"Tukang Nguping"

Ica dengan janjinya pada kedua orang tuanya tidak dapat menolak untuk tetap berada di divisi humas. Ica percaya dengan masuk ke divisi humas, dirinya akan tambah mandiri. Manjanya Ica memang berangsur menghilang, tapi kini malah menyiksa batinnya dengan selalu menghadapi si bos galak perfeksionis satu itu di divisi humas.

"Baru dua minggu kerja udah nggak betah, deh, rasanya. Siapa juga yang betah di marahi mulu tiap hari sama bos galak?" Ica mengoceh pada Lala senior yang membimbingnya saat masih menjadi karyawan baru hingga saat ini. Mereka sedang mampir di sebuah kafe untuk makan bersama dan sekedar mengobrol sehabis jam kerja. Mereka sangat akrab sejak saat itu.

"Santai aja, kali, Ca. Justru sifat Pak Bayu membuat karyawan menjadi ketularan disiplinnya. Dulu aku juga kayak kamu, Ca. Nggak betah di divisi ini. Tapi, sekarang aku udah satu tahun juga di perusahaan ayahmu itu. Jadi betah-betahin aja, Ca. Nanti juga terbiasa." Lala mencoba menenangkan Ica.

"Tapi, Mbak Lala waktu itu setiap hari di marahin mulu, nggak, sih? Soalnya kan, bos galak itu selalu marah ke aku kalau aku ngelakuin sedikit kesalahan, sedikit lho, eh dimarahin. Padahal cuma sedikit loh, Mbak. Aku yakin sih, se-perfeksionis apapun dia nggak mungkin peduli sama hal-hal kecil yang nggak terlalu penting. Dan nggak berlebihan juga hanya gara-gara kesalahan kecil. Jadi makin kesal aku kalau udah ngomongin bos galak itu. Galaknya kelewatan, sih. Dikit-dikit marah." Bukannya tenang, Ica makin meluapkan emosinya terang terangan. Mungkin orang disekitaran mereka akan tahu apa yang sedang mereka bicarakan. Ica memang tidak pernah pelan bicaranya kalau sudah marah begitu. Tapi tidak sampai berteriak juga, Ica hanya mengeraskan suara saja.

"Iya, sih, aku nggak sampai di marahi tiap hari juga. Mungkin kamu spesial, kali. Katanya kalau cowok suka sama seorang cewek itu biasanya dia suka menjahili si cewek supaya dapat perhatian lebih dari si cewek. Terus juga kan, Pak Bayu udah dapat restu dari Pak Raka untuk selalu menegur kamu tanpa segan kalau ada salah. Gitu sih menurut aku, Ca," jawab Lala menanggapi.

"Tapi nggak sampai berlebihan begitu juga, kan, Mbak? Capek tahu jadi pusat perhatian satu perusahaan gara-gara dimarahi mulu sama bos galak itu. Wajahnya yang ganteng jadi percuma kalau galak begitu," Ica melanjutkan dengan kesal.

"Oh, makasih loh ya sudah bilang wajah saya ganteng."

Ica merasa kenal dengan suara itu. Kenapa bos galak itu muncul saat Ica sedang meng-ghibahkannya? Tapi setidaknya Ica merasa tenang karena cuma kalimat yang ia ucapkan saja yang kemungkinan di dengar Bayu.

"Saya ikut duduk di sini, ya. Soalnya bangku yang lain sudah penuh." Bayu yang datang sembari memegang secangkir minuman itu mulai mendudukkan dirinya ke kursi kosong yang ada di situ. Menyisakan satu lagi kursi kosong, sebab yang tersisa adalah dua kursi kosong.

"Silahkan, Pak," ucap Lala terlambat. Ia juga terkejut tiba-tiba Bayu muncul begitu saja.

Datangnya Bayu membuat keheningan datang diantara mereka. Sedangkan Bayu dengan santai menyesap minuman yang ia bawa tadi sembari menatap layar ponselnya. Mungkin ia sedang mengecek email kantor di ponselnya itu.

"Halo? Iya mas," Lala menerima telepon yang memecah keheningan. Ia dikabari bahwa suaminya sudah di depan kafe untuk menjemput Lala.

"Mbak Lala udah di jemput suami, ya?" tanya Ica.

"Iya, nih, aku duluan, ya. Saya pamit undur diri juga, Pak Bayu. Assalamu'alaykum," jawab Lala. Kemudian ia agak buru-buru untuk menuju depan karena takut suaminya akan menunggu.

"Wa'alaykumussalam," jawab Ica dan Bayu bersamaan.

Sangat disayangkan, Lala dijemput disaat paling canggung seperti ini. Ica tidak tahu harus berbuat apa. Rasanya ia ingin beralasan untuk tidak berhadapan dengan bos galak satu ini.

"Yah, kok ditinggalin, sih. Kan, jadi nggak enak berduaan aja di cafe." Ica berbicara, lalu kemudian menatap Bayu dan berkata, "kalau gitu, saya juga izin pulang, ya, Pak Bayu. Silahkan nikmati minuman anda."

