"Dengar, ya. Saya akan memberitahu tugas kamu sebagai sekretaris saya. Setiap pagi buatkan saya minuman, lalu pesankan saya sarapan. Lalu, setiap jam sembilan pagi tolong handle pekerjaan saya, di jam itu saya harus shalat duha. Meng-handle maksudnya tidak sampai mengerjakan pekerjaan saya, kamu hanya akan menjawab-jawab telepon yang masuk. Biasanya pada jam itu, orang-orang bergantian ingin menelepon, jadi siap-siap sibuk dan jangan mengeluh." Ica ingat saat semalam ia ditetapkan sebagai sekretaris Bayu, tugas yang harus dilakukan Ica hanyalah itu. Pagi hari menjadi pekerjaan paling penting untuk Ica lakukan, tidak boleh ada kesalahan.
"Kamu bisa kerja atau tidak?" Bayu tiba-tiba memarahi Ica. Padahal, Ica baru saja selesai membuatkan Bayu minum.
"Bi-bisa lah!" jawab Ica agak gemetar karena kaget.
"Kamu sudah tahu saya punya maag, kenapa memesankan sarapan lontong yang pedas?" Mata Bayu melirik tajam ke arah Ica. Menunjukkan betapa kesalnya Bayu sekarang ini.
"Saya nggak tahu kalau orang mag nggak bisa makan pedas," jawab Ica menunduk.
"Makanya cari tahu! Terus, kenapa buah pendamping sarapan ini harus jeruk? Nggak tahu juga, iya?"
"Kamu mau membunuh saya atau gimana? Oke, saya tahu kamu benci saya, saya juga sudah biasa dibenci, jadi itu bukan masalah bagi saya. Tapi kalau sampai kamu menyiapkan sarapan seperti ini, lalu saya sakit, bagaimana? Siapa yang bisa mengatur divisi ini?"
"Sebenarnya dia peduli dengan kesehatannya atau divisi yang dia pegang, sih?" Ica mengernyitkan dahi, mencibir si bos dalam hati.
"Biar aman, saya sediakan roti dan selai saja, biar Anda yang membuatnya sendiri. Kalaupun masih belum cukup, saya usahakan buat porsi roti yang sewajarnya, jadi Anda nggak perlu repot-repot megang roti dan selai. Kalau gitu, saya izin sebentar ke toserba," usul Ica. Ia memikirkan solusi untuk sebuah masalah, ia sudah berkembang sekarang.
"Cepat, jangan lama-lama. Sebentar lagi jam sembilan."
"Siap, Bos. Mohon ditunggu dengan sabar, ya."
Ica menuju ke meja kerja miliknya. Mengingat perlu waktu agak lama menuju toserba, Ica memikirkan maag Bayu yang bisa saja kambuh karena Ica terlambat datang membawa roti itu. Ia mengambil snack yang ia bawa, berharap dengan itu dapat menghindari omelan Bayu jika ia sampai terlambat dan maagnya Bayu kumat.
"Kamu kenapa balik lagi?"
"Em..., saya ada bawa snack dari rumah. Anda bisa memakannya untuk mencegah asam lambung Anda naik selagi menunggu saya membelikan roti. Saya pikir, itu bisa mengganjal perut. Kalau begitu, saya langsung berangkat ke toserba sekarang. Assalamu'alaykum." Ica memberikan snack itu di meja Bayu lalu buru-buru keluar.
...----------------...
"Sekarang apa yang telah kamu lakukan? Kenapa semua orang bisa memuji saya? Apa yang kamu katakan pada mereka yang menelepon saat saya sedang shalat duha tadi?" Bayu baru kembali dari musholla, bukannya menyejukkan, pria itu malah marah-marah. Sepertinya, shalatnya tadi tak bisa instan menangkal sifat Bayu yang suka marah-marah itu.
"Orang-orang yang menelepon menanyakan tentang Anda, ya udah, saya jawab sesuai yang terjadi. Pak Bayu sedang shalat duha, cuma seperti itu," jawab Ica santai.
"Kamu..., saya tidak suka orang lain tahu tentang ibadah saya. Saya memberitahukan ke kamu, karena sekarang kamu sekretaris saya, kan? Harusnya kamu bisa buat alasan lain saat saya tidak berada di tempat, jangan bicarakan ke orang yang menelepon itu urusan personal saya dengan tuhan. Bagus! Sekarang saya sudah menjadi orang riya. Beribadah hanya untuk dipuji orang lain saja." Bayu sangat marah dan kesal. Kali ini Ica sangat takut karena pertama kali melihat Bayu kesal dan semarah ini padanya. Merasa melakukan kesalahan yang fatal, Ica hanya bisa menunduk. Lalu, saat mengingat kemarahan Bayu, Ica malah menangis.
