Leo membawa Shasa makan malam di sebuah restoran mewah. Yang paling menarik bagi Shasa adalah pemandangan luar biasa yang menjadi latar makan malam mereka hari ini. Terlihat lampu-lampu yang menerangi seluruh kota. Shasa tak henti memandangi indahnya malam di kota itu dari tempat istimewa ini. Ruang makan mereka merupakan suatu ruangan outdoor privat yang berada di lantai paling atas restoran ini. Angin malam itu, menambah kesejukan di hati Shasa, seperti sudah lama sekali tidak merasakan ketenangan seperti ini. Leo tersenyum puas melihat Shasa yang kesenangan di balkon.
"Wahhh indah sekali! Aku suka tempat ini. Ternyata rencanaku tidak gagal-gagal banget kok." Shasa tersenyum lega sambil merentangkan kedua tangannya.
"Memang kau punya rencana apa?" Leo menghampiri.
"Tuan, setiap aku mendapat tugas ke luar kota, aku tidak pernah menyia-nyiakan waktu untuk mencari tempat-tempat indah di kota itu. Karena kedatangan anda, aku pikir aku akan gagal dengan misiku. Tetapi, tidak juga." Mata Shasa tetap tidak bisa lepas dari pemandangan di depannya.
"Berarti kau harus berterima kasih padaku." Leo melirik ke arah Shasa.
" Tuan, jangan rusak suasana hatiku."
Leo memalingkan wajahnya dan melihat pemandangan di depannya. "Malam ini nikmatilah sesukamu."
"Hahaha... Aku pasti menikmatinya, Tuan." Shasa kesenangan. "Aku pernah bermimpi diajak kencan di tempat seperti ini."
'Apa? Kencan?!' Leo bertanya-tanya dalam hati. Seketika, Leo merasa canggung.
"Hahahaha, bercanda Tuan. Kau tak mungkin juga kan mengajak orang sepertiku kencan apalagi di tempat seindah ini."
Se-ringan itu Shasa bercanda. Leo masih tak sanggup menanggapi candaan Shasa. Dia terlalu serius memikirikan kata-kata Shasa tadi.
"Kau pasti punya banyak teman kencan. Kau juga pasti bukan pertama kalinya datang ke tempat seperti ini. Ya kan Tuan?" Goda Shasa. Leo masih tak berani menatap Shasa.
"Apa mantan pacarmu tidak pernah mengajakmu ke tempat seperti ini?" Leo meledek.
Shasa tersenyum getir. "Aku kan sudah bilang, suasana hatiku sedang baik. Jangan menghancurkannya, Tuan. Sudahlah, yuk kita makan saja. Kau pasti sudah lapar kan?"
Shasa dan Leo kemudian menikmati makan malamnya berdua.
"Tuan, kenapa anda suka makan di tempat yang sepi? Apa anda selalu makan sendirian?" Shasa bertanya memecah keheningan.
Leo meletakkan alat makan di samping piringnya dan menatap Shasa. "Aku benci keramaian. Ketika aku makan di tempat umum, aku hanya akan melihat pemandangan orang-orang yang makan dengan temannya, dengan pasangannya, atau dengan keluarganya. Aku tak suka."
"Kenapa? Aku rasa mereka tidak melakukan kesalahan apa-apa."
"Kesalahan mereka adalah satu. Pamer. Mereka ingin memamerkan kalau mereka bisa makan bersama orang yang mereka cintai. Mereka makan dan bercanda-canda satu sama lain." Leo menundukkan kepalanya.
"Kalau begitu, makanlah dengan orang yang anda cintai." Shasa menatap Leo.
'Aku rasa aku sedang melakukannya.' Leo berbisik dalam hati.
"Bahagia itu kadang tidak datang sendiri. Sering kali kita yang harus menjemputnya. Bukan orang lain yang memutuskan kita bahagia atau tidak. Tetapi, kita sendirilah yang memutuskannya." Shasa menatap Leo dengan senyumnya. Leo masih terdiam mendengar kata-kata Shasa.
"Hidup anda pasti bahagia sejak kecil. Anda lahir dan besar di keluarga yang memiliki segalanya. Orang tua anda pasti menyayangi anda. Anda pasti bisa mendapatkan apapun hanya dengan mengatakannya. Anda tidak perlu merengek atau memohon-mohon pada orang tua anda. Tapi aku, tidak seberuntung anda. Aku tidak mengenal orang tuaku. Untuk mendapatkan yang aku mau, perjuangannya begitu panjang. Merengek pun tak bisa. Aku harus mendapatkannya sendiri." Shasa menjelaskan panjang lebar.
Leo masih belum berkata-kata. Dia masih ragu apakah dia harus membuka diri ke wanita di depannya ini.
"Maaf, Tuan. Aku jadi seperti sedang ceramah." Shasa tersenyum. "Janganlah anda makan sendirian, Tuan. Anda akan lebih bahagia kalau menghabiskan makanan lezat anda dengan orang lain." Shasa menambahkan.
Tiba-tiba situasi di meja makan itu berbeda daripada saat pertama kali mereka sampai. Leo masih terdiam. Bukan karena apa yang dikatakan Shasa untuknya. Tetapi, karena Leo bisa merasakan kesedihan di dalam hati Shasa.
Kalau sebelumnya Leo bilang ingin membicarakan proyek pekerjaan mereka, tetapi malam itu justru mereka habiskan dengan memandangi lampu-lampu kota. Leo berdalih kalau dia ingin memberikan hadiah kepada Shasa karena sudah bekerja dengan baik. Hari itu, angin pun tak berani mengganggu mereka. Hanya ada sinar bulan yang mengiringi obrolan mereka sepanjang malam.
*****
Pagi ini Shasa bersiap kembali pulang. Dia mengepak pakaiannya ke dalam koper. Sebelum pulang, dia berencana membeli oleh-oleh dulu untuk rekannya di kantor.
Shasa menarik-narik kopernya ke lobby hotel. Dia bingung karena lantai tempat dia menginap telah sangat sepi. Shasa berpikir mungkin Leo telah kembali lebih dulu bersama asistennya.
Setelah meninggalkan resepsionis dan berjalan ke pintu lobby, Shasa kaget melihat asisten Haris lagi-lagi sudah berdiri di depan pintu penumpang mobil. Shasa berjalan mendekat.
"Tuan telah menunggu anda." Asisten Haris mengatakannya pada Shasa.
"Aku? Untuk apa?" Shasa bingung. Tetapi kemudian kaca mobil di belakang asistem Haris terbuka turun ke bawah.
"Apa yang kalian bicarakan? Cepat! Jangan buang waktuku!" Leo memerintah dengan lantang.
Shasa yang masih kebingungan tak punya pilihan selain masuk ke dalam mobil. 'Kenapa dia begitu labil. Bisa tiba-tiba baik, tapi habis itu langsung galak tak karuan.' gerutu Shasa.
Setelah masuk ke mobil, Shasa bertanya "Tuan, aku harus segera ke bandara. Apakah anda ingin pergi ke tempat lain? Pergilah dengan asisten anda, Tuan." Wajah Shasa memelas.
"Memang kau pikir aku mau kemana? Aku juga akan ke bandara."
"Em... Tapi Tuan, saya juga ingin mampir dulu untuk beli oleh-oleh."
"Sudah ku bilang, jangan buang waktuku."
"Kalau begitu, ijinkan saya pergi sendiri Tuan. Kan pesawat kita juga belum tentu sama."
"Siapa bilang? Kau pulang satu pesawat denganku."
"Nona, maaf, saya telah membatalkan penerbangan anda. Kita akan pulang dengan jet pribadi Tuan Leo." Asisten Haris menyela.
'Apa?! Lagi-lagi asisten kurang ajar ini melakukan semuanya tanpa sepengetahuanku!' Shasa membatin marah.
Shasa benar-benar tak habis pikir apa yang sedang dia alami beberapa hari terakhir ini. Bahkan, dia ingin segera mengakhiri hari ini karena semakin lama dia bersama dua lelaki ini, semakin dia gila.
Shasa, Leo dan asisten Haris pulang dengan jet pribadi. Ini adalah pengalaman pertama Shasa menaiki jet pribadi yang begitu mewah. Namun, rasa senangnya tertutup dengan rasa kesal karena tak jadi membeli oleh-oleh.
Setelah mendarat, kegilaan Shasa sepertinya belum berakhir. Leo memerintahkan asisten Haris untuk mengantar Shasa ke apartemennya sebelumnya mengantar Leo pulang. Lagi, lagi dan lagi, dia harus menuruti Leo dan berada satu mobil dengan dua laki-laki yang membuat dia gila ini.
"Tuan, terima kasih telah mengantarku. Terima kasih juga telah mengijinkanku pulang dengan jet pribadimu." Shasa membungkukkan badannya ke arah Leo.
'Padahal aku tidak memintamu melakukannya.' batin Shasa kesal tapi dia tutupi dengan senyum di wajahnya.
Shasa telah sampai di lobby depan apartemennya. Leo hanya melihat ke Shasa dari dalam mobil dengan ekspresi datarnya.
"Kau ingat kan masih punya utang padaku? Tepati janjimu." ancam Leo.
"Baik Tuan, tentu saja aku akan menepatinya." Shasa tersenyum palsu.
Mobil itu pun melesat pergi. Shasa masuk ke dalam apartemennya dengan langkah kesal.
Mobil Leo melewati taman tempat dia bertemu dengan Shasa. Leo teringat kalau dia merasa dibohongi asisten Haris.
"Haris, kau bilang taman itu tidak ramai? Kau mau coba-coba menipuku?"
Asisten Haris bingung dengan apa yang ditanyakan. "Maksud Tuan bagaimana?"
"Kau bilang padaku, taman itu tidak ramai dan aku bisa mengunjunginya di malam hari. Taman itu begitu ramai, bahkan ada yang mengatakan padaku kalau disana ada pasar setiap sabtu malam."
"Tuan, bukan ini taman yang saya maksud. Sepertinya Tuan datang ke taman yang salah. Di belakang gedung apartemen anda memang ada gedung apartemen sederhana yang di tempati nona Shafira tadi. Taman yang saya maksud, ada di sisi seberang taman itu, persis di bagian kiri apartemen anda."
"Kenapa kau tidak mengatakannya?" Bentak Leo marah.
"Saya sudah menawarkan untuk menunjukkannya pada anda. Tetapi anda menolak." Asisten Haris merasa bersalah.
Leo hanya mendengus kesal dan memalingkan wajahnya ke luar jalan. Tapi kemudian, dia tersenyum.
'Terima kasih karena tidak mengantarku. Aku tidak menyesal salah tempat.' batin Leo dalam hati. Dia mengingat pertemuannya dengan Shasa di taman malam itu.
*****
bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 123 Episodes
Comments
Dirah Guak Kui
sepertinya Leo akan bucin/posesif ajut kl jadi pacar/suami
2021-11-23
0
sry rahayu
lanjut Thor ...
2021-11-09
0
Aqiyu
berterima kasih tapi juga menyalahkan hmmm dasar si bos
2021-07-13
0