"Tidak usah beralasan. Lagian kita di kafe ini tidak hanya berdua. Bahkan bisa dikatakan kafe ini cukup ramai. Jadi jangan khawatir, saya juga duduk tidak terlalu dekat dengan kamu, kok." Kalimat yang Bayu lontarkan secara tidak langsung menyuruh Ica untuk tetap di tempatnya. Ica tidak jadi beranjak dari tempatnya sesudah mendengar kalimat Bayu barusan.

"Saya curiga, kamu menghindari saya, kan? Kenapa? Kamu takut saya mendengar perkataan kalian yang sedang menceritakan saya di belakang, ya?" Bayu melanjutkan dengan tatapan interogasi.

"Pak Bayu dengar semuanya?" respons Ica. Ini yang ia takutkan, padahal ia sudah tenang karena menganggap bahwa Bayu hanya mendengar perkataan terakhirnya saja.

"Sayang sekali, sepertinya saya mendengar semua percakapan kalian dari awal. Kalian tampak begitu asyik saat mengobrol dan tidak sadar bahwa saya sedari tadi sudah ada di dekat kalian." Bayu menjawab tanpa ragu sedikitpun.

"Anda kenapa seperti itu? Menguping pembicaraan orang itu perbuatan yang tidak baik. Kalau dari tadi anda sudah berada di dekat saya dan Mbak Lala, harusnya langsung saja sapa kami dan jangan menguping lagi. Setiap orang punya privasi, dan waktu mengobrol saya dengan Mbak Lala adalah privasi kami. Saya tidak senang dengan sikap anda, Pak." Ica bicara dengan lantang.

Ica hendak melangkahkan kakinya untuk pergi dari kursi panas itu. Namun baru dua langkah, Bayu menghentikannya. "Tunggu," kata Bayu.

Ica tidak langsung duduk seperti yang ia lakukan sebelumnya. Ia hanya berdiri ditempat tanpa menoleh ke arah Bayu, bahkan ia enggan untuk berhenti. Tapi kata hatinya menyuruhnya untuk berhenti.

"Saya tidak menguping pembicaraan kalian. Kaliannya saja yang mengobrol dengan nada yang jika orang lain ingin menguping nya pasti terdengar jelas. Dan lagi, kafe ini juga dekat dengan kantor. Bagaimana kalau karyawan kantor atau bahkan karyawan dari divisi humas yang lain mendengar langsung? Apakah kamu sejahat itu untuk menjelek-jelekkan saya? Harusnya saya dong yang keberatan. Secara tidak langsung kamu memberitahu kepada semua orang di kafe ini kalau saya mendzolimi kamu. Lain kali kamu kalau ditempat umum seperti ini, apa lagi dekat kantor begini, pelankan suaramu saat ingin menggosipkan saya. Saya tidak ingin jika orang lain yang tahu saya dan bahkan mungkin jika ada orang yang bukan dari perusahaan mendengarnya kemudian menilai kinerja saya dari apa yang kamu sampaikan, itu akan merugikan perusahaan. Jangan karena kamu menggosipkan saya, nama perusahaan menjadi jelek. Itu saja yang ingin saya sampaikan. Silahkan lanjutkan perjalananmu." Bayu memperingatkan dengan ketegasan. Kali ini dia tidak ingin marah karena ada banyak orang di kafe. Jadi, ia mengatur suaranya untuk hanya bisa terdengar oleh Ica saja.

Ica kesal dengan peringatan dari Bayu. "Bahkan di luar kantorpun ia sama saja galaknya," batin Ica.

"Dasar kolot, bos galak, ngeselin, tukang nguping," ucap Ica sebelum benar-benar melanjutkan langkah kakinya. Entah terdengar atau tidak oleh Bayu, yang jelas Ica kini mengecilkan volume suaranya. Mungkin terpengaruh oleh peringatan Bayu beberapa saat tadi.

Sifat Bayu yang seperti ini sangat baik untuk Ica. Karena apapun yang Bayu sampaikan, Ica tanpa sadar menuruti. Bahkan ayahnya sendiri menyerah untuk memperingati Ica. Hanya Bayulah sosok yang bisa mempengaruhi Ica, bahkan merubahnya.

...----------------...