"Dan sekarang kamu malah menangis? Bagus sekali. Drama Queen!" imbuh Bayu.
"Jangan cengeng! Jadikan ini pelajaran buat kamu." Bayu mulai merendahkan volume suaranya. Tapi tetap saja, siapapun yang mendengarnya akan tetap masih kesal.
Sepertinya, sudah muncul api di hati Ica. Ia harus memadamkan api itu sekarang. Ica keluar perlahan meninggalkan ruangan Bayu.
"Dan sekarang, kamu malah mau keluar dari ruangan saya? Bagus, sekarang saya berperan seolah menjadi toko antagonis di sini," ujar Bayu sarkas.
"Iya, saya memang mau keluar. Tapi saya bukan keluar karena ingin mengadu ke Ayah atau bagaimana. Di jam ini waktunya saya melakukan shalat duha juga. Jangan membuat saya menjadi riya karena harus mengatakan ke Anda tentang ibadah yang akan saya lakukan. Saya juga nggak mau di puji kalau cuma sekedar menjalankan shalat duha saja. Maaf, saya permisi keluar dulu!" Ica membalikkan perkataan Bayu, ia memilih kata-kata yang sempat di ucapkan Bayu saat marah tadi.
...----------------...
"Kamu sekretaris yang buruk!" Lagi-lagi, mulut pria ini selalu saja kasar. Baru saja ia memasuki ruangannya kembali setelah dari meeting, ia langsung mendatangi meja Ica dan emosi.
"Kenapa ini, tiba-tiba Anda menghina saya," balas Ica tak terima. Di situ, Ica juga sedang mengerjakan exel yang sempat disuruh Bayu sebelumnya. Keduanya merasa benar-benar lelah, makanya amarah tak dapat terhindar.
"Coba lihat, kamu baru saja membuat divisi ini malu besar. Berkas yang saya suruh kamu memfotokopinya adalah berkas yang salah. Saya menaruh berkasnya di mana, sedangkan kamu mengambilnya di mana. Tampak sekali kamu tidak memperhatikan instruksi yang saya berikan. Saya hampir saja kehilangan wibawa saat persentase tadi karena kesalahan kamu." Bayu berucap ketus seraya menunjuk-nunjuk Ica.
"Tapi ujung-ujungnya Anda bisa mengatasinya sendirian, kan? Apa yang salah? Seburuk itu saya di mata Anda?" balas Ica menantang. Ia membuat pandangan ke tembok karena tak sudi menatap Bayu.
"Iya, benar. Sudah biasa saya mengatasinya sendiri. Tapi kesalahan tetap kesalahan. Mau saya ingatkan posisi kamu di sini?" Bayu memulai pendisiplinan-nya. Ica tampak gusar, membalikkan bola matanya malas mendengar.
"Jangan sementang kamu anak dari pemilik perusahaan, bisa melakukan kesalahan sesuka hati. Sekarang kamu hanya sekretaris yang bekerja di bawah saya, turuti apa yang saya mau dan jangan lakukan kesalahan." Sudah dapat Ica tebak kalau Bayu akan mengatakan itu kepadanya.
"Setiap manusia pasti membuat kesalahan!" balas Ica malas.
"Kamu pikir, sudah berapa banyak kesalahan yang sudah kamu lakukan hari ini? Perlu saya ingatkan lagi? Apalagi, kesalahan yang kamu lakukan itu adalah kemampuan dasar yang dimiliki setiap orang yang seharusnya tidak boleh salah. Lalu, dimana sikap sopan kamu? Berani sekali kamu membantah seorang atasan? Dengarkan saja dan terima. Saya tidak memaafkan kesalahan yang sama. Saya harap kamu lebih disiplin. Apa yang saya omongkan harus kamu ingat, jangan masuk kuping kiri lalu langsung keluar kuping kanan." Habis Ica kena omel.
Ica merasa sejak menjadi sekretaris Bayu ia semakin menderita. Ia pikir, Bayu sudah sangat galak saat Ica menjadi karyawan biasa. Namun, ia salah. Bayu justru lebih galak lagi saat Ica sudah menjadi sekretarisnya. Ica baru pertama kali mendapatkan pekerjaan sebagai sekretaris, baru di hari kedua kerja sudah makan hati saja. Rasanya ia tidak ingin lagi kembali menjadi sekretarisnya Bayu esok.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments