Magic Word
79
Si Galak bisa Bersikap Manis
80
Sisi Romantis si Galak
81
Kencan
82
Sekilas Cerita Soal Masa Lalu
83
Tersenyum
84
Kekanakan
85
Tentang Nafkah yang Lain

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!