Episodes
1 Prolog
2 Pria Menyebalkan
3 Pria itu Bosnya?
4 Bos Menyebalkan
5 Sama-sama Egois
6 "Tukang Nguping"
7 Perhatian Kecil?
8 Menjadi Sekretaris Bos Galak
9 Sekretaris yang Buruk
10 Seminggu Jadi Sekretaris
11 Membangunkan Singa yang Tidur
12 Memasuki Pekan Kedua
13 Api Amarah
14 Diturunkan di Pinggir Jalan
15 Makan Malam Bersama
16 Mengutarakan Maksud
17 Tidak Ingin Beradu Argumen
18 Banyak Pikiran Sampai Sakit
19 Pahlawan Bayangan
20 Tidak Akan Mengubah Keyakinan
21 Jawaban Ica
22 Lebih Cepat Lebih Baik
23 Semakin Mengenal Satu Sama Lain
24 Mengenalkan Calon Istri
25 Semakin Dekat Semakin Ragu
26 Menyatunya Dua Keluarga
27 Setelah Pesta Pernikahan
28 Sudah Menjadi Seorang Istri
29 Istri Profesional
30 Sekretaris dan Istri Profesional
31 Rumor
32 Persoalan Panggilan
33 Kerja Sama
34 Menghabiskan Energi Lebih Banyak
35 Meluapkan Semuanya
36 Susah Tidur Jadinya
37 Perkara Shalat Subuh
38 Meluapkan
39 Tanggapan Brilian
40 Sikap Manis dari Si Galak
41 Mulai Akur
42 Terlihat Wajah Lainnya
43 Prioritas
44 Di Rumah Mertua
45 Berani
46 Bayu Berseberangan
47 Sakit Lagi
48 Menemani Istri Sakit
49 Salah Paham
50 Momen Sebagai Ica
51 Emosi
52 Tidak Akur
53 Menjaga Hati
54 Kembali ke Kantor
55 Wajar
56 Perhatian
57 Di Meja Makan
58 Obrolan Serius
59 Menjaga Jarak
60 Kebenaran
61 Galau
62 Diskusi
63 Perasaan Bayu
64 Penyelesaian Versi Bayu
65 Bebas
66 Berhenti Jadi Sekretaris
67 Mulai Membuka Hati
68 Tak Dapat Berpisah
69 Memastikan
70 Permulaan Cerita Masa Lalu
71 Perasaan yang Sama
72 Ketahuan
73 Menunda Untuk Menikah?
74 Kuat
75 Berbaikan
76 Berdua sejenak
77 Perjalanan Dinas yang Menyenangkan
78 Another Magic Word
79 Si Galak bisa Bersikap Manis
80 Sisi Romantis si Galak
81 Kencan
82 Sekilas Cerita Soal Masa Lalu
83 Tersenyum
84 Kekanakan
85 Tentang Nafkah yang Lain
Episodes

Updated 85 Episodes

1
Prolog
2
Pria Menyebalkan
3
Pria itu Bosnya?
4
Bos Menyebalkan
5
Sama-sama Egois
6
"Tukang Nguping"
7
Perhatian Kecil?
8
Menjadi Sekretaris Bos Galak
9
Sekretaris yang Buruk
10
Seminggu Jadi Sekretaris
11
Membangunkan Singa yang Tidur
12
Memasuki Pekan Kedua
13
Api Amarah
14
Diturunkan di Pinggir Jalan
15
Makan Malam Bersama
16
Mengutarakan Maksud
17
Tidak Ingin Beradu Argumen
18
Banyak Pikiran Sampai Sakit
19
Pahlawan Bayangan
20
Tidak Akan Mengubah Keyakinan
21
Jawaban Ica
22
Lebih Cepat Lebih Baik
23
Semakin Mengenal Satu Sama Lain
24
Mengenalkan Calon Istri
25
Semakin Dekat Semakin Ragu
26
Menyatunya Dua Keluarga
27
Setelah Pesta Pernikahan
28
Sudah Menjadi Seorang Istri
29
Istri Profesional
30
Sekretaris dan Istri Profesional
31
Rumor
32
Persoalan Panggilan
33
Kerja Sama
34
Menghabiskan Energi Lebih Banyak
35
Meluapkan Semuanya
36
Susah Tidur Jadinya
37
Perkara Shalat Subuh
38
Meluapkan
39
Tanggapan Brilian
40
Sikap Manis dari Si Galak
41
Mulai Akur
42
Terlihat Wajah Lainnya
43
Prioritas
44
Di Rumah Mertua
45
Berani
46
Bayu Berseberangan
47
Sakit Lagi
48
Menemani Istri Sakit
49
Salah Paham
50
Momen Sebagai Ica
51
Emosi
52
Tidak Akur
53
Menjaga Hati
54
Kembali ke Kantor
55
Wajar
56
Perhatian
57
Di Meja Makan
58
Obrolan Serius
59
Menjaga Jarak
60
Kebenaran
61
Galau
62
Diskusi
63
Perasaan Bayu
64
Penyelesaian Versi Bayu
65
Bebas
66
Berhenti Jadi Sekretaris
67
Mulai Membuka Hati
68
Tak Dapat Berpisah
69
Memastikan
70
Permulaan Cerita Masa Lalu
71
Perasaan yang Sama
72
Ketahuan
73
Menunda Untuk Menikah?
74
Kuat
75
Berbaikan
76
Berdua sejenak
77
Perjalanan Dinas yang Menyenangkan
78
Another Magic Word
79
Si Galak bisa Bersikap Manis
80
Sisi Romantis si Galak
81
Kencan
82
Sekilas Cerita Soal Masa Lalu
83
Tersenyum
84
Kekanakan
85
Tentang Nafkah yang Lain

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!